Playlist Patah Hati Kalingga

irma nur azizah
Chapter #6

Sweet But Psycho

Sudah dua hari Kalingga tidak masuk kerja karena migrain. Di hari ketiga sebenarnya ia sudah bisa untuk masuk kerja seperti sedia kala, namun ia malah memperpanjang cutinya selama tiga hari ke depan. Untuk menenangkan diri, katanya. Yang kemudian diledek habis-habisan oleh rekan kerjanya.

“Cielah, cuti patah hati nih yee,” ledek Fauzan, yang lebih sering dipanggil Ojan oleh teman-temannya; ketika Kalingga memberitahu perihal cutinya melalui telepon.

“Berisik lo, ah. Baik-baik di kantor. Jangan berulah mentang-mentang sendirian. Gue gak mau ya pas masuk nanti Bu Mina ngeluh macem-macem,” ancam Kalingga.

“Nggak lah, emang gue mau ngapain sih, Ga? Btw, gue nggak sendirian kali. Anak baru itu udah masuk.”

“Oh iya, tim kita nambah personil baru ya.  Gimana anaknya menurut lo?” Kalingga memang melewatkan sesi perkenalan dengan anggota barunya Senin kemarin saat ia absen. Padahal di grup Whatsapp kantornya juga Bu Mina selaku HRD sudah memperkenalkan karyawan baru itu kepada seluruh tim, tapi sepertinya Kalingga abai.

So far so good sih. Yang paling penting anaknya cute dan fresh gitu lah kesannya.”

“Loh, cewek?” tanya Kalingga dengan heran.

“Ho’oh. Seumuran sama kita kok. Lo pasti nanti langsung akrab deh, anaknya easy going kalo gue liat.”

"Hmmm, ya udah deh, nanti juga ketemu hari Senin depan,” ujar Kalingga mengakhiri pembicaraannya. Kalingga sedikit terhenyak karena heran, tak biasanya Bu Mina merekrut karyawan perempuan ke dalam divisi konten. Alasannya adalah karena divisi konten khususnya tim yang dipimpin oleh Kalingga bertanggung jawab untuk mengisi konten-konten di berbagai media yang terkadang jam kerjanya tak manusiawi. Bu Mina tidak tega jika nanti karyawan perempuannya harus lembur sampai larut malam, menurutnya fisik perempuan itu tak sekuat fisik laki-laki.

“Apa Bu Mina kepepet banget kali ya sampe akhirnya mau ngerekrut karyawan perempuan.” Kalingga masih sibuk memikirkan berbagai kemungkinannya. “Ah, udahlah. Bu Mina pasti punya alasan, liat aja Senin nanti,” kata Kalingga sambil meraih laptop yang sedang diisi dayanya di sudut meja kerjanya.

Alasan sebenarnya Kalingga memperpanjang masa cutinya adalah karena ia ingin menenangkan diri  dari segala kepenatan yang melanda batinnya beberapa hari terakhir. Seperti yang Hara katakan, jika bukan karena pandemi dirinya pasti saat ini sudah berada entah di Banyuwangi atau Canggu. Tapi sayangnya ia terjebak di ibukota. Sebenarnya ia ingin sekali keliling ibukota sambil menaiki transportasi umum, sekedar berjalan-jalan tanpa tujuan juga tak apa. Yang penting ia bisa keluar dari kamar yang lama-lama terasa seperti penjara baginya. Tapi ia mengurungkan niatnya ketika menyadari bahwa kegiatan itu adalah rutinitasnya bersama Anin, sang mantan pacar saat mereka masih berpacaran. Yang ada bukannya refreshing agar ia cepat move on, nanti malah ia semakin galau karena teringat kenangan-kenangan yang pernah mereka buat di sudut-sudut ibukota.

Tempat favoritnya kedua setelah gunung atau pantai; yaitu tempat karaoke juga masih tutup. Untuk itulah selama tiga hari terakhir Kalingga menyibukkan diri untuk menonton seluruh watchlist di aplikasi streaming servicenya yang sudah menumpuk sejak tahun lalu. Sambil sesekali menyelami kanal Youtube untuk menonton cuplikan-cuplikan konser penyanyi ternama favoritnya. Sang mama kadang terheran-heran ketika ia melihat bujangnya sedang asyik menyenandungkan lagu-lagu bernada sendu sambil memakai pakaian tidurnya, tentu saja belum mandi.

“Orang patah hati emang kelakuannya aneh-aneh,” keluh sang mama.

---

Kata orang cara termudah menghabiskan waktu adalah dengan cara menonton satu acara terus-menerus. Kata-kata itu terbukti nyata untuk Kalingga, ia baru menyadari bahwa akhir pekan sudah akan habis saat sang mama masuk ke kamar untuk menyerahkan pakaian kerjanya yang sudah rapi disetrika. Ia langsung melirik kalender di ponselnya untuk memastikan hari apa saat ini karena ia begitu intens menonton sampai lupa waktu.

“Anjir besok Senin,” kata Kalingga seraya mengarahkan kursor ke tulisan episode selanjutnya. Sang mama lagi-lagi geleng-geleng kepala saat melihat kelakuan bujangnya.

Pagi datang begitu cepat, rasanya Kalingga baru beberapa menit memejamkan matanya sampai akhirnya suara alarm di ponselnya berdering dengan lantang. Dengan ogah-ogahan ia bangkit dari ranjang sambil mematikan alarmnya. Ia menguap lebar-lebar sambil meregangkan tubuhnya. Sejujurnya ia masih sangat mengantuk. Ia nekat menyelesaikan seluruh episode serial yang sedang diikutinya semalam dan kini ia sedikit menyesal. Matanya terasa berat sekali dan tubuhnya entah kenapa terasa lelah padahal tiga hari terakhir ini ia tak banyak melakukan aktivitas fisik. Akhirnya Kalingga memaksakan dirinya untuk berjalan menuju kamar mandi sambil menyambar handuknya. Ia berharap suhu air di pagi yang sejuk ini dapat menyegarkan dirinya.

Kalingga sedang memerhatikan ruangan kantornya dengan seksama, atau lebih tepatnya, memerhatikan sosok yang ada di sana. Kalingga melirik jam dinding hadiah dari bank yang tergantung di dinding sebelah kirinya. Waktu menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh menit, masih ada waktu tiga puluh menit lagi sampai waktu kerja yang sebenarnya dimulai. Kalingga sedikit terheran, selama ini biasanya hanya dirinya yang ada di ruangan sepagi itu. Ia memang lebih suka berangkat kerja pagi-pagi sekali saat matahari belum begitu terik menyingsing. Tapi kali ini kehadirannya sudah didahului oleh seorang gadis.

Gadis berambut sebahu itu tengah membelakangi dirinya. Ia tampak sedang serius menata mejanya sampai-sampai tak menyadari kehadiran Kalingga; yang sedang memerhatikan gerak-gerik gadis itu sambil bersandar di ambang pintu. Kalingga tersenyum geli saat melihat gadis itu sedang sibuk menata pot bunga imitasi di atas CPUnya dan menjejerkan beberapa mini action figure yang Kalingga yakin gadis itu peroleh dari kedai makanan cepat saji ternama.

“Kayaknya gue tau alasan kenapa Ojan bilang anak baru itu imut,” gumam Kalingga pada dirinya sendiri sambil menyesap kopi yang sejak tadi dipegangnya.

Derap-derap langkah kaki mulai ramai terdengar, sepertinya beberapa karyawan mulai berdatangan. Sementara sang gadis masih asyik beres-beres sambil sesekali bersenandung dan menari-nari kecil.

“Eh, tuan muda udah masuk lagi!” seru Fauzan usil sambil merangkul Kalingga dengan semangat. Di belakangnya, Bu Mina juga turut menyapanya.

“Hai, Ling. Udah siap untuk kerja lagi?” tanya Bu Mina dengan ramah. Kalingga hanya mengangguk sopan sambil mengisyaratkan kedua rekan kerjanya untuk turut memperhatikan gadis itu.

“Biarin. Biar semangat,” kata Bu Mina sambil tersenyum lalu berjalan menuju ruangannya. Fauzan perlahan menghampiri gadis itu, ia ingin mengusilinya dengan cara mengejutkannya. Di belakangnya Kalingga hanya geleng-geleng kepala sambil berpikir kenapa postur tubuh gadis ini terasa sangat familiar.

“KEBAKARANNN!” teriak Fauzan di telinga gadis itu sambil menarik earphone yang dipakainya. Terkejut, gadis itu reflek memukul Fauzan dengan staples.

“Bego banget jadi orang! Kalo gue jantungan gimana?!” omel gadis itu dengan suara nyaring. Kalingga sedikit terkejut saat mendengarnya karena suara itu sangat tidak asing bagi indera penderngarnya.

“Freya?” panggil Kalingga dengan nada terkejut. Gadis yang dipanggil namanya tak kalah terkejut. Ia membeku dan matanya membulat. Ia membalikkan badannya dengan tergesa lalu memasang wajah kaget tak percaya. Kedua tangannya menutupi mulutnya yang terngaga lebar.

“Kalingga???!!!” seru gadis yang bernama Freya itu.

Wait, kalian saling kenal?” tanya Fauzan sedikit heran.

“Jadi Angga yang lo maksud itu Lingga? Kalingga??” serbu Freya kepada Fauzan. Memang di kantor ini hanya Fauzan yang memanggil Kalingga dengan sebutan Angga. Fauzan mengangguk ketakutan.

“Huh! Kalo gue minta resign sekarang bakal kena pinalti ya?” keluh Freya sama sekali tak nyambung dengan konteks pembicaraan saat ini.

“Kenapa resign? Lo kan baru masuk,” sahut Fauzan dengan polos.

“Gue nggak nyangka bakal sekantor, bahkan jadi anak buah dari cowok yang udah ngancurin hati partner kerja gue di kantor sebelumnya!” seru Freya dengan nada jengkel. Ia berjalan menghampiri Kalingga yang masih bersandar di ambang pintu. Freya melipat kedua tangannya lalu memasang tampang sebal kepada Kalingga.

“Cowok pengecut! Gara-gara lo ga berani nikahin Anin, sekarang partner kesayangan gue itu patah hati sampe nangis berhari-hari tau nggak!” seru Freya dengan berang.

Partner kesayangan? Please deh jangan lebay, kalian tuh saingan. Kalian bahkan sering berselisih. Anin sering cerita tentang lo tau nggak. Katanya lo nyebelin, ternyata bener,” seru Kalingga tak kalah sewot.

“Kami emang kadang berselisih, tapi kami emang berteman deket kok,” bela Freya. Kalingga melewatinya sambil mencibir, “ya ya ya. Terserah apa kata lo deh. Intinya, lo jadi anak buah gue sekarang. Lo harus terima itu.”

“Huh, kalo ga inget cicilan gue udah masukin surat pengunduran diri tau nggak!” Freya masih terdengar sangat jengkel.

Lihat selengkapnya