Dio’s Part at same time with Suro’s
Sebelumnya aku bertarung melawan Taw, namun aku berhasil menipunya dengan menghilang kedalam tanah. Dan sesuai petunjuk Leman tadi, aku yang harus melawan Xemen. Yah aku mengerti kenapa, jika Xemen melawan Suro, air yang dikendalikan Suho menjadi tidak terlalu berguna dan efektif. Lebih baik Suro melawan Canyol dengan basic kekuatan apinya yang sudah tentu dapat diketahui siapa pemenangnya.
Aku juga sudah sangat percaya diri melawan Xemen, aku pengendali tanah sedangkan Xemen pengendali es, atau setidaknya dia hanya mampu membuat suasana menjadi sangat dingin. Tanah tidak bisa dibekukan setahuku dan itulah kenapa Leman menyuruhku menghadapinya. Tanahku tidak mungkin dapat dibekukan oleh Xemen, dan itu salah satu poin terpenting.
Dalam beberapa menit terakhir aku selalu mendominasi pertarungan ini, tanah ada dimana-mana. Aku hanya perlu berkonsentrasi agar Xemen tidak membekukan diriku. Itu saja, tidak ada yang lain menurutku. Aku membawanya menjauhi pertarungan yang lain, dan sepertinya aku melihat cercahan cahaya dari dalam hutan. Becky sedang menghadapi Cen. Mungkin lebih baik aku menolongnya setelah aku menyadarkan Xemen terlebih dahulu. Saat aku menipu Taw, Leman sudah memberitahuku bahwa dia akan mengirimkan bola yang dapat membuat Xemen sadar kembali. Bola itu sekarang ada ditanganku, namun tidak ada waktu yang tepat untuk menempelkannya dikepala Xemen, walau aku mengurung kaki Xemen dan membawanya mendekati gunung dan bukit disini, agar aku lebih leluasa saja, karena tanahnya sangat keras dan mudah untuk kukendalikan
Aku membawa Xemen dengan menggerakkan tanah yang ada dibawahku dengan cepat, hanya beberapa menit kami sudah sampai di kaki bukit ini. Kaki Xemen masih terjebak dengan tanahku, dan dia tidak bisa bergerak. Hanya tangannya saja yang meronta dengan ganas memukul-mukul kakinya. Aku mendekatinya dengan santai dan cepat, aku tidak sedikitpun melangkahkan kakiku, hanya kubuat tanah yang kupijak ini bergerak seperti elevator. Aku sangat dekat, tinggal satu meter lagi, namun aku tidak berani untuk mendekat lebih lagi. Kulihat mata hitamnya yang tidak seperti sebelumnya. Kali ini pupilnya begitu kosong dan terlihat tidak seperti orang yang berpikir. Hanya mengikuti apa yang diperintahkan kepadanya. Disihir.
Tangannya masih memukul kakinya dengan marah, aku hanya memperhatikan tindakan bodohnya sekarang.
“Tanah itu hampir sekeras baja Xemen.” Aku membuka mulutku untuk melihat reaksinya. Sepertinya dia baru sadar jika aku sudah sangat dekat dengannya, tangannya menjadi diam. Aku menjadi sedikit protekti melihat itu.
Xemen hanya menoleh keatas dan memperhatikanku, aku bergerak menjauhinya, untuk mengantisipasi semua kemungkinan yang akan terjadi. Bisa saja dia meniup hawa dinginnya dan membuat seluruh tubuhku beku, karena tubuh manusia tersusun lebih dari delapan puluh persen air bukan?
Namun dia hanya terkikik sendiri, entah apa yang dia tertawakan.
“Xemen? Apakah itu namaku?” Lalu dia mulai membuka pembicaraan.
“Ya itu namamu, apakah kau lupa?” Aku menjawabnya pelan, mencoba untuk memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi. “Apa yang kau tertawakan?”
“Tidak ada.” Dia semakin tertawa menjadi-jadi. Wajahnya yang putih mulus bermata sipit sekarang terkesan seperti mata seorang penjahat. Rambutnya acak namun lurus dan berwarna kepirangan.
“Aku akan membuatmu sadar.” Ucapku pelan.