PLANET ALGAR

Embart nugroho
Chapter #6

JUPITER

Suasana kampus pagi itu berjalan seperti biasa—suara langkah terburu-buru, tawa mahasiswa, dan deru sepeda motor yang masih terdengar dari gerbang. Namun bagi Aluna, dunia seolah melambat. Ada sesuatu yang aneh di udara, sesuatu yang membuat bulu kuduknya meremang.

Ia duduk di bangkunya, meletakkan buku dengan hati-hati, lalu matanya tertarik pada sosok di sudut ruangan.

Cowok itu berbeda.

Duduk sendirian, seakan terpisah dari keramaian. Jemarinya sibuk mencoret kertas, tapi sorot wajahnya dingin, tak menyisakan ruang untuk siapa pun. Rambut hitamnya jatuh menutupi mata, menambah kesan misterius. Dia adalah Jupiter—nama yang jarang disebut, sosok yang jarang diperhatikan, namun kehadirannya seperti magnet yang tak bisa dihindari.

Hampir tidak ada yang tahu siapa dia sebenarnya. Masa lalu, alamat rumah, bahkan asal-usulnya seperti terhapus dari catatan dunia. Jupiter hanyalah teka-teki hidup yang duduk di sudut ruangan.

Dan saat itu juga, tatapan mereka bertemu.

Deg.

Mata Jupiter menyalakan sesuatu yang asing dalam diri Aluna—seperti cahaya redup yang menembus kegelapan. Tatapan itu bukan sekadar dingin; ada semacam kedalaman yang menyeretnya ke dunia lain, dunia yang samar-samar ia kenali.

“Oh my God…” Aluna menutup wajah dengan bukunya, jantungnya berdetak tak beraturan. “Tatapan itu… seperti menembus jiwa.”

Ia menunduk, menahan napas, tapi rasa penasaran berdenyut tak tertahankan. Saat ia kembali melirik ke arah sudut ruangan, Jupiter sudah menghilang.

Hilang begitu saja.

Kosong, seolah kursi itu tak pernah ditempati siapa pun.

“Ke mana dia?” batin Aluna panik. Ia menoleh ke sekeliling, mencari tanda-tanda keberadaan Jupiter. Tapi tidak ada. Hanya suara dosen yang bergema, hanya halaman buku yang terbuka, hanya detak jantungnya sendiri.

Aluna menggigit bibirnya. Ada sesuatu yang aneh. Bukan sekadar cowok asing, bukan sekadar tatapan dingin. Ia merasa… pernah mengenalnya. Dari masa yang sangat jauh. Masa yang mungkin bukan milik dunia ini.

Pelajaran demi pelajaran berlalu seperti kabut. Aluna tidak bisa fokus. Dalam kepalanya bercampur bayangan cowok bercahaya yang semalam masuk ke kamarnya, dan Jupiter yang menghilang dengan cara tak masuk akal.

Dua sosok, dua misteri.

Dan pertanyaan yang terus berbisik di telinganya:

Siapa sebenarnya mereka? Dan apa yang mereka inginkan darinya?

 

###

Jam kuliah terus berdetak, tapi bagi Aluna, suara dosen terdengar jauh, seperti gema yang tertahan dalam kabut. Tangannya meremas pena, tapi entah mengapa ujung pena itu bergetar sendiri. Ia meletakkannya di atas buku—dan tiba-tiba tinta bergerak.

Garis-garis hitam menari di halaman kosong, membentuk pola tak dikenal. Simbol melingkar dengan huruf-huruf asing, seolah ditulis oleh tangan tak kasatmata.

Aluna membeku. Matanya membelalak, napasnya tercekat.

Apa-apaan ini?

Ia menutup bukunya cepat-cepat, jantungnya berdegup kencang. Tapi saat ia membuka lagi, halaman itu kembali kosong. Seperti tidak pernah ada coretan apa pun.

Aluna menoleh ke kanan—tak ada yang memperhatikan. Semua sibuk mencatat atau menatap layar laptop. Seolah dunia lain sedang bermain hanya di sekitarnya.

Lalu, dari jendela kelas, cahaya aneh masuk. Bukan cahaya matahari biasa. Warnanya kehijauan, berkilau, memantul seperti serpihan kaca. Cahaya itu jatuh tepat di meja Aluna, lalu perlahan menyerap ke buku di hadapannya.

Deg.

Aluna cepat-cepat menutup mata, mengira ini halusinasi. Tapi ketika ia kembali membuka, ia melihat sesuatu yang membuatnya makin gemetar:

Seekor kupu-kupu berwarna biru terang, seolah terbuat dari cahaya murni, hinggap di buku catatannya. Sayapnya berdenyut, meninggalkan kilau debu bintang yang lenyap di udara.

Aluna menahan napas. Tak seorang pun di kelas bereaksi. Seolah hanya dia yang bisa melihatnya.

“Kamu… siapa?” bisiknya lirih, meski ia sendiri sadar ia sedang bicara pada makhluk yang mungkin bukan bagian dari dunia nyata.

Kupu-kupu itu mengepak pelan, lalu terbang menjauh, meninggalkan jejak cahaya tipis yang memudar di udara. Aluna mengikutinya dengan tatapan penuh rasa takut dan kagum.

Sekilas, ia melihat ke sudut kelas. Kursi kosong tempat Jupiter tadi duduk. Hanya kursi itu… tapi entah kenapa, Aluna merasa kupu-kupu bercahaya itu berkaitan dengannya.

Tangannya bergetar, bibirnya berbisik, hampir tanpa suara:

“Apa yang sebenarnya terjadi padaku?”

###

Aluna masih terpaku pada jejak cahaya kupu-kupu itu yang memudar di udara. Dadanya berdegup kencang, tangannya berkeringat dingin. Ia mengusap matanya, memastikan dirinya tidak sedang berhalusinasi.

“Jangan kaget.”

Suara berat itu tiba-tiba terdengar di telinganya. Aluna menoleh cepat.

Jantungnya hampir meloncat keluar. Jupiter berdiri tepat di samping mejanya. Tidak ada suara langkah, tidak ada pintu terbuka. Tiba-tiba saja dia ada.

Cowok itu menatapnya dengan sorot mata tajam, seperti bisa menembus isi kepalanya. Rambutnya yang sedikit berantakan menutupi sebagian wajah, tapi justru membuat tatapan matanya semakin menakutkan.

“Kupu-kupu itu… kamu juga melihatnya, kan?” suara Jupiter datar, tapi jelas.

Aluna tercekat. “Kamu… tahu?”

Senyum tipis muncul di bibir Jupiter. Bukan senyum ramah, lebih seperti seseorang yang menyimpan rahasia besar. Ia menunduk sedikit, menyandarkan tangannya di meja Aluna.

Lihat selengkapnya