PLOT HOLE

Ade Agustia Putri
Chapter #24

Part. 23 (Sedikit Demi Sedikit)

Aku merasa terjun bebas dari sebuah lubang gelap, ke lubang yang lebih gelap. Kemudian meraba-raba memastikan aku tidak jatuh lagi, karena bukan mauku berada di sini. Bukan aku yang meminta ke sini. Ramanda... kenapa kamu membuat dirimu begini? Kesalahan apa yang telah kamu perbuat sehingga takdirmu menjadi begini. Aku mulai membenci diriku yang dahulu. Jijik. Dia terdengar seperti wanita yang merasa dirinya polos tak bercela, padahal dia sendiri yang menyebabkan masalah menghampirinya. Aku tidak begitu. Aku begitu?

“Mobil kalian berdua menabrak pohon beringin, kamu geger otak, dia cuma patah tulang. Polisi menemukan kejanggalan, ada saksi yang melihat mobil kamu jalan nggak lurus, kayak sedang ada keributan di dalam mobil. Dan benar aja, mereka itu nemuin kulit cowok itu di kuku kamu, waktu itu kamu masih koma...”

Sebuah lampu seakan menyala di sebuah tempat gelap, memperlihatkan sesosok wajah sedang duduk diam di.... di sebuah mobil. Kutepis bayangan itu.

“... dan juga bekas cakaran itu memang ada di sepanjang lengan Raka dan di lehernya. Raka sempat diperiksa, tapi semua orang tahulah, anak orang kaya nggak bakalan masuk bui dengan mudah. Dia selamat sejahtera sekarang dengan selirnya.... maaf... maaf.... aku nggak bermaksud bilang itu tentang Gita.”

Aku terdiam. Hanya itu yang bisa kulakukan. Kemudian kuseka air keringat di wajahku.

 “Tante kamu sebenarnya juga suruh aku untuk nggak ceritain apapun tentang kecelakaan dan pacar kamu itu. Waktu kita bertemu pertama kali di restoran kamu...”

 “Apa aku model sewaktu SMA?”

Nino memiringkan kepalanya. “Aku pernah dengar rumor itu, tapi katanya kamu nggak berminat. Ada yang bilang orang tua kamu nggak izinin.”

“Orang tua aku kamu pernah lihat?”

Kepala Nino menggeleng. “Entah. Katanya kamu tinggal sama tante kamu.”

Kubuka ponselku dan kucari sebuah foto. Foto keluarga, saat kami berlebaran tahun lalu.

“Ini?”

Nino mengangguk cepat.

“Pertanyaan terakhir aku....” selaku.

“Aduh, deg deg ser,” Nino mengusap dadanya.

“Dimana mantan pacar aku itu tinggal?”

Aku nggak ingin ketemu Angga sekarang. Semua seperti penipu bagiku saat ini. Termasuk pria di depanku ini. Padahal mudah saja jika bertanya pada saudaranya kan?

Nino tampak mengernyit. “Cari aja di internet, berita tentang kalian itu buanyak banget, pasti ada alamat dia di google. Atau pergi ke toko si Gara aja, dia kan kakaknya. Kasihan Anggara−,”

“Anggara sama Gara ini siapa lagi siiiiihhh. Bingung aku.”

“Yang jualan buku itu, dia itu, siapa kamu bilang, Angga bukan?”

Kupijit kepalaku yang pening.

“Terus?”

“Kamu pasti nggak tahu, dia itu pernah sakit kanker getah bening, sekarang udah sehat walafiat. Ayahnya seperti putus harapan sama dia, anak pertama sakit-sakitan, anak kedua si Raka, kabarnya nggak berhubungan baik sama dia. Beritanya banyak banget ini, waktu itu, berjilid-jilid. Tapi ayahnya baik, dia yang ngeluarin Raka dari penyidikan polisi. Si Raka ini yang bandel, sombong, model anak pembangkang sama dia ada semua itu, anak durhaka....

Kutahan diriku untuk tidak menjambak pria ini. Entah mengapa kesal sekali aku mendengar dia bercerita, mencampur adukkan opininya dengan fakta.

“... mungkin karena kesal sama ayahnya yang nikah lagi. Aku denger dari berita sih, waktu kecil ayahnya nikah sama simpanannya. Pokoknya, sejak kejadian kamu yang di selingkuhin sama si Raka, berita kalian itu udah kayak iklan yang adaa teruus... Masalah kehidupan Raka dan kehidupan kamu diungkit-ungkit seditail-detailnya, sampai tentang orang tua kamu yang meninggal... Kamu udah tahu kan?”

Nino benar-benar tampak menyesal mengatakannya. Menggigit bibir bawahnya dengan tatapan seperti ketahuan berbuat salah.

Jadi sekarang aku harus ke tempat Anggara? Orang yang ngasih buku ‘diam dan rasakan’, yang aku merasa yakin ini ada hubungannya dengan aku. Ma-San-Ra, Manda, Sandi, Raka.

*****

Kukeluarkan buku catatan kecil dari tasku. Di tengah perjalanan, aku duduk di kursi besi di tepi jalan, yang membuat pantatku sedikit kesakitan. Bayangan pohon yang meneduhkan, sela-sela cahaya yang dapat masuk di antara dedaunan, memberi motif ke tubuh dan buku di tanganku.

Aku adalah Manda?

Ryan adalah Randi adalah Raka!

William adalah Anggara adalah Angga adalah Gara!

Nino adalah Nino

Sandi.... Sandiaga... Sandi... Raka Sandiaga Halim.

Lihat selengkapnya