Playlist Patah Hati Kalingga

irma nur azizah
Chapter #16

Rumour Has It

Sore itu, Kalingga terlihat sedang sangat serius menatap layar komputernya. Matanya bergerak mengikuti jalinan-jalinan paragraf yang sedang ia baca. Satu tangannya sibuk menopang dagu, sementara tangan yang satunya tak lepas memegang mouse; siaga untuk segera menggeser halaman demi halaman dari apa yang sedang ia baca. 

Sementara di hadapan Kalingga, Freya dan Fauzan tengah mengamatinya dengan wajah cemas. Setiap kali ekspresi wajah Kalingga berubah ketika sedang membaca; entah itu hanya sebatas mengernyitkan dahi, menaikkan alisnya atau membulatkan matanya lantaran cukup terkejut dengan apa yang sedang dibacanya, Freya dan Fauzan akan saling melempar pandang dengan gugup. Layaknya mahasiswa tingkat akhir yang sedang menunggu skripsinya sedang dinilai oleh dosen pembimbingnya, mereka berdua cemas akan pendapat Kalingga atas apa yang sedang dibacanya.

Well?” tanya Freya begitu melihat Kalingga menjauh dari layar komputer dan memusatkan perhatiannya kepada Freya dan Fauzan di hadapannya. Kalingga mengangkat telunjuk kanannya, mengisyaratkan untuk diberi jeda. Wajahnya tampak seperti sedang berpikir serius.

Memenuhi janjinya pada Kalingga, sore itu akhirnya Freya memberikan akses kepada Kalingga untuk membaca cerita buatannya yang dimuat di sebuah website khusus. Sebenarnya Freya ragu, karena ia yakin benar bahwa apa yang ditulisnya sama sekali bukan seleranya Kalingga. Selain itu, Freya juga takut Kalingga akan berpikiran macam-macam ketika membaca hasil tulisannya, karena bisa dibilang apa yang ditulis Freya adalah sesuatu yang cukup "berani". Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, dibantu oleh saran Fauzan dan terbebani dengan janjinya kepada Kalingga di malam itu; Freya akhirnya memilihkan satu tulisannya yang menurutnya cukup “ringan” untuk dibaca oleh seseorang seperti Kalingga.

“Lo itu kayak kombinasi dari S Mara Gd dan Freddy Siswanto, Fey,” ujar Kalingga pada akhirnya. Lagi-lagi Freya dan Fauzan hanya saling melempar pandang, karena mereka sama sekali tak paham akan apa yang baru saja Kalingga ucapkan.

Kalingga terheran saat melihat reaksi kedua temannya itu yang tak sesuai dengan dugaannya. “Itu pujian loh. Kok tampang kalian kayak orang bingung gitu sih?” 

“Oh,” sahut Freya lega tapi masih belum bisa menghilangkan ekspresi bingungnya.

"Tunggu, lo berdua nggak pernah denger nama itu?” tanya Kalingga. Freya dan Fauzan kompak menggelengkan kepalanya. Sementara itu Kalingga terlihat sangat terkejut.

Aren’t you supposed to be a heavy reader, Jan? Mustahil banget lo gak pernah denger nama itu?” cecar Kalingga dengan penuh rasa tak percaya. Pasalnya ia telah mengenal Fauzan cukup lama untuk mengetahui bahwa Fauzan adalah tipe pembaca yang berat. Hampir seluruh jenis bacaan dilahapnya, mulai dari penulis-penulis terkenal sampai ke penulis yang bahkan Kalingga tak pernah tahu namanya.

Yeah, I’m a heavy reader. But, hello, I’m also 25 years old. Orang yang lo bicarakan ini, mereka dari era mana sih?” sahut Fauzan dengan berlebihan, seolah-olah dirinya dan Kalingga berasal dari garis waktu yang berbeda. 

“Oh, ya emang penulis jadul sih. Tahun delapan puluhan kalo gak salah. Nyokap gue punya koleksi novel mereka lengkap, makanya gue tau,” ujar Kalingga yang langsung tersadar bahwa jika bukan karena koleksi buku sang mama, dirinya pun akan sama tak tahunya seperti Fauzan.

“Hmm, pantes,” gumam Fauzan.

“Jadi, lo udah sering baca karyanya mereka ya, Ling? Lo sampe bisa bilang kayak begitu tadi. Am I that good?” tanya Freya dengan hati-hati. Ia tak ingin terdengar terlalu percaya diri.

“Oh, ya! Gue sering banget baca karya mereka. Dulu sih, sekarang udah jarang. Dan ya, karya mereka bagus-bagus kok. Bahkan setau gue ada karya mereka yang diangkat jadi film atau sinetron kalo nggak salah,” balas Kalingga dengan antusias. Freya sedikit berbinar mendengarnya.

“Tunggu, maksud lo soal Freya yang kayak kombinasi mereka berdua apaan, Ling? Gaya penulisannya?” tanya Fauzan dengan penasaran.

“Oh bukan. Gaya penulisannya beda banget. Punya Fey lebih modern jadi gue lebih bisa relate. Maksud gue adalah tema tulisan yang lo ambil, Fey,” jelas Kalingga yang malah membuat Freya terlihat cemas.

“Yaitu?” pancing Fauzan.

“Hmm yang gue baca barusan kan ceritanya tentang detektif tapi ada unsur eksplisit ke arah konten dewasa ya. Sedikit vulgar gitu. Nah, itu maksud gue, Fey. S Mara Gd itu penulis yang terkenal sama tema cerita detektifnya. Sementara Freddy Siswanto itu terkenal akan karyanya yang cenderung sensual,” sambung Kalingga.

“Ooh, haha,” ucap Freya sambil meringis. Bagus, baru tulisan yang menurutnya paling ringan saja Kalingga sudah mengecapnya eksplisit dan vulgar. Bagaimana jika Kalingga membaca tulisannya yang lain? Entah cap apalagi yang akan diberikan oleh Kalingga, batin Freya. Ia menatap Fauzan dengan nanar, berharap dukungan darinya. Tapi sepertinya Fauzan punya pendapat lain.

“Tunggu, lo bilang tadi lo udah sering baca karyanya mereka. Artinya lo udah nggak asing dong sama jenis tulisan kayak begini?” tanya Fauzan. Kalingga mengangguk.

“Kayaknya gue pertama baca pas masih SMA deh, waktu itu ada tugas bahasa untuk menganalisis novel-novel lawas Indonesia. Eh, pas sekali baca gue keterusan soalnya seru. Jadilah gue baca semuanya. Untung nyokap gue koleksinya lengkap,” jawab Kalingga sambil berusaha mengingat-ingat.

“Hmh, gue nggak nyangka kalo ternyata lo demen baca begituan, Ga. Lo nggak sepolos yang kita kira ternyata,” ejek Fauzan. 

“Begituan? Kenapa dari cara lo ngomong kesannya kayak itu sesuatu yang buruk sih, Jan? Itu kan karya seni, selama gue melihatnya dari sudut pandang seni kayaknya nggak ada masalah deh,” cecar Kalingga yang terlihat kesal. Freya langsung menyikut Fauzan.

“Elo sih, jadi panjang kan,” bisik Freya kepada Fauzan.

“Dan juga, itu bisa jadi sumber pengetahuan baru … buat gue,” sambung Kalingga pelan dan sambil tersipu. Freya dan Fauzan sontak tertawa kecil, namun langsung berhenti saat Kalingga menatap mereka.

“Dan gue nggak sepolos yang kalian kira. Gue juga tau beberapa hal kali.” Kalingga mengakhiri ocehannya kemudian menyeruput minumannya.

“Iya iya, sorry,” sahut Fauzan yang merasa tak enak. Kalingga memang sedikit sensitif dan gampang emosi jika membicarakan tentang dirinya yang kerap kali dianggap belum sedewasa usia yang seharusnya.

Merasa pembicaraan telah usai, mereka kembali ke kursinya masing-masing walaupun sudah tidak ada yang bisa mereka kerjakan karena pekerjaan hari itu telah selesai. Mereka sibuk dengan kegiatannya sendiri-sendiri sementara menunggu waktu pulang; Fauzan sibuk dengan ponselnya dan Freya mulai sibuk dengan alat pemotong kukunya. Hanya Kalingga yang tak melakukan apa-apa, ia hanya duduk di kursi berputarnya sambil memegang cangkir dan menatap Freya dengan serius. Sepertinya Kalingga masih memiliki sesuatu yang ingin ia utarakan kepada gadis itu.

“Gue penasaran, kenapa lo nggak ngebolehin gue baca dari kemaren-kemaren, Fey?” tanya Kalingga. 

“Gue takut lo mikir macem-macem aja, Ling. Gue kan nggak tau kalo lo udah akrab sama jenis bacaan kaya gini. Gue takut nanti lo kaget terus malah mikir gue cewek nakal atau apalah,” sahut Freya dengan enteng.

“Pikiran gue nggak sependek itu kali, Fey,” bela Kalingga. 

“Ya baguslah kalo begitu,” timpal Freya. Tiba-tiba Kalingga menggeser kursinya ke arah Freya. 

“Lo nggak ada niat untuk nerbitin cerita ini, Fey?” Entah kenapa Kalingga terlihat antusias.

“Ngaco lo ah. Hanya karena lo dan beberapa pembaca bilang kalo tulisan gue bagus bukan berarti layak untuk terbit kan? Gue nggak pede ah.” 

“Dicoba kan nggak ada salahnya, Fey,” sahut Kalingga dengan bijak.

“Bukan cuma itu alasannya, Ga. Ceritanya Freya itu fanfiksi, bukan ide original jadi agak susah buat terbit.” Fauzan yang sejak tadi asyik bermain game di ponselnya tiba-tiba ikut menimpali.

“Maksudnya? Plagiat?” seru Kalingga.

“Duh, bukan. Plot ceritanya original, tapi karakternya nggak. Gue minjem karakter orang lain buat jadi tokoh di tulisan gue,” jelas Freya yang terlihat geregetan karena Kalingga malah salah paham.

“Kenapa begitu?”

“Soalnya gue nggak jago bikin tokoh. Terus tokoh-tokoh ini karakternya udah melekat banget jadi lebih masuk aja sama plot gue.” 

“Hmmm.” Kalingga menggumam berusaha memahami. Rumit juga ya, pikir Kalingga.”Eh, lo dibayar nggak sih, Fey?” 

“Nggak. Ini website gratis kok. Siapapun boleh nulis dan baca sesuka mereka. Bayarannya hanya pujian di kolom komentar, haha,” balas Freya.

“Waw, beruntung banget pembaca lo. Bisa dapet bacaan bagus kayak begini dengan cuma-cuma.” Kalingga tak dapat menyembunyikan kekagumannya.

“Yah begitulah. Dan percaya atau nggak ya, Ling, gue udah cukup senang dengan tanggapan pembaca gue. Gue nggak butuh apa-apa lagi, selama mereka terhibur, gue udah puas. Sangat puas bahkan,” terang Freya yang terdengar tulus.

“Hmm. Tulisan yang tulus akan selalu menemukan pembacanya. Kata-kata itu ternyata benar ya,” ucap Kalingga dengan kagum, membuat Freya jadi berbinar. 

“Terus, tokohnya minjem dari mana, Fey?” Kalingga masih penasaran.

“Eng, dari … anime … Tapi namanya gue ubah sedikit supaya lebih lokal dan masuk dengan latar tempatnya,” ucap Freya ragu-ragu.

“Hah! Finally you both have something in common,” seru Fauzan yang langsung mengundang decak bingung dari Kalingga dan Freya.

“Oh, lo suka anime juga ternyata,” sahut Freya dan Kalingga nyaris bersamaan. Fauzan akhirnya mengalihkan pandangannya dari ponselnya kepada Kalingga dan Freya. Ia menatap mereka dengan bangga sambil tersenyum ganjil. Kemudian mendadak ia bangkit dan menghampiri mereka.

“Tau gitu dari dulu gue ngapain susah payah berusaha membuat kalian akur kalo ternyata ada satu topik yang kalian berdua sama-sama suka,” ucap Fauzan sambil memegang kepala Kalingga dan Freya, seolah-olah sedang menahbiskan mereka. Kemudian Fauzan melenggang ke luar ruangan meninggalkan Kalingga dan Freya yang masih heran akan perbuatannya.

"Gue rasa temen lo sakit, Ling,” ujar Freya meledek Fauzan. Kalingga yang sependapat dengannya hanya bisa geleng-geleng kepala sambil terkikik geli. 

Apa yang dikatakan oleh Fauzan ada benarnya, berkat satu topik yang menjadi persamaan antara Kalingga dan Freya, keduanya kini terlihat lebih akur. Dimulai dari Kalingga yang hari-hari berikutnya secara rutin meminjami Freya novel-novel karya Freddy Siswanto dan S Mara Gd kepada Freya sebagai bahan referensi tambahan.

“Lo boleh pinjem dan balikin kapan aja, Fey. Pesan gue cuma satu, tolong halamannya jangan ada yang sampe terlipat ya. Nyokap gue bawel banget soal beginian soalnya. Kayaknya sih di dalem buku itu masing-masing udah ada pembatas bukunya,” ujar Kalingga sambil menyerahkan setumpuk buku kepada Freya. Gadis itu langsung antusias begitu melihat novel-novel lawas yang masih terawat dengan sangat baik itu. Sepertinya Tante Kinanti sangat telaten dalam merawat koleksinya, batin Freya.

Thanks, Ling. Tenang aja, bakal gue handle dengan sebaik mumngkin. Lo jangan khawatir,” kata Freya dengan yakin.

Kemudian hari-hari berikutnya Freya dan Kalingga jadi sering terlihat mengobrol dengan akur, tanpa perlu ada urat yang bersitegang. Yang mereka bahas apa lagi kalau bukan soal anime atau tanggapan Freya akan novel pinjamannya. Selain anime, sepertinya Kalingga dan Freya telah menemukan hal lain yang sama-sama membuat mereka tertarik. Tak sampai di situ, mereka berdua jadi sering terlihat datang bersama. Entah mereka sengaja janjian karena memang menempuh rute MRT yang sama atau kebetulan semata, yang jelas selama seminggu terakhir ini Fauzan sering sekali berpapasan dengan mereka ketika di lobby atau di lift.

Pun saat jam pulang. Mereka jadi sering pulang bersama. Kadang jika cuacanya sedang cerah, Freya akan sukarela berjalan ke stasiun MRT bersama dengan Kalingga. Sebaliknya, jika sore hari hujan turun mengguyur ibukota, Kalingga akan sukarela berbagi ongkos taksi online dengan Freya untuk menuju stasiun. Fauzan yang menyadari hal ini hanya bisa tersenyum puas dan bangga. Selama ini Fauzan sedikit merasa terganggu setiap kali Kalingga dan Freya bertengkar. Fauzan sangat senang berteman dengan mereka tetapi kadang pertengkaran mereka jadi penghalang. Fauzan takut jika Kalingga atau Freya merasa bahwa ia berpihak ke salah satu di antara mereka. Untuk itulah selama ini ia lebih banyak jadi penengah dan menjaga jarak. Tapi kali ini sepertinya ia tak perlu mengkhawatirkannya lagi. Mereka terlihat akur, walau ia sendiri tak yakin apakah ini akan bertahan lama atau tidak. Pasalnya, menurut Fauzan mereka berdua masih sama-sama kekanakkan dan masih mudah tersulut emosi.

They are a thing now?” tanya Eka dari divisi marketing kepada Fauzan ketika mereka sedang sama-sama berada di tempat fotokopi sentral. Eka dan Fauzan baru saja berpapasan Freya dan Kalingga yang sedang asyik mengobrol entah apa.

Thing?” tanya Fauzan yang tak memahami maksudnya Eka.

“Lo taulah, Jan. Couple …. “ jelas Eka sambil sibuk memilah-milah dokumen yang sedang difotokopi olehnya.

“Hah? Tom and Jerry itu jadi couple? Yang enggak-enggak aja lo, Mbak,” sanggah Fauzan. dengan yakin. Eka terlihat tak percaya.

“Mereka lagi akur karena baru nemu hal yang sama-sama disukain, Mbak. Nggak tau deh bakal awet apa nggak. Tau sendiri kan keduanya masih sama-sama bocah, nggak ada yang mau ngalah. Tunggu aja, ntar juga berantem lagi,” sambung Fauzan.

Lihat selengkapnya