Ledakan besar menghantam kubah markas. Dinding-dinding kristal bergetar keras, memercikkan cahaya merah yang memekakkan mata. Debu cahaya berhamburan seperti pecahan bintang.
“SEMUA PENJAGA, SIAPKAN FORMASI!” teriak Lyra lantang. Suaranya bergema, memecah kepanikan.
Dari langit yang berkilau, portal-portal hitam terbuka. Dari dalamnya, kawanan Exo berhamburan keluar: makhluk bersayap kasar, mata merah menyala, kuku hitam berkilau, dan tubuh penuh luka seperti terbakar. Suara mereka meraung memecah langit, seakan menelan seluruh harmoni planet itu.
Aluna menutup telinganya, jantungnya berdegup tak terkendali. “Mereka… mereka yang dari mimpiku…” bisiknya gemetar.
MARS meraih lengannya, menahannya agar tidak jatuh. “Tetap di dekatku. Jangan lepaskan tanganku, Aluna!”
Exo pertama menukik cepat, sayap hitamnya menyebar bau busuk yang menusuk hidung. Dengan kecepatan kilat, ia mencakar salah satu penjaga Algar. Darah bercahaya memancar, tubuh penjaga itu terlempar menghantam dinding kristal dan menghilang dalam semburat cahaya.
“ARRRGHHH!!!” teriak para penjaga lain, mereka langsung menghunus tombak cahaya.
Braaakk! Suara senjata bertemu cakar Exo terdengar brutal. Tombak cahaya beradu dengan sayap keras, menimbulkan percikan energi yang mengguncang udara. Tubuh Exo besar meledak jadi debu hitam, tapi kawanan lain terus masuk tanpa henti.
Aluna membeku. Semua terasa begitu nyata, jauh lebih mengerikan daripada mimpinya.
Seekor Exo raksasa menerobos dinding, matanya menatap lurus ke arah Aluna. Nafasnya berat, giginya bertaring panjang. “Kunciii… diii… sini…” suaranya parau dan bergaung, seperti ribuan suara dalam satu tubuh.
Aluna mundur dengan wajah pucat. “Kenapa dia menatapku seperti itu?”
“Karena kau yang mereka cari!” jawab MARS singkat, sebelum mengibaskan sayapnya. Ia mencabut pedang perak bercahaya dari punggungnya. Dalam sekejap, ia melompat ke udara dan menebas Exo itu.
Duaaaarrr!! Darah hitam memercik ke dinding kristal, mengeluarkan bau busuk menusuk.
Namun serangan tidak berhenti. Puluhan Exo lainnya mengepung markas. Suara teriakan penjaga, benturan senjata, dan raungan Exo berpadu jadi simfoni kematian.
Lyra berdiri di tengah ruangan, kedua tangannya terangkat. Kristal inti memancarkan sinar terang, membentuk perisai energi yang melindungi sebagian markas. “Tahan mereka! Jangan biarkan satu pun mendekati inti kristal!”
Aluna menatap semuanya dengan tubuh gemetar. Ia merasa seperti orang asing yang tiba-tiba dilempar ke dalam medan perang.
Seorang Exo tiba-tiba menerobos perisai dari celah kecil. Sayapnya mengepak liar, cakarnya terjulur ke arah Aluna.
“ALUNAAAA!!!” teriak MARS.
Dengan reflek, Aluna mengangkat tangannya untuk menahan serangan. Namun sesuatu yang tak ia mengerti terjadi—cahaya biru keluar dari telapak tangannya, menyambar tubuh Exo itu hingga hancur berkeping-keping dalam sekejap.
Hening sejenak. Semua mata penjaga menatapnya dengan keterkejutan.
Aluna menatap tangannya sendiri, gemetar hebat. “A… apa yang baru saja kulakukan…?”
MARS menatapnya dengan sorot tajam bercampur takjub. “Kekuatanmu… sudah mulai bangkit.”
Namun sebelum ia sempat menjelaskan lebih jauh, teriakan penjaga lain pecah. “MEREKA MENEMBUS DINDING LUAR! KUBAH KRISTAL AKAN RUNTUH!!!”
Langit di atas markas bergetar keras. Puluhan portal hitam baru terbuka, menurunkan Exo lebih banyak lagi. Gelombang pertama hanyalah awal—serangan besar baru saja dimulai.
###
Kubah kristal yang megah bergetar semakin hebat. Retakan-retakan bercahaya muncul di permukaannya, seperti kaca tipis yang siap pecah kapan saja. Suara berderak—keras dan memilukan—bergema di seluruh markas.
“PERISAI TIDAK AKAN BERTAHAN LEBIH LAMA!” teriak Lyra, suaranya hampir tenggelam oleh gemuruh perang.
Tiba-tiba—
BRRAAAAKKK!!!
Ledakan raksasa menghantam bagian atas kubah. Cahaya biru dari inti kristal memancar liar, menimbulkan kilatan menyilaukan. Dalam sekejap, kubah itu runtuh, pecah jadi ribuan pecahan kristal bercahaya yang jatuh seperti hujan meteor ke dalam markas.
“SEMUAAA, LINDUNGI INTI!!!” suara Lyra melengking.
Namun kawanan Exo sudah masuk dari segala arah. Mereka meraung, sayap hitamnya menebarkan kegelapan pekat. Udara berubah pengap, dipenuhi bau busuk darah dan debu kristal terbakar.
MARS menarik Aluna ke pelukannya. “Ikut aku, sekarang! Jangan lepaskan tanganku!”
“Tapi mereka—” Aluna menoleh, melihat para penjaga berjatuhan satu per satu, tubuh mereka hancur oleh cakar Exo.
“Bukan saatnya! Kalau kau tertangkap, semua ini berakhir!” MARS menyeretnya, memaksa Aluna berlari di atas lantai kristal yang retak.
Ledakan kedua mengguncang markas. Sebuah pilar kristal raksasa roboh, menghancurkan puluhan Exo sekaligus, tapi juga memutus jalur keluar utama.
“KITA TERKURUNG!” Aluna panik.
MARS mengibaskan sayapnya, menangkis Exo yang mencoba menyambar. “Tidak. Ada jalan lain—ruang bawah tanah.”
Ia menarik Aluna melewati lorong sempit di sisi kanan markas. Suara pertempuran semakin jauh, namun gema jeritan dan ledakan terus mengikuti mereka.
“Kenapa mereka mengincarku?!” Aluna terisak di tengah larinya.