PLANET ALGAR

Embart nugroho
Chapter #3

PLANET ALGAR

BRAKKK!!!

Jendela kamar Aluna hancur berkeping-keping. Pecahan kaca beterbangan ke segala arah seperti hujan pisau. Angin dingin menerpa masuk, membawa bau anyir besi terbakar. Dari celah itu, dua sosok bersayap hitam melayang masuk. Tubuh mereka besar, bertekstur kasar, dengan mata merah menyala yang langsung mengunci pada Aluna.

“ASTAGAA…” Aluna menjerit, mundur ke dinding. Jantungnya seakan ingin meloncat keluar.

Makhluk itu meraung. Suaranya seperti raungan mesin raksasa yang tersedak darah. Salah satunya merentangkan tangan bercakar panjang, kukunya hitam berkilau seperti logam tajam. Ia menebas udara, dan meja belajar Aluna terbelah dua dalam sekali ayunan.

“MENUNDUK!” teriak cowok asing itu.

Seketika ia melompat ke depan Aluna. Sayap peraknya mengepak keras, menciptakan hembusan angin yang membuat makhluk Exo terpental ke belakang. Kilau debu perak berhamburan, melindungi Aluna seperti tirai tipis.

Makhluk pertama meraung kesakitan, tapi makhluk kedua melesat cepat, menukik dengan rahang terbuka lebar. Deretan taringnya mengarah langsung ke wajah Aluna. Gadis itu memejam, teriakannya pecah di udara.

Cowok bersayap perak itu menggeram. Dari telapak tangannya, cahaya biru menyala dan membentuk sebilah tombak cahaya. Dengan sekali gerakan, ia menghantamkan tombak itu ke dada makhluk Exo.

DUARRR!

Tubuh makhluk itu terpental menembus dinding kamar Aluna, meninggalkan lubang besar. Debu beton dan serpihan kayu beterbangan. Dari luar, suara jeritan-jeritan lain menggema. Mereka tidak sendirian.

Aluna membeku. Tubuhnya gemetar hebat, matanya terbelalak menatap kekacauan di kamarnya sendiri. “Oh Tuhan… ini nyata…” bisiknya.

Cowok itu menoleh ke arahnya, wajahnya kini terlihat jelas—muda, tegas, dengan sorot mata perak yang berkilauan. “Aluna! Dengarkan aku. Kita harus pergi sekarang! Kalau tidak, mereka akan memakanmu hidup-hidup!”

Belum sempat ia menjawab, sayap hitam lain muncul dari lubang besar di dinding. Suara kepakan mereka memenuhi kamar. Jumlahnya lebih banyak. Lebih buas.

Aluna menjerit, tubuhnya gemetar tak terkendali. Sementara cowok bersayap perak itu berdiri di depannya, menyiapkan diri. Aura peraknya semakin kuat, menyala bagai bintang.

Pertempuran pertama di bumi… baru saja dimulai.

###

Suara kepakan sayap hitam memenuhi kamar sempit itu. Dinding bergetar, lampu gantung di langit-langit bergoyang kencang, lalu PRANGGG! pecah berhamburan saat makhluk Exo menabraknya.

Aluna menjerit histeris, tubuhnya terjepit di pojok kamar. Napasnya memburu, keringat bercucuran, sementara matanya membelalak menatap horor di depannya.

Makhluk pertama melompat ke arahnya dengan cakaran terulur. Cowok bersayap perak itu melesat lebih cepat, tubuhnya berkilat seperti kilat perak. Ia menangkis dengan lengannya, dentum keras terdengar seperti logam beradu. Percikan cahaya menyala di udara.

DUARRR!

Dinding kamar retak saat makhluk itu terhantam. Namun satu lagi sudah melesat dari arah berlawanan, menghajar cowok itu hingga terlempar menabrak lemari pakaian. Pintu lemari hancur, baju-baju beterbangan.

Aluna menutup mulutnya, menahan jeritan. “YA TUHAN!”

Makhluk Exo yang lain merangkak di dinding, matanya merah menyala, mulutnya menganga dengan liur kental hitam menetes ke lantai. Bau busuk menyengat ruangan. Mereka berempat kini mengepung, mengincar Aluna.

Cowok bersayap perak itu berdiri lagi, sayapnya terbentang penuh. Aura perak dari tubuhnya menyala semakin terang. Dari kedua tangannya, senjata cahaya terbentuk: pedang tipis di kanan, tameng bercahaya di kiri.

“JANGAN SENTUH DIA!” teriaknya.

Pertarungan brutal pun meledak.

Pedang peraknya menebas cepat, membelah udara dan meninggalkan jejak cahaya. CRAAASSHHH! satu makhluk terbelah dari bahu ke pinggang, tubuhnya meledak jadi abu hitam. Tapi dua lainnya menyerang bersamaan, cakar tajam menggores lantai, menimbulkan suara melengking.

Aluna menjerit, merunduk, hampir kena sabetan. Cowok itu melindunginya dengan tameng, percikan api dan cahaya memenuhi kamar. Lantai kayu terbelah, dinding penuh retakan. Kamar itu berubah jadi neraka dalam sekejap.

Salah satu makhluk berhasil menyambar sayap peraknya, mencabiknya hingga darah biru bercahaya muncrat. Cowok itu meringis, tapi membalikkan tubuh dan menebas kepala makhluk itu dengan gerakan cepat. Kepala hitam itu jatuh, berguling, lalu menguap jadi kabut.

Dua makhluk tersisa semakin buas. Mereka melompat bersama, menghantam dengan kekuatan penuh. Cowok itu merangkul Aluna dan melompat ke udara. Sayap peraknya mengepak keras, menghancurkan jendela dan membawa mereka keluar ke malam.

Udara dingin menyambut. Kota di bawah mereka tampak normal—lampu jalan menyala, orang-orang lewat tanpa tahu bahwa perang kecil sedang pecah di atas kepala mereka.

Tapi makhluk Exo tak berhenti. Mereka melesat keluar dari kamar yang hancur, mengepakkan sayap kasar, mengejar dengan raungan mengerikan.

“Pegangan yang kuat!” teriak cowok itu di telinga Aluna.

Aluna menjerit, tubuhnya menempel erat di dadanya. Angin kencang menghantam wajahnya. Dari kejauhan, cahaya biru berputar membentuk lingkaran di langit—sebuah portal bercahaya, berdenyut seperti jantung raksasa.

“Ke… ke mana kita?” Aluna berteriak di tengah angin yang meraung.

Lihat selengkapnya