Tempat itu lagi. Ya, hari telah malam. Dan waktunya untuk Kara bekerja di bar lagi. Mengantarkan minuman sana-sini. Keputusannya memilih untuk tidak berhenti, dia enggan meminta uang pada pamannya. Lebih baik punya uang sendiri, sehingga tidak menyusahkan orang lain. Begitu pikirnya. Lagi pula, Kara yakin sekali kalau Fiona tidak akan suka kalau ayahnya memberi uang untuknya.
"Kara, bawa ini ke meja tiga belas." Bartender menyerahkan dua gelas minuman anggur pada Kara agar dibawakan pada pelanggan mereka yang ada di meja yang telah disebutkan.
Meskipun dalam keramaian, melewati mereka yang telah larut pada suara musik, Kara cukup telaten hingga kemungkinan tumpah minuman itu tidak besar. Dia menaruh gelas berisi minuman fermentasi anggur atau wine tersebut pada meja yang ditempati oleh dua laki-laki yang umurnya kira-kira tiga puluhan. Segera ingin pergi dari sana ketika salah satu dari mereka menatap Kara seperti tatapan singa pada mangsanya.
Kala Kara hendak pergi, laki-laki itu menarik tangan Kara.
"Hei, manis! Sampai jam berapa kerjanya? Mau bermalam denganku?" tawar laki-laki itu.
Kara menggeleng, berusaha melepaskan tangannya dengan pelan. Tidak boleh kasar, jika dia tidak ingin kehilangan pekerjaannya. Syukurlah ketika dia berhasil membebaskan tangannya.
"Maaf, saya gak bisa," tolaknya dengan wajah datar.
"Ayolah! Aku bisa bayar kamu lebih banyak dari gaji kamu di sini." Laki-laki itu semakin gencar memaksanya.
"Udahlah, anak orang gak mau sama lo," ucap teman si laki-laki itu diiringi tawa kecil.
"Pasti mau." Laki-laki itu kembali menatap Kara. "Mau gak? Aku kasih berapa pun kamu mau."
"Maaf, itu bukan pekerjaan saya. Saya pergi dulu."
Tidak lolos. Kara dihentikan lagi kala mulai melangkah, kali ini dengan rangkulan.
"Semalam aja. Gimana?" bisik laki-laki itu sensual.
"Hei! Lo gak dengar?! Dia bilang gak mau ya gak mau!" teriak seseorang tiba-tiba datang dan menarik Kara agar terbebas dari rangkulan itu.
Kara mengernyitkan keningnya sesaat. Sedang apa Erland di sana? Kenapa pemuda itu ada di sana?
"Lo siapa? Gak usah ikut campur." Laki-laki itu mendorong pelan bahu Erland.
Erland tersenyum sinis pada lawannya sambil merangkul Kara. "Gue pacar cewek manis ini. Kenapa? Tentu saja gue bakalan ikut campur. Gue gak suka milik gue disentuh laki-laki lain. Mengerti?"
Setelah berucap demikian, Erland menyeret Kara ke meja paling pojok karena di sana kosong.