Anya terdiam. Matanya berkaca-kaca, namun ia berusaha tetap tegar, “aku cuma pengen punya temen ngobrol, Pak. Apa salahnya?”
“Salah!”
Bentakan itu membuat jantung Anya berdegup kencang.
Pak Atmaja mendekat dan berdiri di hadapan putrinya yang masih memegang kain lap meja, “kamu itu udah dilamar sama Kuncoro! Kamu pikir modal kita nambah dari mana? Dari langit?!”
Anya menunduk. Kain di tangannya diremas.
“Masih kecil udah nggak tahu diri!” lanjutnya. “Kuncoro itu sudah bantu kita. Kamu itu harus tahu cara bayar budi. Jangan mentang-mentang cakepan dikit, terus sok pilih-pilih!”
“Aku nggak minta dilamar siapa-siapa, Pak…” bisik Anya lirih. “Aku cuma pengen hidup tenang.”
Pak Atmaja menatapnya tajam. “Tenang? Sama anak kota kayak dia?! Dia itu lama di ibukota, Anya! Gaya hidupnya bebas! Ora cabul? Gendeng kamu! Kamu pikir kamu bisa sekelas dia? Kamu itu nggak sekolah! Cuma dagang di kaki gunung! Kamu itu paling cuma jadi mainan!”
Sakit. Kalimat itu lebih menyakitkan dari apapun. Anya menggigit bibirnya. Ia ingin melawan, tetapi lidahnya kelu. Matanya terasa panas.
Pak Atmaja mendesah, “udah, sana sholat! Magrib bentar lagi! Bapak yang jaga gerobak!”
Anya mengangguk perlahan. Pundaknya merosot. Langkahnya terasa berat menuju mushola kecil di sudut lapak, sambil menghapus air mata yang sempat mengalir dari sudut matanya.
•••
Pukul delapan malam.
Rumah almarhum Wijaya dipenuhi warga. Suara lantunan Yasin dan doa bergema dari ruang tamu hingga teras depan yang dipenuhi karpet tikar dan kursi plastik. Para bapak duduk bersila, sementara para ibu mondar-mandir membawa nampan berisi kue dan teh panas. Anak-anak kecil bermain petak umpet di pekarangan, sesekali tertawa cekikikan dan ditegur oleh ibunya.
Doa malam itu terasa lebih seperti syukuran daripada tahlilan duka.
Pukul sepuluh tepat. Doa usai.
Warga mulai pulang satu per satu dengan wajah puas dan perut kenyang. Banyak yang menyalami Bisma sambil tersenyum ceria.
“Maturnuwun yo, Mas Bisma... kue-kue e enak kabeh!”
“Lhah, minuman sampe ke belakang-belakang, lho... mantap!”