"Mesum?" tanya Hani mengerutkan dahi.
"Iya, belum apa-apa dia dah mau cium, Pegang-pegang tangan. Ngajak makan di deket hotel. Cowok kayak begitu, males aku." Aku kembali fokus menatap jalanan.
Kami sedang duduk di teras depan rumah. Melihat kendaraan yang berlalu lalang.
"Iya, sih. Emang banyak cewek curhat ke aku nangis-nangis kalau abis putus sama dia. Setiap kali abis diajak Nina Bobo, pasti setelahnya putus."
"Nah kan! Kan! Kan! Jadi kamu tau?" tanyaku melotot ke arah Hani. Ia mengangguk takut. "Wah, tega banget! Cowok mesum gitu mau dikasih ke aku? Kamu sahabat aku bukan sih?"
"Aku pikir nggak apa-apa, biasa aja. Pacar kamu kan banyak, Ras." Alasannya.
"Bukan pacar, temen deket aja. Kalau pun iya pacar, yang mesum langsung aku eliminasi. Buat apa punya pacar kalau mau enaknya doang. Emang perempuan itu sampah? Habis manis sepah dibuang."
Aku membuang muka, menunjukkan kemurkaanku pada teman sepermainan ini. Hani duduk lebih mendekat, ia memegang lenganku dengan ke dua tangan, cukup erat sambil menatap.
"Larasati Gayatri Aziza Putri."
"Apa?" sahutku tanpa menoleh ke arahnya.
"Jalan satu kali aja sama dia, ya!"
"Apa-apaan?" Aku makin melotot menoleh ke arahnya. Seperti kucing yang minta makan, mukanya memelas, minta dikasihani
"Dia udah kasih aku uang lima ratus ribu buat comblangin kalian." Hani mengaku sambil memejamkan mata, kuat.
"Kamu maksa aku?" Hani menggeleng. "Jadi kamu ngejual nama persahabatan kita demi uang seharga Rp. 500.000,-?" Hani menggeleng lebih cepat. "Jadi apa ini namanya?"
"Dia cuma minta comblangin. Itu aja," jawabnya lemah tanpa tenaga.
Banyak kasus seperti ini di luar sana. Teman, yang kita percaya malah menjerumuskan demi lembaran uang. Hani adalah contoh dari ribuan teman super tega yang ada di dunia. Untung sayang, kalau nggak udah putus hubungan persahabatan.
"Kembaliin uang dia," pintaku mengalihkan pandangan.