Dua truk Fuso berisi puluhan orang itu tiba-tiba turun dan menggeruduk sebuah ruko di kawasan Jakarta Barat. Mereka berteriak-teriak dan menyanyikan yel-yel anti China. Tak lama kemudian mereka menyerbu kawasan ruko itu. Beberapa tembok juga mereka coret dengan pilox berwarna merah dan putih, “Milik Pribumi.”
Beberapa orang mendobrak pintu ruko. Mereka merangsek masuk, mengambil beberapa barang berharga yang ada dalam ruko tersebut.
Gerombolan serigala berkepala manusia itu menaiki lantai dua ruko tersebut, nafsu bejatnya mencari mangsa untuk dilahapnya. Mereka mendapati seorang perempuan muda yang tengah hamil empat bulan. Mereka melucuti pakaiannya hingga perempuan itu telanjang bulat. Lalu ia lempar perempuan itu dari lantai dua dan membakar ruko. Sang suami mereka aniaya hingga tak sadarkan diri dan meninggalkannya begitu saja.
Aksi mereka tak hanya pada satu ruko itu, ternyata semua deret ruko itu mengalami hal yang sama. Milik etnis Tionghoa berarti boleh untuk dijarah, sebuah indikasi yang rumit untuk dijelaskan. Sebuah aksi yang menyasar pada salah satu etnis, apakah hal itu spontanitas dari masyarakat karena kesenjangan ekonomi dan sosial terutama warga pribumi dan etnis Tionghoa? Atau siapakah yang menjadi dalang dalam kerusuhan ini?
***
“Kau menyukai novel karya Brian Selznick?” tiba-tiba Maria muncul di belakang Li yang tengah berdiri menghadap jendela dan sedang memegang beberapa buah buku.
“Oh maaf, aku membaca koleksimu tanpa seizinmu.” Li segera meletakkan bukunya.
Maria tersenyum, “Tak apa, kau bebas membaca semua koleksiku. Anggap saja ini juga rumahmu.”
“Maria.” Kalimat itu muncul dari bibir tipis yang indah.
“Iya, Li?” Maria sangat senang Li memanggilnya.
“Kisah hidupku hampir mirip dengan Hugo. Kini aku hidup yatim piatu. Dan aku akan berusaha hidup dengan kakakku.”
Maria dengan segera memeluk Li. Pelukannya begitu erat, mereka menangis. Tampaknya Li teringat kedua orangtuanya setelah membaca novel The Invention of Hugo Carbet karya Brian Selznick.
“Kau tidak akan sendiri Li, ada aku, Joel, orangtuaku dan pasti orang baik diluar sana juga akan membantu. Tuhan bersama hamba-Nya. Terutama mereka yang sedang menderita. Tuhan tak akan meninggalkan kita Li.”
“Kita akan memulai petualangan kita. Seperti novel Lima Sekawan, jika kau belum membacanya kusarankan untuk membacanya jika kau luang. Percayalah disini ada Maria, aku, kakakmu, orangtua Maria, dan orang-orang baik diluar sana yang akan membantu. Dan disini ada Ibu Nadia, dia akan membantu menolong semua orang yang menjadi korban kekerasan.” Joel menambahkan Maria, tapi diakhir kalimat ia tak berani menyebutkan kalimat kekerasan seksual, karena itu akan mengulik luka batin Li. Jadi kata terakhir itu tertahan di kerongkongannya.
Nadia tersenyum melihat Li dan memberikan isyarat menyapa. Li hanya melihatnya. Tak bereaksi banyak.
Mereka kemudian melihat kondisi kakak Li di ruang salah satu ruang pasien tempat praktek orangtua Maria.
Nampak gadis yang berwajah oriental nun cantik dan bersih itu berbaring di atas ranjang. Ia hanya menangis dan tak mengeluarkan sepatah katapun. Bahkan makanan pun juga tak mau ia santap, kecuali jika Li yang membujuknya.
“Puji Tuhan. Kita harus banyak bersyukur Maria, Joel, karena adik kakak ini masih percaya pada kalian. Bahkan diantara korban pemerkosaan biasanya mereka tak mau berinteraksi dengan siapapun. Bagaimana ceritanya mereka bisa kalian selamatkan.”
“Kemarin kami hendak pulang dan mendapati mobil mereka sedang dihadang oleh sekumpulan lelaki yang sedang memblokade jalan. Li meminta tolong, kami mendengarnya dan Joel segera berlari menghajar mereka. Lalu kami pulang mengendarai mobil mereka.”
“Mobil yang rusak di halaman itu?” Nadia meyakinkan.
“Ya, mobil mewah yang sudah hancur itu,” tegas Joel.
Nadia menghela nafas panjang. Matanya berkaca-kaca.
“Kakak Li mendapatkan telfon dari Papanya, katanya ruko mereka sedang di jarah, semua perhiasan di toko itu diambil. Mama mereka diperkosa beramai-ramai dihadapan Papanya, lalu mamanya memilih bunuh diri seusai diperkosa dan papanya juga ikut bunuh diri. Li dan kakaknya diminta untuk pergi ke Amerika, Singapura atau Australia. Tapi mereka tetap bersikukuh pulang, dan sewaktu di tengah jalan terjadilah peristiwa itu.”
Kali ini air mata yang tertahan di sudut mata Nadia tak kuasa, air matanya tumpah. Ia terisak selama beberapa menit. Cerita tragis itu tak hanya melukai batin Li dan kakaknya, tapi Nadia juga merasakan luka itu begitu perih dan memilukan.
***
Jakarta Timur:
Klender
Puluhan massa berkumpul dan tumpah ruah di jalan raya. Isu mahasiswa akan kembali menggelar aksi demonstrasi membuat masyarakat merasa tergugah untuk ikut menuntut, ditambah lagi rumor bahwa akan terjadi pembakaran Plaza dari mulut ke mulut penduduk setempat.
Tepat di depan Plaza puluhan pemuda berkumpul, paling banyak dari mereka mengenakan seragam SMA. Kemudian puluhan pemuda juga diturunkan dari truk Fuso merah dari arah Pondok Kopi, puluhan pemuda itu membawa jerigen yang berisi bahan bakar.
Beberapa diantara mereka berpenampilan cukup mencolok, berambut cepak dan berjaket kulit hitam. Sebelum melakukan aksinya sekitar empat orang itu berdiskusi dan memulai provokasi.