Beri aku cinta, bukan kata
Beri aku waktu, bukan kamu
Demi perasaan agar bisa dicintai dan mencintai sekuat tenaga, Hani, seorang manusia yang tidak pernah ada di satu media penyedia “lembar budaya” memilih puisi sebagai tempat ia sembunyi. Ia tidak suka cerpen, terlebih setelah cerpen itu panjang. Apalagi sebuah novel. Bagi Hani, cepen haruslah pendek. Sependek waktu. Jangan sampai kita mengetahui kalau orang itu tolol, setelah membaca 26 halaman. Dia tolol, dan bunuh diri, dan dicampakkan kekasihnya. Nah, cerpen harus segitu. Jangan ditambah pula dengan: “kekasihnya memaksanya memotret senja, dan ketika memotret senja itu, sebuah truk menabrak kekasihnya, kekasihnya dibawa ke rumah sakit, dan ternyata seluruh dokter sudah meningal dunia, kekasihnya sudah terlanjur di rumah sakit, dan memilih bunuh diri saja...”