POCONG BAPAK

DaraTresnaAnjas
Chapter #8

DUIT DUKA HILANG DALAM TOPLES

Jam dinding berdentang sekali. Pukul sebelas malam. Rumah Wijaya mulai sunyi. Para pelayat pulang satu per satu, menyisakan suara jangkrik dan angin malam yang sesekali menerpa tirai jendela.

Di ruang tamu, di atas karpet empuk yang terbentang, duduklah tiga lelaki, Bisma, Pakde Karto, dan Pakde Umar.

“Le, kamu capek banget ya?” tanya Pakde Umar sambil menyeruput teh.

“Lumayan, Pakde. Tapi ya gimana, belum bisa tidur kalo belum lihat rumah bener-bener sepi.” Bisma bersandar pada dinding, masih mengenakan kaos abu-abu dan celana jeans hitam yang tadi siang ia kenakan saat mengurus pemakaman.

Pakde Karto nyengir sedikit, “dari dulu kamu emang gitu, Le. Nggak bisa tenang kalo urusan belum kelar.”

“Pikiran masih banyak, Pakde…” Bisma menunduk. “Aku masih kepikiran kenapa Bapak tiba-tiba gitu.”

“Bapakmu sehat-sehat aja kan terakhir video call?” tanya Pakde Umar.

Bisma angguk pelan. “Iya. Baru seminggu lalu, dan ya waktu malam itu, dia masih ngobrol panjang. Bahkan sempet nyeletuk katanya pengen nganterin cabe ke luar kota lagi.”

Pakde Karto menyebut perlahan,, “nggak kerasa ya, padahal baru kemarin rasanya dia ngojek gerobak bawa bawang, bawa kamu waktu kecil. Sekarang kamu yang urus semua…”

Bisma menarik napas panjang. Matanya melirik toples kaca di atas meja. Kosong. Padahal siang tadi penuh dengan amplop dan uang dari para pelayat.

Pakde Karto ikut melirik, lalu berbisik pelan, “loh… toples ini kosong?”

Bisma terdiam sejenak, lalu menjawab dengan tenang, “iya, Pakde. Mungkin udah diambil orang yang butuh. Nggak apa-apa…”

“Lho kok bisa?! Itu kan sumbangan buat bantu keluarga almarhum,” suara Pakde Umar sedikit meninggi, “Warga sini keterlaluan.”

“Sudahlah, Pakde,” potong Bisma. “Aku nggak mau mikir jelek. Kalau niat mereka ikhlas, ya Allah yang catat. Kalau nggak? Ya urusan mereka.”

Pakde Karto menggeleng-gelengkan kepala, “wong lagi berduka kok malah dijadikan momen nyolong. Malu aku, Le. Malu.”

Bisma senyum kecil. “Udah biasa, Pakde. Aku juga udah tau karakter beberapa orang sini…”

Lihat selengkapnya