“Jadi, kita harus bagaimana Mark?!” tanya salah satu Penembak Jitu.
“Aku tidak tahu!!!” jawab Mark menujuk Penembak Jitu yang menggantikannya menembaki roket. “Ini salah orang yang di sana!! Seharusnya, dia bisa menghentikan roket-roket bodoh itu dengan mudah!”
“Bagaimana dia tidak bisa melakukan hal yang bahkan orang idiot pun bisa lakukan?” gerutu Mark.
Yah ... itu memang sulit menembak roket yang baru keluar secara telak!
Jika orang idiot bisa melakukanya, lalu kami apa?!
Semua Penembak Jitu yang mendengar gerutu Mark, berwajah gelap.
“Apa itu!! Apa yang coba dia lakukan?!” kata salah satu Penembak Jitu. Dia menunjuk ke arah Komandan paruh baya musuhnya.
Semua orang melihat Pria paruh baya itu mengeluarkan banyak Energy ungu dari tubuhnya; Energy ungu itu pun. berubah menjadi kilatan listrik yang mendesis, lalu ia menyebar sampai ke seperempat penjuru Medan Perang.
“Apa yang dia coba lakukan?” kata seorang Penembak Jitu.
“Sial!!! Kita harus cepat pergi dari sini!!!” desak Mark, dengan frustasi ia mencoba bangun, tetapi ia tetap tidak bisa.
“Apakah ia akan menghanguskan kita semua?!” kata seorang Penembak Jitu.
“Kurasa bukan!?” jawab Mark dengan tenang sambil menunjuk ke arah langit.
Kilatan listrik ungu menyambar ke atas langit sangat cepat; ke atas lingkaran biru yang dibuat oleh Komandan Pria muda. Kemudian Pria paruh baya itu mengumpulkan kilatan listrik di kedua tangannya, dan ia dorong dengan sangat kuat ke bawah.
“Sial!!! Kita harus benar-benar pergi dari sini!!” teriak Mark.
Kilatan listrik ungu itu menyelimut Meteor Besar berapi itu.
Meteor Besar berubah menjadi warna api ungu dengan kilatan merah mengelilinginya. Meteor berapi itu kemudian perlahan terdorong ke arah tebing.
Jenderal Moran dan Jenderal Sez. berusaha keras menahan Meteor Besar dengan seluruh kekuata mereka ber-dua.
“Apakah mereka akan melenyapkan semuanya?!” gumam Jenderal Sez. “Bersama dengan Robot itu?”
“Aku pikir tidak. Robot Besar itu mungkin masih bisa menggunakan Energy-shield biru ... seperti sebelum sebelumnya!!” jawab Jenderal Moran dengan cemas.
“Tapi ... Prajurit—” kata Jenderal Sez. terpotong saat dia terbatuk-batuk.