BOMI
13 Juli.
“Ayo cepat, Hanazawa Sensei[1] sudah menunggu di lapangan.”
Aku segera mengikat rambutku setelah mendengar ucapan teman sekelasku yang sudah berada di ambang pintu. “Oi… boleh pinjam kalkulatormu tidak? Aku dikeluarkan dari kelas karena lupa membawa kalkulator.” ujar seseorang kepada temanku yang menungguku. “Ah, tadi kalkulatorku sudah dipinjamkan pada anak kelas lain.” jawab temanku.
“Hei Bomi! Kau bawa kalkulator kan?” tanya temanku membuat pandanganku pada cermin beralih padanya. “Ishikawa bilang ingin meminjam kalkulator.” Aku segera bangkit dan membuka tas untuk mengambil kalkulator yang baru kubeli beberapa hari yang lalu. “I.. ini.” ujarku sambil memberikan kalkulatorku pada Ishikawa. “Arigatou[2].” ujarnya lalu berjalan keluar dan berlari menuju kelasnya.
“Ayo cepat, Sensei akan menyuruh kita berlari mengelilingi lapangan bila terlambat berada di lapangan.” kata temanku pemilik mata besar dan bertubuh mungil itu, Yamaguchi Eiko.
Ddrrrttt… Drrtt…
Tiba-tiba speaker di seluruh penjuru sekolah mulai mengeluarkan deritannya, pertanda akan segera terdengar suara Wakil Kepala Sekolah yang berbicara lewat speaker. “Kepada seluruh siswa, diharapkan berkumpul di lapangan sekarang juga, sekali lagi kepada seluruh siswa diharapkan berkumpul di lapangan sekarang juga. Terimakasih.” ujar sang Wakil Kepala Sekolah membuat para siswa membuat keributan dan berhamburan keluar kelas. Kelasku yang awalnya sedang melakukan kegiatan olahraga, mau tidak mau ikut berkumpul dengan siswa yang lainnya juga.
“Jadi begini anak-anakku yang tercinta...” ujar Kepala Sekolah sambil berdiri diatas podium yang baru saja di persiapkan oleh Wakil Ketua Siswa -yang menurutku orangnya sangatlah konyol, karena ia sendiri sekelas denganku, dan sering melakukan hal-hal yang aneh- “Sekolah kita mendapatkan kehormatan untuk menjadi pembuka acara Olimpiade Olahraga dan Kesenian tingkat Distrik.”
Dalam sekejap, lapangan yang tadinya sangat damai dan hanya terdengar suara gemericik air di kolam beserta suara Kepala Sekolah yang berbicara di Mic berubah drastis menjadi sangat gaduh. “Yah, Sekolah kita di beri kesempatan untuk membuka acara tersebut yang akan diselenggarakan hari Jum’at minggu depan.” Lanjut Kepala Sekolah sambil tersenyum. “Minggu depan?” tukas seorang siswa yang berdiri tak jauh dariku. “Iya, maka dari itu, mulai hari senin nanti kalian akan berlatih sampai hari kamis. Kalian mengerti kan?”
“HAI[3]!” jawab seluruh siswa sambil bertepuk tangan meriah. Apa? Yang benar saja? Jadi maksud dari yang semua Kepala Sekolah sampaikan adalah kami harus melakukan Kolosal lagi, begitu? Jadi aku harus panas-panasan lagi dibawah terik matahari yang sangat menyengat ini? Oh no! BIG NO! Apa mereka tahu bagaimana susah payahnya membuat kulit wajahku kembali normal –putih maksudku- dan tidak ada yang namanya belang antara lengan atas dan lengan bawah? Aku harus bersusah payah hampir satu bulan untuk mengembalikannya pada warna kulit asalku. Dan sekarang, aku harus kembali berpanas-panasan ria?
“Dan Kolosal kali ini akan di siarkan langsung di stasiun Televisi.” Tambah Kepala Sekolah membuat kami semakin ribut saja. Tapi... televisi? Itu artinya aku bakal muncul di layar TV? Kalau memang seperti itu sih... tidak apa-apa hehehehehe.
Tapi... tetap saja aku akan terlihat jelek dengan warna kulitku yang kusam karena terkena cahaya matahari, huuuffft.
“Aku harap, latihan kali ini tidak akan mengambil waktu lama di lapangan.” Ujar Eiko berbisik. “Aku harap tidak ada latihan di lapangan. Semoga saja di dalam aula.” jawabku membuat ia terkekeh. “Mana mungkin Aula dibuka? Jelas-jelas aula hanya digunakan untuk upacara saja.”
“Yah... siapa tahu, kan?”
><><><><><
14 Juli
Sambil meminum minuman dingin yang baru saja ku beli di kantin, aku mengobrol dengan teman sekelasku menunggu giliran kelompokku untuk berlatih di tengah lapangan yang terasa begitu terik dan panas.
“Bomi-chan[4]” panggil seseorang membuat mataku melirik pada sumber suara. “Sebentar lagi, giliran kita.” Dengan malas-malasan, aku bangun dari posisiku yang duduk di hamparan pasir dekat lapangan. “Huh… panas-panas begini disuruh berjemur.” Keluhku sambil mengikat rambutku membentuk ekor kuda. Dari kejauhan, ternyata ada segerombolan pria yang berdiri dihadapan kami. “Mereka dari kelas mana? Kok, berdiri disana? Kita kan ingin latihan?” tanyaku bingung. “Makanya, jangan ngobrol saja, memangnya kamu tidak dengar pengumuman dari Miwaka Sensei[5]?” tanya Eiko.
Aku bahkan tidak tahu, kalau Miwaka Sensei berkoar-koar. “Tidak, memangnya pengumuman apa?” . “Iya, kita tampilnya bersama anak laki-laki dari Kelas Venus dan anak laki-laki dari Kelas Neptunus.” jawab Eiko. “Eh? Kelas Venus dan Kelas Neptunus? Yang benar?” tanyaku tidak percaya.
Yang benar saja, kalau begitu latihan kali ini akan sangat menyenangkan. Karena aku akan berlatih dengan kedua orang tampan itu! Hihihihihi…
“Hei, jangan melamun saja, Kelas Mars sudah dipanggil, kau mau kita dimarahi oleh Miwaka Sensei lagi?” tanya Eiko membuat lamunanku buyar.
Aku berjalan dengan perasaan yang sangat ringan, tentu saja, karena sebentar lagi aku akan lebih sering melihat kedua pria tampan itu di hadapanku. Yang pertama adalah Ishikawa Shinichi, dia berasal dari kelas Venus. Dia adalah pria yang jago karate, taekwondo, dan Wushu. Selain itu dia juga adalah pasukan pengibar bendera di sekolahku. Dia juga anggota OSIS, dan tentunya dia tampan. Dan kudengar, dia memiliki perut seperti papan pencuci baju, walau badannya tidak kekar.
Lain halnya dengan pria yang kedua, bernama Matsuo Ryou, dia berasal dari kelas Neptunus, yaitu kelas terakhir di antara kelas 3. Dia sangatlah tampan dan memiliki tubuh yang atletis, yah walau aku tidak tahu yang sebenarnya karena hanya dapat melihat dari jauh. Selain itu, suaranya itu lho, yaampun. Dia bahkan pernah mengikuti lomba menyanyi dan diminta untuk bernyanyi berulang-ulang oleh jurinya.
Dan sekarang, mereka berdiri tak jauh dari tempatku berdiri. Aaaah... melihat dari kejauhan saja aku sudah bahagia, apalagi dari dekat?
><><><><><
Setelah berlatih dan menghabiskan waktu lebih dari satu jam berdiri di tengah lapangan, kami di persilahkan untuk beristirahat. “Hei, kita beristirahat disamping anak musik saja yuk?” ajak Eiko sambil menarik lenganku. “Huh, dasar kau ini, Modus saja.” ujarku. Yah, sebenarnya Eiko memiliki kekasih seorang anak musik, dan mungkin ia ingin berpacaran ditengah acara latihan ini. Dasar Eiko bodoh, bisa-bisa ia dan kekasihnya akan dimarahi habis-habisan oleh Miwaka Sensei.