“Kamu Kanina?”
Kepalaku langsung mendongak ketika mendengarnya. Jantungku seakan ikut terperanjat mengikuti tubuhku. Pria itu tersenyum geli melihat aku kaget. Dia yang tadi mengobrol dengan tante berdiri di hadapanku. Badannya tegap, dan perawakannya sangat rapi. Baju kaos putihnya sangat serasi dengan jeans birunya.
“Ya...” ujarku hati-hati. Mataku menatap penuh tanya. “Siapa ya?”
“Saya Nino,” pria itu melambaikan tangan ke tubuhnya sendiri.
“Nino yang...” aku tidak menyelesaikannya, karena tidak tahu harus mengatakan apa lagi.
“Nino yang satu SMP sama kamu,” bantu pria itu dengan senyuman lebarnya.
Beberapa orang gadis terkikik dari arah pintu masuk yang tak dapat kulihat. Terdengar mereka berbincang dengan Om Bima yang berada di depan etalase makanan.
"Kamu di SMP tepi laut?" yang aku maksud adalah SMP negeri di kota ini yang memang persis berada di dekat laut. Gita bercerita, letak sekolahnya yang hampir berada di bibir pantai, membuat murid-murid terkadang berharap sekolah itu diterjang ombak di malam hari sebelum ujian.
Senyumannya begitu cerah, mungkin mengharapkan aku juga mengingat dirinya.
“Aku lupa masa-masa di sekolah, hampir nggak ingat sama sekali,” ujarku dengan rasa menyesal, memperhatikan perubahan raut wajahnya. Bukan kaget, tapi iba. “Aku kecelakaan lima tahun lalu, salah satu akibatnya aku lupa semua orang.”
Gopro yang sejak tadi terangkat, turun ke atas meja dengan sedikit bunyi ketukan. Apa itu menyala?
"Kamu suka main basket sama teman sekelas aku? Sahabatku bilang, kalau aku pernah dekat dengan cowok dari kelas sebelah waktu SMP.” Aku menyisir rambut ke belakang telinga.
Entah benar atau tidak, sepertinya pria itu tersipu malu.
"Ya, " ujarnya seraya menyuga rambut di tengkuknya. “Kamu kenapa bisa kecelakaan?” Mimiknya prihatin dan seakan merasakan kepedihan dari pertanyaannya sendiri.
Kuceritakan secara singkat apa yang terjadi padaku. Nino mengangguk-angguk dengan wajah bersedih.
"Aku udah lupa, maaf ya, " selorohku.
Segerombolan gadis jangkung dengan pakaian yang terlihat sedikit mencolok di mata, terkikik beberapa kali di belakang Nino. Mataku memperhatikan kehadiran mereka.
"Halo Nina." Salah satu gadis, menyerobot ke depan Nino dan memelukku. Kurasakan desiran aliran darah di sekujur kulitku yang bersentuhan dengan Alice. Gadis yang mengaku kenalanku juga. Dia yang mulai membuat aku berpikir kalau aku memanglah model. Karena dia adalah model aktif saat ini. Tapi dia mengaku, tidak mengenalku karena kami sama-sama model. Ada alasan lain yang ia lupa. Dia tidak ingat kapan kami berkenalan. Yang pasti dia bilang kalau kami sering nongkrong bersama dahulu.
Jadi, aku menemukan diriku beberapa kali didatangi olehnya. Aku belum terbiasa. Kami baru bertemu dua bulan yang lalu, dan aku masih tak mengerti apa posisinya di hidupku. Gita seharusnya tahu, namun saat kutanyai, dia tak kenal.
Aku memberikan gerakan tidak enak pada Nino. Pria itu menarik secarik kertas dan menyerahkannya ke tanganku.
Kutatap dua belas angka tergores di atasnya. Mungkin saja jika saat itu aku tak bertemu Alice, pipiku sudah merah padam karena salah tingkah.