Planet Bluetaria And The Core

Razza
Chapter #29

C.16 FINDING THE CORE

Malam itu mereka berdua beristirahat dengan tenang, kalem dan damai. Namun siapaa yang tahu isi dari setiap pikiran mereka? Bahkan Luhan sendiri enggan membaca pikiran kesebelas temannya, kenapa tidak? Buat apa? Jika salah satu dari mereka memiliki masalah, pasti mereka akan bercerita atau paling tidak tidak bisa dirahasiakan. Namun pikiran mereka menuju satu hal yang sama pasti, sebuah ramalan dari gurunya. Mengingat bahwa inti dari sang pohon sudah diambil oleh penyihir, dan tidak lama lagi gerhana akan terjadi. Gerhana adalah hal yang paling mereka takutkan, berdasarkan ramalan jika mereka tak menghentikan penyihir itu sebelum gerhana maka penyihir itu akan membangkitkan isi dari lagenda yang hilang. Lagenda yang tak pernah diceritakan lagi bahkan setelah beribu-ribu tahun lamanya.

Rencana yang sangat gila tentunya, bahkan isi lagenda itu sendiri adalah hal yang gila. Siapa yang bisa membangkitkan Sang Raja dan Pasukannya? Tentu saja sang penyihir, dan inti dari sang pohon adalah kuncinya. Namun kenapa penyihir itu mencari inti sang air juga?

Luhan yang paling tidak nyenyak tidurnya, sementara Keris pastinya hampir tidak tertidur sama sekali. Bagaimana bisa dalam keadaan yang begitu genting seperti ini dia bisa tidur? Dia yang bertanggung jawab akan kehilangan inti dari sang pohon, kesebelas temannya percaya pada kemampuan Keris. Namun apa daya, kekuatan lawan mereka tidak ada yang tahu pasti, tidak ada yang mampu memprediksinya bahkan Luhan tidak mampu menembus pikirannya. Tidak ada yang tahu pasti gerakannya dan apa rencana selanjutnya dari penyihir. Namun yang jelas saat ini dia akan membangkitkan pasukan kematian, zombie? Entahlah. Jangan sampai tujuan dari penyihir untuk membangkitkannya berhasil, itu akan menjadi amsalah baru dan menjadi titik perjuangan yang sangat berat.

Taw masih merasa sedikit bersalah pada dirinya sendiri, bagaimana mungki dia bisa melukai Sehrun dan tersihir dalam pengaruh penyihir. Tapi anehnya, malam ini Taw sangat nyenyak seperti masuk dalam mimpi yang berlapis dan tidak bisa keluar darinya. Sudah biasa dia bermimpi, namun tetap saja bebannya adalah yang paling besar. Sang Pohon memberikannya keistimewaan kepadanya, dari pada saat dia Lahir, dia satu-satunya orang yang diajak langsung berkomunikasi dengan sang Pohon, bahkan saat penyihir memberontak saja sang pohon yang langsung memberikan gambaran kepadanya, bahkan sang oracle sendiri tidak diberikan hal itu. Bukan hanya itu saja, dia juga diberikan kekuatan yang mampu mengatur waktu dan semesta, dan dia diberikan kekuatan yang lain, pedang seribu bagian. Bukan pedang biasa tentunya, pedang yang dahulunya adalah sebuah pisau dan ikut bertambah besar seiring dengan berjalannya waktu, pedang yang selama ini menjadi temannya disaat dia merasa sendirian atau memiliki banyak pikiran. Namun hal aneh menjadi pikirannnya malam itu adalah, kenapa pada saat dia disihir pedangnya tidak menyadarkannya atau bahkan setelah sadarpun dia bertanya-tanya pada pedangnya kenapa membiarkan dia melukai Sehrun. Tak ada jawaban yang memuaskan dari teman pedangnya itu, hanya sebuah permainan kata yang membuatnya bingung. Namun komunikasi mereka tidak pernah berhenti, bahkan saat Taw diam pun mereka masih berkomunikasi dalam pikiran Taw sendiri.

Pedangnya itu memiliki jiwa yang hidup. Bagaimana mungkin bisa sebuah pedang memiliki jiwa padahal benda itu dikategorikan benda mati? Pernah suatu waktu Taw bertanya pada teman pedangnya kenapa dia bisa hidup dalam sebuah pedang. Pedangnya hanya menjawab bahwa itu adalah takdir dan dia adalah bagian dari jiwa yang lain. Namun saat itu Taw tidak pernah terpikirkan dalam otaknya bagian jiwa yang lain itu yang seperti apa? Atau kenapa Taw dipilih untuk mendapatkan seorang teman yang selalu megajaknya berkomunikasi dalam pikirannya. Untuk kali ini pikirannya itu sangat mengganggunya. Dan bahkan dalam tidurpun pedangnya membisik-bisikan sesuatu pada Taw.

Sementara yang lainnya sibuk dalam mimpinya tersendiri dan hanyut dalam gelombang yang tidak pernah putus itu. Satu hal yang membuat pasti kesamaan diantara mereka berduabelas adalah, mereka sama-sama ketakutan akan semua kemungkinan yang akan terjadi dihari esok.

Sinar matahari menyonsong dibagian timur, warna oranye keemasannya tidak jauh berbeda pada saat di Bluetaria. Hawa dingin yang menusuk kulit mereka. Bahkan api yang diciptakan Canyol untuk menghangatkan mereka sudah padam. Tanah petak yang dibuat Dio sebagai alas tempat mereka tidur juga terasa begitu dingin. Satu persatu dari mereka bangun dari mimpi indah-mimpi buruk mereka dan akan bersiap atas segala kemungkinan terburuk. Besok adalah hari terjadinya gerhana, mereka harus apa? Mencari sang penyihir atau menemukan inti air kehidupan? Atau menemukan dua itu adalah bagian dari rencana. Keris yang pertama kali bangun, disusul oleh Leman, lalu Suro, Xemen, Cen, Becky, Ley, Sehrun, Dio, dan Canyol.

Mereka bersiap-siap, namun sepertinya Luhan telah bangun lebih awal dahulu bersama Keris. Buktinya saat mereka bangun seekor rusa besar sudah ada didepan mereka dalam keadaan mati.

“Canyol, aku membutuhkan apimu untuk membakar ini. Kita harus mengisi perut kita terlebih dahulu sebelum mencari penyihir dan inti sang air hari ini.” Keris meminta pada Canyol untuk membakarkan katu bakar yang telah dikumpulkannya tadi dan Luhan yang menangkap Rusa itu dengan kekuatan pikirannya.

Canyol tidak banyak tanya dan langsung saja menghidupkan tumpukan kayu yang lumayan basah itu dengan apinya, dia membuka telapak tangannya lebar-lebar dan membakar kayu itu, rusa yang ada diatasnyapun terbakar sedikit demi sedikit.

Mereka segera menyantap daging rusa itu ketika sudah siap untuk dimakan, setiap orang mendapatkan jatah semau mereka. Namun terlihat kentara sekali sekarang semua dari mereka tidak terlalu memikirkan makanan sedikitpun. Buktinya saja mereka hanya memakan sedikit daging yang dibakar itu. Segera setelah mereka makan, mereka bersiap-siap. Keris sudah memakai kain putih tipis punya Canyol, yang biasa diikatkan dipinggangnya. Lekuk keindahan tubuh Keris masih terlihat dengan jelas menempel dikain putih itu, warnanya sangat cocok dengan warna kulit Keris.

“Lu, semua rencana sekarang aku serahkan padamu.” Ucap Keris pada Luhan, sekarang semua dari mereka berdiri. Suro mengendalikan air dan segera memadamkan api yang membakar daging rusa itu.

“Kalau begitu, saatnya membalaskan dendam pada penyihir itu,” Luhan mencoba membangkitkan semangat temannya dipagi yang cerah itu, dan hal itu berhasil. Mereka semua berteriak dengan keras dan bersorak-sorak. Sehrun meniupkan angin keatas, atau Canyol yang menghembuskan nafasnya dengan hawa yang panas. Atau Becky yang menggandengi Cen disebelah kirinya.

Mereka semua berdiri dan menunggu dengan detil setiap perkataan yang akan dikatakan oleh Luhan ataupun oleh Keris. Sebelum akhirnya seseorang memecahkan keadaan disana. Dio menyeletuk dengan perkataannya yang sangat keras, sekeras dengan tanah yang dikendalikannya. Semua orang terkejut dan memperhatikan Dio dan memperhatikan setiap detil perkataan yang keluar dari mulutnya.

“Apa kalian tidak sadar bahwa Kei tidak ada disini?” Dio bersuara lantang namun ekspresinya penuh dengan tanda tanya dan keterkejutan. Dan yang lain bingung, bertanya-tanya lalu mencari dan berteriak-teriak nama Kei.

Namun Kei tidak menyahut sama sekali, bahkan sosoknya tidak tampak sama sekali. Luhan kelihatan gamang dan agak sedikit terkejut. Keris yang paling parah, mimik ekpresi wajahnya berubah menjadi merah. Sebelum Sehrun angkat bicara dengan cepat memecahkan kebisingan yang terjadi ditanah luas yang bermandikan cahaya sang mentari.

“Aku juga sadar saat bangun tadi, namun kupikir dia hanya berjalan-jalan atan buang air kecil. Jadi aku tidak mempermasalahkkannya, namun aku lupa sampai sekarang. Dan aku baru ingat.”

“Kau yakin saat bangun dia sudah tidak ada Sehrun-ah?” Tanya Keris dan Luhan bersamaan, Suro sekarang melihat disekelilingnya.

Dio lalu meloncat pelan dan menghentakkan kakinya dengan keras, dia mencoba untuk mendengarkan setiap gelombang gerakan yang mengalir ditanah.

“Aku tak merasakan getaran kaki berjalan sejauh satu kilometer.” Kata Dio pelan mengarah kepada Keris, terlihat dia paham betul apa yang dibicarakannya.

“Apa yang harus kita lakukan Keris?” Sekarang Luhan terlihat agak sedikit bingung dan merasa gentar. “Bagaimana ini? Ini diluar predikisiku.”

Lalu Sehrun menyela pembicara semua orang dan membuat situasi bertambah genting.

“Dimana Taw?”

Sekarang semua orang terkejut, dan mencari dimana keberadaan Taw. Keris lalu menghitung jumlah mereka dengan cepat. Sepuluh orang, tidak lengkap. Taw dan Kei menghilang, hilang entah kemana. Apa yang mereka sedang perbuat sekarang? apakah Taw masih dalam keadaan tersihir? Atau apa yang sebenarnya sedang terjadi? Mereka pergi sendiri-sendiri atau berdua bersamaan? Banyak yang menjadi acuan pikiran Keris dan Luhan sekarang.

“Bagaimana hal ini bisa terjadi?” Ucap Becky dan Cen hampir bersamaan, namun sepertinya ekpresi Becky sedikit berlebihan daripada Cen namun sama-sama melengking.

“Apa yang bisa kita lakukan?” Ucap Suro lebih parah lagi, padahal disana dia sebagai wakil Keris, dan dia bahkan ikut bingung.

“Keris? Semuanya terserah padamu.” Lanjut Luhan cepat, dia sekarang tidak mau mngembil keputusan. Hal ini bukan haknya jika ada Keris, dia membiarkan Keris yang memutuskan segalanya termasuk hal yang seperti ini.

“Lu, kau harus menghubungi mereka berdua.” Keris terlihat sedikit berpikir cepat dan realistis, “hubungi Kei saja, kita tidak tahu apakah Taw...”

Keris berbicara tersekat dan tidak melanjutkan pembicaraannya itu sedangkan Luhan langsung mengiyakan dan duduk, bola-bola kristal terbang melayang diatas kepalanya. Dia mencoba untuk berkonsentarsi dengan dalam dan peka. Semuanya menjadi terdiam, bahkan Becky dan Canyol yang agak cerewet juga ikut terdiam, memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan Luhan. Luhan diam lama dan semakin lama dia diam, semakin penasaran semuanya.

“Keris aku tidak bisa menghubungi Kei, aku merasakan keberadaannya. Namun aku tak bisa berkomunikasi dengannya.” Ucap Luhan halus.

“Apakah dia disihir?” Tanya Keris.

“Tidak, ini tidak seperti sebelumnya. Lagipula bola mereka berdua berwarna putih, artinya seharusnya aku bisa mencapai mereka. Tapi sepertinya Kei tertidur sekarang. hanya itu penjelasanku.” Jelas Luhan dengan gamang tanpa sedikitpun kata-katanya terhalang dilidahnya.

“Taw?” Tanya Keris lagi.

“Sama saja.”

***

Lihat selengkapnya