Fauzan kerapkali menjuluki Kalingga dan Hara sebagai anak kembar bukan tanpa alasan. Selain karena kekompakannya, juga karena tekad mereka yang sama-sama kuat. Walau tak seambisius Kalingga, tapi ketika Hara benar-benar menginginkan sesuatu, sifat ambisiusnya akan muncul. Seperti saat ini. Hara akhirnya kembali melakukan agenda rutinnya setiap tahun baru, yaitu membuat resolusi. Setelah selama dua tahun terakhir ini Hara tak mau repot-repot memperbaruinya karena menurutnya percuma, situasi pandemi yang melanda seluruh dunia selama dua tahun terakhir ini membuat hidupnya terasa sangat monoton.
Tapi tahun ini, saat situasi perlahan-lahan menjadi normal, Hara kembali menemukan semangatnya dalam menyusun resolusi. Dan salah satu resolusinya adalah perihal jodoh. Tahun ini ia akan berusia dua puluh enam tahun. Teman-teman satu angkatannya banyak yang sudah menikah bahkan memiliki anak. Selama ini, Hara memang sama sekali tidak memusingkan perihal jodoh. Tak ada tuntutan dari pihak keluarga, pun dirinya masih senang bermain-main. Tapi tak bisa dipungkiri, perlahan-lahan hatinya mendambakan kehadiran seorang kekasih. Perlahan-lahan hatinya ingin dimiliki dan memiliki.
Mungkin sudah saatnya, pikir Hara.
Hara membulatkan tekadnya untuk maju. Ia merasa cukup percaya diri. Ia sudah tahu apa yang diinginkannya dan apa yang diinginkannya itu sudah tersedia di depan matanya. Itu adalah sosok Kalingga. Hara cukup percaya diri bahwa ia bisa menggapai Kalingga. Hara sudah merasa pantas bersanding dengan Kalingga. Kepercayaan dirinya bertambah saat mengetahui bahwa beberapa orang berpihak kepadanya. Freya dan Om Agung. Freya jelas-jelas mengatakan bahwa Hara harus menunjukkan perasaannya pada Kalingga. Sementara Om Agung saat perayaan ulang tahun Kalingga Desember lalu menyiratkan supaya Hara saja yang menjadi pacar Kalingga. Meskipun tak jelas tujuan Om Agung berkata demikian hanyalah ledekan semata atau bukan.
Apapun itu, Hara merasa sudah berada satu langkah di depan karena “restu” sudah diberikan secara tersirat.
Itu artinya Hara harus berhenti bermain-main. Saat ini Hara memang melajang. Akan tetapi ia terjebak dalam hubungan tanpa status yang konyol dengan dua orang pria, yakni Niko dan Adam. Kedua pria itu jelas-jelas mengharapkan bisa menjalin hubungan resmi dengan Hara. Akan tetapi entah kenapa kedua pria itu sama-sama belum pernah menyatakan perasaannya kepada Hara dan Hara sama sekali tak memusingkannya karena memang ia tak pernah ada rasa sama sekali terhadap keduanya. Hara memang cukup menikmati kebersamaan dengan mereka, hanya sebatas teman tentunya. Tapi rasanya kebersamaan ini tidak boleh berlanjut lebih jauh lagi jika Hara benar-benar ingin menggapai Kalingga.
Untuk itulah di suatu sore yang cerah, Hara menemui Niko dan Adam secara bersamaan. Untuk memberikan kejelasan status mereka.
“Gue tau kalian berdua sama-sama lagi ngincer gue dan gue berterima kasih untuk itu. Gue tersanjung banget bisa ditaksir sama kalian. Gue sangat menikmati saat-saat bersama kalian. Tapi maaf banget, gue nggak bisa nerusin hal ini. Ada seseorang yang lagi gue taksir. Gue takut orang itu salah paham kalo dia masih liat gue suka jalan sama kalian, terutama jalan berdua. Gue sayang sama kalian, tapi hanya sebatas teman. Maaf kalo kesannya gue ngasih harapan palsu ke kalian. Tapi kalian juga nggak pernah terang-terangan nyampein perasaan kalian ke gue sih, jadi kan gue hanya bisa menerka-nerka. Gue ngomong begini berdasarkan asumsi dan kepercayaan diri yang setinggi langit. Semoga asumsi gue bener jadi gue nggak merasa tengsin dan semoga kalian nggak ilfeel sama gue ya. Sekali lagi gue minta maaf kalo udah bikin kalian kecewa dan sakit hati. Kalo masih bersedia, gue tetep mau temenan sama kalian. Kalian salah satu teman terbaik yang pernah gue miliki.” Hara Suteja, mengatakan kalimat panjang ini dengan tegas, tanpa ada keraguan setitik pun di matanya. Gadis berzodiak Leo ini terlihat sangat tenang, padahal ia baru saja meng-friendzone kedua pria sekaligus di saat yang bersamaan.
Niko dan Adam, yang walaupun sedikit merasa kecewa dengan pernyataan dari Hara, namun tak merasa sakit hati sama sekali. Sedikit banyak mereka memang sudah menduga bahwa perasaannya kepada Hara tak terbalaskan. Mungkin itu juga yang menjadi alasan kenapa mereka tak kunjung menyatakan perasaan dan malah terjebak dalam hubungan tanpa status yang sedikit konyol ini. Mungkin mereka berprinsip nothing to lose, entahlah. Tapi setelah mendengar pernyataan dari Hara, mereka harus mengakui kekalahannya. Seperti kata Duta vokalis band Sheila on 7 dalam lagu Berhenti Berharap.
Aku pulang
Tanpa dendam
Ku terima kekalahanku.
Baik Niko maupun Adam, keduanya menerima keputusan Hara dengan lapang dada. Selain itu, mereka saling berjanji bahwa setelah ini mereka akan tetap berteman. Sebuah akhir yang bisa dibilang cukup melegakan. Hara bisa menggapai keinginannya tanpa takut kehilangan apa yang sudah dimilikinya.
Bagaikan bidak catur, saat ini posisi Hara sudah maju satu langkah lagi.
—
“Ling, fine dining yuk!” ajak Hara suatu pagi saat mereka berjalan menuju stasiun MRT bersama.
“Ada angin apa lo tiba-tiba ngajak gue fine dining, Ra?” sahut Kalingga heran. Memang ini sangat jarang terjadi, biasanya Hara hanya mengajak Kalingga makan di kafe atau restoran biasa.
“Hmm, nggak ada apa-apa sih. Kepengen aja.” Ucapan Hara terdengar ringan. Seringan langkah kakinya. Kalingga menatapnya curiga.
“Boleh dong sesekali makan yang fancy buat self reward. Bonus akhir tahun lo masih ada kan, Ling? Bonus awal tahun gue baru cair nih,” sambung Hara sambil memperlihatkan saldo di mobile bankingnya dengan bangga.
“Heh, mulai deh, kebiasaan boros dengan alasan self reward,” tegur Kalingga.
“Yaaa, kan cuma sesekali. Boleh dong.” Hara membela dirinya sambil sibuk melihat-lihat restoran incarannya. “Tuh, bagus kan, Ling. Ini tuh lagi hits banget tau. Gue pengen deh kesini juga. Selain tempatnya yang instagrammable, katanya masakannya juga enak. Head chefnya itu finalis dari ajang kompetisi memasak yang terkenal dari Australia loh.”
Walaupun sedikit enggan, akhirnya Kalingga melihat juga apa yang Hara tunjukkan. Memang tempatnya bagus dan berkelas. Bahkan hanya dengan melihat fotonya saja Kalingga sudah merasakan kesan romantis dari restoran itu. Entah kenapa ia merasa sedikit tertekan.
“Ini mah cocoknya buat dinner romantis, Ra,” kata Kalingga sambil mengembalikan ponsel Hara.
“Emang! Nah, itu dia, Ling! Kita harus cobain dulu, kan kalo suatu hari nanti kita mau ajak pasangan buat makan fancy. Kita udah ada rekomendasi. Gimana? Mau kan? Ayolah, Ling, gue kan nggak minta yang aneh-aneh. Kita makan kayak biasa aja sambil ngobrol. Kan udah lama kita nggak ngobrol berdua.” Mendadak Hara terdengar sangat bersemangat. Melihat Hara yang sudah terlanjur antusias seperti ini, Kalingga tak kuasa menolak ajakannya.
“Iya, ayo kita pergi.”
“Yes!! Kapan lo ada waktu?” tanya Hara dengan semangat yang semakin menggebu-gebu.
“Sore ini gimana? Mumpung kerjaan gue belom hectic banget,” balas Kalingga spontan.
“Heh, sore ini?” Hara terkejut. Ia tak menyangka bahwa Kalingga akan menerima ajakannya secepat ini. Padahal sebelumnya Hara menduga jika memang akan pergi, itu akan dilakukan di akhir pekan. Sekalian malam mingguan, gitu. Pikir Hara.
Yaaa, nggak apa-apa sih. Lebih cepat lebih baik. Tapi itu artinya gue harus siap-siap mengutarakan isi hati gue yang sebenarnya dong? Batin Hara.
“Iya. Kenapa?” tanya Kalingga. Gimana sih, tadi semangat banget ngajakin. Giliran udah setuju malah kaget sendiri, batin Kalingga.
“E-eh, nggak apa-apa sih, hehe. Ya udah boleh deh nanti sore ya,” sahut Hara dengan sedikit gugup.
“Ya udah lo cari aja tempat yang lo mau. Jangan lupa kalo bisa booking dulu takutnya ntar malah nggak dapet meja lagi.” Kalingga mewanti-wanti.
“Sip, beres. Ntar gue menyelami TikTok dulu ya buat liat rekomendasi.”
“Dasar budak konten,” ucap Kalingga pelan sambil geleng-geleng kepala.
—
Freya tertegun kala melihat pesan-pesan bertuliskan, “SOS”, “MAYDAY” dan “911” dikirimkan oleh Hara melalui aplikasi Whatsappnya. Khawatir gadis itu sedang berada dalam situasi yang sulit, dengan seketika Freya menelponnya.
“Ra, lo kenapa?” tanya Freya begitu Hara menerima panggilannya.
“Kalingga ada deket lo nggak?” Hara balik bertanya, suaranya terdengar sangat waspada.
“Nggak. Gue lagi di toilet. Kenapa sih? Bikin gue takut deh lo, Ra.”
“Soal omongan kita semalem, Fey,” ucap Hara masih dengan kewaspadaan yang sama.
“Ooh, soal itu. Kenapa emangnya?”
Semalam, Hara memang menelepon Freya lama sekali. Hara bercerita bahwa ia akan mengikuti saran yang diberikan oleh Freya, yaitu menunjukkan perasaan sebenarnya kepada Kalingga. Setelah bercerita bahwa Hara baru saja meng-friendzone kedua pria yang sudah lama dekat dengannya, entah kenapa gadis itu jadi panik sendiri. Ia takut jika kedua pria itu sakit hati dan malah menyumpahinya macam-macam, misalnya berdoa agar hubungan Hara dan Kalingga tak berhasil.
Hara curhat panjang lebar dan sebagai teman sekaligus orang yang memberikan saran agar Hara segera menunjukkan perasaannya, tentu saja Freya berkewajiban untuk menenangkan dan mendukung Hara.
“Kalingga setuju soal fine dining itu. Dia minta pergi hari ini, Fey. Gue panik. Gue harus apa nanti? Gue nggak nyangka akan secepat ini!” Suaranya Hara mulai terdengar panik.
“Weleh, gercep amat si Lingga.” Freya berkomentar.
“IYA KAN!!! Gue juga nggak nyangka. Padahal awalnya kayak ogah-ogahan gitu dia. Sekarang pas dia yang semangat malah gue yang panik,” keluh Hara.
“Udah, tenang. Lo ngapain panik sih, Ra. Seperti yang gue bilang semalem, lo nggak harus nembak dia, Ra. Just simply show him your feeling, your affection, whatever. Pokoknya yang ngasih sinyal kalo lo emang ada rasa sama Kalingga. Sisanya biar Kalingga yang bertindak, Ra. Kalingga kan cukup peka, masa sih dia nggak ngerti?” nasihat Freya. Di ujung telepon, terdengar Hara sedang menghela napas panjang untuk menenangkan dirinya.
“Oh iya, bener. Gue harus inget itu.”
“Do as usual. Bincang-bincang ringan. Kalo lo pinter memilih topik pembicaraan gue yakin lo pasti bisa mengutarakan perasaan tanpa terkesan terlalu blak-blakan, Ra.” Freya menambahkan.
Terlalu blak-blakan adalah sesuatu yang sangat dihindari oleh Hara. Ia takut Kalingga akan beranggapan bahwa dirinya sebagai perempuan kegatelan jika lebih dahulu menyatakan perasaan.
“Iya, gue udah nyusun topik pembicaraan kok, Fey. Semoga mulus deh nanti. Doain gue ya,” ucap Hara dengan lebih tenang.
“Gue pasti doain. Good luck, Hara. Gue tunggu ceritanya nanti ya!”
Begitu panggilan berakhir, Freya langsung menghela napas panjang sambil mengelus dadanya dan berkata :
“Yuk bisa yuk.”
—
“Gue heran deh, ini kan hari Senin dan …. “ Kalingga mengecek jam tangannya. “Baru jam lima lewat lima belas menit. Tapi restorannya udah penuh aja. Orang-orang pada bolos kerja apa gimana sih?” celetuk Kalingga saat memasuki restoran yang mereka tuju untuk fine dining.
“The power of TikTok, Ling. Restoran ini tuh hits banget tau, makanya rame terus walau weekdays.” Hara menjelaskan sambil mengikuti pramusaji yang mengantar mereka ke meja pesanannya.
“Tau nggak? Kita beruntung tau dapet tempat. Tadi sempet waiting list tuh. Eh, jam dua tadi gue ditelepon sama restonya. Ternyata ada yang cancel reservation. Kalo nggak, kita bisa nunggu lama kayak orang-orang yang di depan tadi tuh, Ling.” Hara masih menjelaskan panjang lebar.
“Pantesan,” sahut Kalingga singkat.