Untuk memasukkan gagasan-gagasan Montessori ke dalam lingkungan keluarga, Anda perlu memiliki pengetahuan tentang filosofi dasar Montessori untuk perkembangan anak. Seperti yang akan Anda baca dalam buku ini, filosofi Montessori tidak jauh berbeda dari yang diungkapkan oleh ahli-ahli modern. Begitu istilah-istilahnya dijelaskan, Anda akan mudah menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari.
Maria Montessori mendapatkan gagasan tentang bagaimana menangani dan mendidik anak-anak, dari hasil pengamatannya pada mereka dalam tahap perkembangan yang berbeda-beda, dan dari penjelasannya terhadap anak-anak dari kebudayaan yang berbeda-beda. Dia mengidentifikasi apa yang dilihat bahwa secara umum terdapat karakteristik universal yang dijumpai pada masa kanak-kanak, tidak peduli dari mana anak itu lahir ataupun bagaimana mereka dibesarkan. Dia kemudian berusaha menjadi penerjemah untuk anak-anak, mengajak orang tua untuk mengadopsi pendekatan baru untuk mereka, dan memperlakukan periode anak-anak sebagai sebuah kesatuan tersendiri, tidak hanya sebagai persiapan untuk menuju dewasa.
Karakteristik universal tersebut dirangkum sebagai berikut.
- Semua anak memiliki pikiran yang mudah menyerap informasi.
- Semua anak melewati periode yang sensitif.
- Semua anak ingin belajar.
- Semua anak belajar melalui bermain atau melakukan sesuatu.
- Semua anak melewati beberapa tahap perkembangan.
- Semua anak ingin menjadi mandiri.
Dari karakteristik inilah secara bersama-sama membentuk sebuah inti dari penerapan metode Montessori, dan ini akan berguna untuk melihat setiap detailnya.
PIKIRAN YANG MUDAH MENYERAP INFORMASI
Seorang anak pada dasarnya berbeda dengan orang dewasa dalam hal cara mereka belajar. Anak-anak mempunyai—yang Montessori sebut, absorbent mind, pikiran yang secara tidak sadar menyerap informasi dari lingkungan, mempelajarinya dengan kecepatan tinggi. Kapasitas untuk belajar dengan cara ini pada anak yang masih kecil berlangsung kurang lebih selama enam tahun pertama dalam kehidupannya.
Selama ini, yang terekam dalam pikiran anak akan membentuknya, kemudian memberi dampak pada perkembangannya masa datang. Oleh karena itu, setiap pengalaman awal sangatlah penting. Hal ini terutama pada fase pertama, yaitu pikiran yang mudah menyerap—dari lahir sampai usia 3 tahun, ketika kesadaran belajarnya belum mulai muncul.
Contohnya, cara seorang anak belajar bahasa. Orang tua tidak mengajarinya karena bahasa tidak diperoleh dengan usaha, dan biasanya terekam begitu saja. Yang lebih tidak kentara, dia juga mempelajari norma sosial dan kultural dari kelompoknya dengan cara seperti ini. Bayi yang lahir di Tiongkok, Amerika, Afrika, atau Eropa akan sama saat lahir, kecuali mungkin beberapa karakteristik wajah atau warna kulit. Namun, dalam beberapa tahun pertama, dan dapat dipastikan sampai usia 6 tahun, mereka telah belajar untuk berbicara bahasa ibu serta mereka akan menunjukkan tingkah laku yang berbeda sesuai dengan kelompok sosial dan budaya mereka sendiri.
Pikiran yang Sadar
Pada fase kedua, usia 3—6 tahun, pikiran anak masih mudah “menyerap”, tetapi “kesadaran” mulai muncul. Hadirnya kesadaran ini diperoleh sebagian dari pengetahuan dan sebagian lagi dari bahasa. Pada saat ini juga, “kehendaknya” mulai muncul.
Dengan kemampuan untuk mengendalikan tindakan—dan tentu saja, kemampuan untuk berkata “tidak”, dia sekarang terlihat tahu apa yang diinginkan dan tidak akan ragu untuk mencoba mendapatkannya dengan caranya sendiri. Pada fase ini juga sebuah keterampilan baru diperoleh dengan cepat dan mudah. Jangan kaget ketika Anda dihujani pertanyaan tak berujung, dari “mengapa” hingga “bagaimana”. Pikirannya masih akan terus menyerap, tetapi sekarang menunjukkan sebuah kesadaran yang haus akan pengetahuan.
Dari apa yang sudah saya sebutkan, jangan mengasumsikan bahwa seorang anak pada usia ini mempunyai pikiran seperti kertas kosong atau perahu kosong yang akan terisi secara bertahap, menyerap tanpa pandang bulu dari dunia luar. Proses pembelajaran selama periode ini adalah aktif, bukan pasif. Anak Anda mempunyai dorongan dan energi sejak lahir untuk menyatakan pendapat akan apa yang terjadi, bukan seperti sebuah blueprint. Oleh sebab itu, untuk sekarang ini lebih baik jika Anda mencoba memberinya kebebasan sebanyak mungkin karena dari situlah Anda bisa mengetahui apa yang paling membuatnya tertarik akan suatu hal. Hanya dengan kebebasan inilah dia bisa mengembangkan potensi dalam dirinya secara utuh.
Semua ini akan berjalan sangat baik di dalam lingkungan yang terkontrol, seperti di taman kanak-kanak, tetapi banyak orang tua merasa gagasan ini sangat sulit diberlakukan di rumah. Dari lahir sampai usia 6 tahun adalah periode ketika anak-anak paling rentan terhadap bahaya dan juga ketika mereka membutuhkan perlindungan yang paling besar. Akan lebih mudah bagi Anda untuk mengatakan “jangan”, “jangan menyentuh” atau “jangan melakukan itu”, dan sebagainya, sampai Anda merasa bahwa dia cukup besar untuk tahu bahwa hal tersebut aman, mana yang benar, dan mana yang salah. Meskipun demikian, Maria Montessori menemukan bahwa dengan bimbingan yang tepat, seorang anak dapat diajari tentang keselamatan pada usia yang cukup dini.
Anda akan melihat bagaimana rumah bisa diatur untuk memberi anak-anak lebih banyak kebebasan. Ada banyak permainan dan aktivitas yang bisa membantu Anda mengajari balita atau anak kecil untuk menangani sesuatu dengan hati-hati, seperti panci, peralatan listrik, dan sebagainya. Ketika menerapkan gagasan Montessori, Anda akan membantu anak-anak untuk mengembangkan disiplin diri yang akan dia perlukan dalam mengatasi ataupun menghindari masalah.
PERIODE SENSITIF
Dari pengamatannya pada anak-anak, Montessori mendapati bahwa anak-anak melewati fase ketika mereka mengulang aktivitas lagi dan lagi tanpa alasan yang jelas. Mereka sangat terpikat dengan apa yang mereka kerjakan, dan untuk saat itu hanya itu yang menarik bagi mereka.
Ini mudah untuk diamati. Pada perjalanan belanja menuju supermarket misalnya, Anda mungkin mendapati bahwa anak Anda yang berusia 2 tahun ingin menyentuh apa pun yang dia lihat. Dia akan menuju rak-rak, mengambil sesuatu, melihatnya, merasakannya, berbalik, mencoba untuk menemukan apa fungsi benda tersebut dan apa yang bisa dilakukan dengannya. Dia mungkin melakukan ini lagi dan lagi, lalu Anda mungkin akan sulit mengajaknya pergi ketika sedang buru-buru pulang, dan hasilnya adalah pertentangan yang sangat biasa kita lihat. Pada situasi seperti ini akan sangat membantu untuk mengetahui bahwa anak Anda sebenarnya tidak benar-benar “nakal”, tetapi menurut Montessori, mereka menunjukkan kecenderungannya untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan baru melalui indranya. Dia perlu mengeksplorasi semuanya, dan begitulah cara mereka belajar. Dalam istilah Montessori, ini adalah “periode sensitif”.
Begitu mereka telah mendapatkan pengetahuan yang cukup dari sekelilingnya, fase ini akan berlalu dan tidak ada lagi keinginan tak terkontrol untuk menyentuh apa pun. Namun, jika terlalu banyak larangan pada anak dan naluri alamiahnya dihalangi, anak akan berperilaku tantrum. Sikap ini muncul karena dia ingin Anda tahu akan apa yang diinginkannya, bahwa kebutuhannya untuk belajar belum terpuaskan.
Montessori mengidentifikasi enam periode sensitif sebagai berikut:
- sensitif pada keteraturan;
- sensitif pada bahasa;
- sensitif pada berjalan kaki;
- sensitif pada aspek sosial kehidupan;
- sensitif pada benda kecil;
- sensitif pada belajar melalui indra.
Sensitif pada Keteraturan
Sensitif pada keteraturan muncul pada tahun pertama, bahkan mungkin pada bulan pertama, dari hidup dan berlanjut sampai tahun kedua. Selama masa ini bayi dan anak-anak mencoba untuk memilah dan mengelompokkan semua pengalaman mereka, dan akan lebih mudah bagi mereka untuk melakukan hal ini jika ada semacam keteraturan dalam hidup mereka.