「Planet?」

MA-YONG
Chapter #15

[15] Penembak Jitu Pada Era Perang

Mark berlari menuju ke arah Batu Besar yang tak jauh darinya. Ia diikuti setengah Penembak Jitu dan beberapa Prajurit tak kasat mata.

Prajurit-prajurit tak kasat mata lalu melesat, mendahului Mark dan Penembak Jitu lainnya, mereka bergegas seperti menyiapkan sesuatu, jauh di hadapan para Penembak Jitu itu.

“Tapi Mark," kata salah satu Penembak Jitu, sambil menepuk bahu Mark di depannya. "Jenderal Moran ...”

“Tenang saja! Dia belum mati ... dan mereka tidak akan mati semudah itu!!” tegas Mark dengan kilatan tekad di matanya.

“Bukankah kita seharusnya mengerahkan seluruh kekuatan kita," tanya seorang Penembak Jitu, "Untuk melenyapkan kedua Komandan musuh itu?”

“Lagipula, 'mereka' hanya tinggal berdua!” tambah Penembak Jitu lainnya, dan Penembak Jitu lainnya mengangguk.

Mark berhenti berlari, kemudian menatap para penembak jitu di hadapannya. Ia menyipitkan matanya seolah-olah ia menatap seorang idiot.

“Lakukan apa saja yang bisa kita lakukan, sekalipun kita berada di jarak yang sangat jauh dari musuh ...." Mark menghela nafas, meratapi keidiotan rekannya. "Itulah ‘kita’ para Penembak Jitu.”

Mark lanjut menjelaskan, “Tugas ‘kita’ bukanlah berada di garis depan, tapi membantu mereka yang berada di garis depan, dengan cara apapun untuk mengganggu musuh.”

“Membuka jalur penyerang garis depan, agar mereka mudah untuk menyerang, dan melindunginya dari serangan musuh yang cukup mematikan.”

“Setengah dari kita sudah cukup untuk membantu kedua Batalion itu sampai kedua Jenderal kita pulih,” kata Mark, mengangkat bahu.

“Di Era perang ini ..., ‘kita’ bukanlah Prajurit yang bisa menghilangkan nyawa musuh dengan satu peluru! Ukir itu di kepala bodohmu!!” Mark menunjuk-nunjuk kepalanya sendiri.

“Kau kira ... ini Era dimana penjajahan manusia seperti yang tertulis di legenda?!”

“Jika seperti itu, aku sudah menjadi Jenderal Besar dan memimpin Dunia!!!”

Mark merepalkan tanganya meninju langit. “Hahaha....” Ia pun tertawa terbahak-bahak, dan membusungkan dadanya dengan bangga, membayangkan jika ia menguasai Dunia.

“Kita harus selalu memikirkan mana yang lebih kritis dan mendesak perlu kita tolong terlebih dulu!” tegas Mark dengan ekspresi serius.

Untuk seseorang yang meninggalkan rekannya dengan roket-roket masih menyerang, lalu mengoceh tentang pangeran dan putri.

Itu terdengar ...

“Ya! Seperti yang kalian pikirkan. Kita harus membantu Wanita gila itu! Kalau tidak ... aku akan jadi gumpalan daging dihajarnya setelah pertempuran ini selesai.” Mark mengigil ketakutan.

Huh?!

Para Penembak Jitu itu tertegun, setelah mendengar apa yang di katakan Mark.

Tetapi Mark tidak tidak mempedulikan reaksi mereka. Ia melesat ke arah Batu Besar di hadapannya; dengan jangkauan Batu Besar yang menurutnya cukup untuk menembaki [RbX-M2314]. Para Penembak Jitu kembali sadar, dan mengikuti Mark.

Setelah mereka semua berada di sekitar Batu Besar; mereka melompat ke atas, dan memanjatnya dengan sangat gesit dan cepat.

Sebagian Prajurit tak kasat mata masih di bawah, mereka memindai area sekitanya dan meletakan jebakan di wilayah tertentu.

Salah satu Prajurit tak kasat mata tiba-tiba muncul di hadapan para Penembak Jitu; dengan angin hijau yang mengitari tubuh tak kasat matanya perlahan menghilang. Dia terlambat karena membawa banyak alat-alat, mesin, dan barang.

Pemuda yang menyandangkan tas besar di depan tubuhnya; dan kotak peluru diikat di belakang tubuhnya, serta berbagai laras senapan, serta alat-alat mekanik perbaikan senapan lainnya terlihat menonjol keluar dari tas besar itu.

“Kamu anak baru!” seru salah satu Penembak Jitu, menunjuk Pemuda itu. “Bergerak cepat!!”

“Ya, Pak!” jawab Pemuda itu. Dia tergesa-gesa mengeluarkan dan menyusun ratusan batch peluru dari kotak peluru yang dia bawa.

Pemuda itu kemudian memindai sekitarnya dengan alat berbentuk nampan, yang dia pindaikan ke wilayah sekitarnya, untuk memastikan tidak ada musuh yang menyelinap dari belakang atau arah lainnya.

Lalu, dia merasakan arah angin dan suhu di sekitar Gurun menggunakan Energy yang di pancarkannya. Lalu Pemuda itu pun memperhitungkan jarak musuh mereka berada.

“Lapor pak! Angin menghembus ke arah tenggara ... dengan kecepatan lebih dari 53 mph atau 85 kilometer per jam!” Pemuda itu kemudian mempersiapkan titik-titik penyimpanan senapan, yang ditandainya menggunakan kapur.

Dengan cepat, Pemuda itu mempersiapkan seluruh batch peluru yang telah dia perhitungkan, dan dia susun secara berurutan, lalu dia bagikan ke setiap Penembak Jitu.

Salah satu Penembak Jitu yang menerima batch peluru itu mengerutkan kening, dan berkata, “Kita menggunakan SS-99 di awal?”

Lihat selengkapnya