"Laras, udah ambil gaji?" tanya Pak Sodikin saat aku masih duduk malas-malasan di meja counter dealer motor satu hati.
"Belum, Pak!"
"Kenapa?"
"Nggak target, aku males mau ambil. Uangnya dikit."
"Eh, udah tiga bulan, kan?"
"Hu um," sahutku singkat sembari menyandarkan kepala pada meja.
"Udah dapet gaji UMR Sayang .... "
"Ih, Pak Sodik. Nggak mau di panggil sayang-sayang. Apa-apaan, nanti aku kena setrap bininya loh!"
"Huh! Iya iya."
Pak Sodikin melengos pergi.
Namaku Larasati. Kerja di dealer ini tanpa sengaja. Pas aku bayar angsuran motor Bapakku, tiba-tiba ditawarin kerja, padahal ijasah belum turun dari sekolah. Nanti aja, susulan ajazahnya, kata HRD perusahaan saat itu. Aku oke sajalah, ratusan orang mengantri mau kerja di kantor ini. Kebetulan aku yang dapat tawaran, katanya karena wajahku yang manis. Ya elah, ya Alhamdulillah ....
Aku sedang tak bersemangat ambil gaji. Tapi, kalau dipikir-pikir, apa yang dikatakan Pak Sodikin, sopir ekpedisi tadi, ada benarnya juga. Aku kan sudah tiga bulan kerja di sini, jadi seharusnya gaji sudah UMR dong. Aku segera berdiri, merapikan rambut dengan jari. Menarik rok selutut yang agak naik ke atas paha. Kemudian membenarkan kemeja pres body yang aku kenakan.