Tikus berusaha bersembunyi dari kucing begitupula kucing mencoba mencarinya dengan terus mengaiskan cakarnya pada lubang kecil kayu tempat tikus itu melarikan diri. Malam hari yang suram langit mendung, mungkin akan hujan. Ini bisa menjadi alasan Eben untuk tidak pulang, dia bisa menghindar dari iblis jahat yang ada di rumahnya. Tetapi pikirannya mengatakan hal lain. Di rumah kecilnya masih ada ibu dan adiknya. Mereka yang akan terkena imbasnya.
Dia kembali memandang kucing itu yang terus mengais dan tak lama kucing itu melangkah menjauh, menunggu agak jauh sekitar satu meter dari lubang kecil perlindungan tikus. Kucing itu merundukkan kepalanya memicingkan matanya. Tak perlu waktu lama tikus itu keluar dengan cepat dan penantian kucing tak sia-sia akhirnya. Kucing itu melompat dan menancapkan cakarnya, menekan tikus itu ke tanah. Tak bergerak. Eben sudah bisa mengira seperti itulah nasibnya. Seberapa keras pun dia berusaha dia akan kembali juga ke rumah, di mana kucing itu menunggunya, siap menancapkan cakar dan menekannya ke tanah untuk dicabik-cabik. Hanya dicabik-cabik saja. Hingga lemas atau mati. Saat dia sudah tidak sadarkan diri kucing itu beristirahat.
Waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 pm. Bajunya juga sudah kumal dan bau keringat menjadi parfum bagi tubuhnya. Perutnya keroncongan belum makan sejak siang tadi. Eben sebenarnya sudah mengumpulkan niat untuk kabur dari rumahnya tetapi hati kecilnya tidak bisa membiarkan ibu dan adiknya semakin sengsara.
Eben juga lelah bila bersekolah. Oleh karena itu, dia membolos seharian. Dia lelah berurusan dengan anak-anak kurang ajar yang terus menghina dirinya. Eben tidak siap menerima konsekuensi lagi bila ada keributan untuk kesekian kalinya. Pukulan dari ayahnya dan resiko dikeluarkan dari sekolah, sudah cukup untuk membuatnya merefleksikan segala perbuatannya kini. Eben diajarkan untuk menerima hinaan meski sakit. Dengan terpaksa dia lakukan.
Seharian dia berjalan-jalan di alun-alun kota hanya duduk, kemudian bermain dengan anak pedagang asongan yang tengah beristirahat di sana. Betapa gembiranya anak itu meskipun ayahnya hanya pedagang asongan. Ayahnya begitu menjaganya bahkan ketika anaknya jatuh dari perosotan dia pun segera bergegas mendekat dan memarahi perosotan. Aneh memang, tetapi itulah kasih sayang yang dia harapkan selama ini.