PLOT HOLE

Ade Agustia Putri
Chapter #16

Part. 15 (Penggemar Nino)

“Ah gila,” gumamku sambil memukul-mukulkan kaki ke lantai. Heni menatapku heran. Kami sedang menunggu jadwal film yang telah kami pilih di sebuah cafe di luar bioskop.

“Tumben sekarang kakak suka baca. Selama kakak di rumah baru kali ini aku lihat kakak baca novel,” selorohnya.

“Memangnya dulu aku nggak tinggal di rumah?”

Heni menghentikan kunyahannya, dan menyeruput lemon tea-nya yang berembun.

“Di kosan kakak lah,” serunya.

“Memang aku ngekos dimana dulu?” tanyaku penasaran. Berarti sejak kecelakaan, aku kembali menetap di sini. Kira-kira bagaimana kehidupanku dulu ya? Kayak si Rafa mungkin ya, serba mandiri dan sendiri. Beruntung aku bisa tinggal dengan kedua orang tuaku sekarang. Mereka yang aku butuhkan saat ini.

“Aku nggak tahu, tanya ibu. Aduh, mienya pedes banget.” Heni menjulurkan lidah, dan mengipasinya, seakan itu ada gunanya.

Kudorong es krimku, yang langsung diambilnya. Memakannya sampai gelasnya kosong, tapi mulutnya tetap saja mendesah kepanasan.

“Pesan susu, tapi nggak pakai es ya?” ujarku pada salah seorang pelayan yang baru saja melintas di dekat kami. Aku ingin mengakhiri drama Heni dengan lidahnya.

“Emang ngaruh?” tanyanya sambil menghapus air mata.

“Kalau nggak ngaruh, lo nggak usah nonton, gue nggak mau nonton sambil denger lo ngos-ngosan kayak gitu.”

Kudengar dia mulai mengataiku dengan kesal. Aku tak begitu mendengarkan, karena ingin membaca ‘diam dan rasakan’. Kutatap sampulnya yang sebagian tertutup tanganku. Aku juga tidak mengerti mengapa bisa menikmati buku seperti ini, dengan progres yang terlihat tak menjanjiikan. Sebenarnya, aku hanya sanggup membacanya dua lembar sehari. Tapi itu rutin seperti antibiotik.

“Udah mendingan kak,”

Heni menyeruput susu sampai habis.

“Masih panas sedikit, tapi udah lumayan, nggak nyut-nyutan.”

“Bagus, tadi niat gue beneran mau ninggalin lo, tapi nggak jadi.”

*****

Esoknya, entah bagaimana, aku sudah berada di tepi pantai bersama Nino dan anaknya yang sedang nge-vlog. Oke, aku bohong. Aku sadar saat menerima ajakan Nino jalan-jalan. Dan apa yang paling membuat jagad perbatinan seorang Kanina kaget? Ternyata Feli bukan anak kandung pemirsa. Dia adalah anak kakak Nino yang istrinya meninggal karena melahirkan. Ayahnya, saudara Nino, juga sudah lebih dulu meninggal lima bulan sebelum istrinya melahirkan, karena sakit jantung. Di keluarganya (bagian ini aku simpulkan sendiri) sepertinya hanya Nino yang berkecukupan secara ekonomi. Ia mengadopsi anak itu atas namanya. Membuat ia kini bertanggung jawab penuh pada Feli. 

Lihat selengkapnya