Please, Bloom!

Wardatul Jannah
Chapter #1

01 | Cewek Pemilik Mata yang Indah

Sebotol air mineral. Laki-laki dengan wajah tampak kurang semangat berdiri berhadapan dengan Kara di meja kasir, cuma membeli itu. Setelah membayar, tak juga pergi.

"Wajah gue kurang tampan, ya?" tanya laki-laki itu pada Kara sambil mengusap rambutnya frustrasi. "Gaji gue lumayan. Gue setia. Gue pintar. Gue baik. Apalagi yang kurang? Kenapa gue sampai ditolak? Cih!"

Laki-laki itu sedang patah hati? Sedang curhat padanya? Namun, itu sangat tidak penting bagi seorang Kara Aurelia. Baru saja Kara hendak mengusir, laki-laki itu tiba-tiba menaruh sebuket mawar merah layu ke atas meja kasir.

"Rugi kalo gue buang. Buat lo aja," pungkas laki-laki tersebut kemudian pergi dari mini market itu.

Kara tidak bisa berkata-kata lagi. Terlalu mendadak dan tak sanggup menyingkirkan buket mawar itu. Tangannya mulai bergetar. Kakinya terasa lemas. Laki-laki yang meninggalkan buket itu membuat sebuah kesalahan. Kenapa harus bunga mawar? Dan kenapa harus layu?

"Singkirkan!" teriaknya. Beberapa orang yang sedang berbelanja di mini market itu melihat ke arahnya.

Matanya berkaca-kaca. Gawat. Hanya gara-gara mawar layu itu memori menyakitkan datang lagi. Kara benci pada mawar layu. Dadanya mulai terasa sesak. Setelah bangkit dari kursi, dia berjongkok.

"Kumohon, siapa pun singkirkan bunga itu!" teriaknya lagi sambil menunduk.

"Kara lari! Kara pergilah!"

Kata-kata itu serta suara yang masih terekam jelas dalam kepalanya itu berisik sekali. Terus terulang. Kara sangat tidak suka mengingat masa lalunya. Pun tidak bisa membuang itu dari memorinya.

"Hei, lo gak apa-apa?"

Di tengah berisik dari kepalanya, Kara mendengar suara seorang pemuda di dunia nyata.

"Tolong singkirkan bunga itu!" teriaknya lagi sambil menutup telinganya.

"Oke, baiklah."

Tangannya masih gemetar. Sebisa mungkin dia mencoba untuk menenangkan diri. Menarik napas dan mengeluarkannya pelan-pelan. Setelah itu, dia beranjak dari tempat dia jongkok tadi. Bunganya sudah tidak ada lagi, tentu saja. Dia menghela napas lega. Oh iya, jangan lupakan seorang pemuda yang berdiri di seberang meja. Pasti yang menyingkirkan bunga layu itu.

Lihat selengkapnya