Seekor kuda sebagai tokoh aku dalam sebuah puisi cinta yang diperuntukkan buat seekor kuda betina betulan, sebab, si tokoh aku baru saja menemukan, putihnya bulu, dan merdunya cengiran kuda itu. Tokoh aku yang saya maksud adalah saya. Pada bab satu jika kau elok dalam membaca, kau akan menemukan aku di dalam saya. Saya adalah aku. Tidak seromantis kamu dan dia, saya dan aku tidak akan pernah menjadi kita. Saya dan aku berputar di situ-situ saja demi menemukan sumber, sumber kenapa si aku dan saya bergelut di beberapa huruf yang menyusun tubuhnya. Tubuh? Ia ada. Ia di mana pun. Menjadi sebab. Sebab dekat dengan sumber. Kedalaman kata, apakah dipengaruhi huruf? Tidak penting. Yang harusnya kau temukan adalah ada berapa kata 'dalam' di paragraf menyebalkan ini.
Dan kuda yang kumaksud menggunakan sepatu berlampu, dan sedang memijak tahi. Tahi yang kumaksud ada dalam pikirmu, tahi jenis apa, sebesar apa, tekstur dan bentuknya, atau ketika kau memikirkan warna, biarlah itu jadi urusanmu. Masing-masing manusia mempunyai dubur, dan ketika iseng atau terpaksa, muncullah tahi itu. Tahi yang membuat beberapa manusia mengenal bau dan tidak bau. Bau juga dekat dengan sumber, sumber yang ada dari luar dirimu.
Sebetulnya, tidak semua manusia memiliki dubur, ada juga yang harus dioperasi dulu.