Gedung ruko penyewaan gaun pengantin sedang penuh dengan kehebohan sebuah keluarga untuk mempersiapkan pernikahan putranya, Pratama Garin Dewantara, Tama. Senyum manis tidak terpancar dari wajah mempelai wanita, Soraya atau yang biasa dipanggil Aya. Gaun putih panjang penuh manik-manik kristal bak putri Disney, tidak mampu membuat Aya tersenyum. Gaun itu bukan pilihanya, desainnya sangat bagus tapi itu bukan untuknya. Pantulan wajahnya di cermin dilirik oleh kekasihnya Tama.
“Koh kalo gaun yang kayak gini tapi gak terlalu heboh ada gak ya?” tanya Aya ke perancang busana.
“Ada beberapa sih, detailnya sederhana-” jelas si perancang dicela oleh Mama Ayuna, calon ibu mertua Aya.
“Yang ini aja gaunya. Cocok sama konsep dekornya, penuh bunga, mewah, berkelas. Masa iya sih mau pake baju yang sederhana, gak cocoklah” ungkap Ayuna.
“Dekor? Kita bukannya belum ngobrolin soal ini ya Ma?” tanya Aya.
“Kalo diobrolin sama kamu, emang bisa cepet selesai? Kamu ini kan selalu nolak usulan Mama” sinis dari calon mertuanya.
Tanpa basa basi lagi Aya turun dari panggung tempatnya berdiri meraup bajunya yang ada di tangan asisten desainer dan membawanya ke ruangan ganti yang lebih tertutup. Asisten desainer itu mengikuti Aya sampai diruangan baju ganti lainya, untuk membantunya melepas gaun.
Butuh waktu 15 menit untuk Aya berganti pakaian, di depan ruangan ganti Tama sudah berdiri dengan wajah yang kesal.
“Kamu ngapain?” tanya Aya.
“Kamu yang ngapain. Mama sedih loh tadi kamu pergi gitu aja”.
“Kamu mikirin Mama kamu, Tapi kamu gak mikirin aku? Tam, ini pernikahan aku, masa dekor ruangan aja aku gak dikasih tau. Aku kan udah berkali-kali bilang ke kamu kalo aku mau konsep pernikahan kita intimate, sederhana, gak perlu mewah-mewah”.
“Dekor dan gaun mewah bukan berarti gak bisa intimate kan? Ya, kamu harusnya ngertiin keluarga aku jugalah. Aku dilahirin di keluarga besar Aya, pernikahan itu menyatukan 2 keluarga-”.
“Aku gak punya keluarga! Kalo lue inget” Aya pergi meninggalkan Tama diruangan itu.