Pocong Berjaket Kuning

Kingdenie
Chapter #13

Mantra Bawang dan Tawa Hantu

Hari-hari berikutnya bagi Si Jangkung adalah sebuah perjalanan bertahap menuju neraka pribadinya. Tidurnya tidak lagi nyenyak, dan siang harinya dipenuhi oleh kewaspadaan yang menguras tenaga. Ia menjadi bayangan dari dirinya yang dulu, preman pasar yang terkenal garang dan besar mulut itu kini menjadi pria yang mudah terlonjak kaget oleh suara pintu yang dibanting atau bayangan kucing yang melintas. Bima dan Mei-Mei, dari alam tak kasat mata, telah menjadi sutradara dari paranoia yang kini mencengkeram erat jiwa Si Jangkung.

Mereka telah belajar untuk menyelaraskan kekuatan mereka, menciptakan sebuah tarian teror yang elegan dan efektif. Mei-Mei adalah sang pembisik. Di saat-saat paling hening, ketika Si Jangkung sedang sendirian di kamar mandi, atau saat ia berjalan melewati gang sepi Mei-Mei akan membisikkan kata-kata yang menusuk langsung ke dalam rasa bersalahnya yang terpendam. Bukan ancaman, melainkan fakta-fakta dingin. "Kau tertawa saat itu," bisiknya dengan suara yang terasa seperti hembusan angin dingin. "Kau memegang tangannya." Kalimat-kalimat itu, detail-detail dari kejahatannya yang ia kira hanya diketahui oleh dirinya dan teman-temannya, membuatnya gila. Bagaimana mungkin ada yang tahu?

Bima, di sisi lain, adalah sang ilusionis. Ia adalah manifestasi dari kengerian itu sendiri. Penampakannya selalu singkat, acak, dan di tempat-tempat yang paling tidak terduga. Sebuah kilatan kuning di pantulan kaca spion motornya. Sesosok pocong yang berdiri diam di ujung jalan selama dua detik sebelum lenyap. Sebuah bayangan terikat yang terpantul di layar televisi yang mati. Ia tidak pernah menyerang, ia hanya ada, sebuah penanda visual dari dosa yang kini datang untuk menagih.

Kombinasi teror auditori dari Mei-Mei dan teror visual dari Bima mulai merusak kewarasan Si Jangkung. Ia mencoba bercerita pada teman-teman premannya di warung kopi.

"Gua serius, gua ngeliatnya lagi tadi malam," katanya dengan suara bergetar, tangannya yang memegang gelas kopi gemetar. "Pocong ... pake jaket kuning!"

Teman-temannya meledak dalam tawa. "Lu kebanyakan minum oplosan, Kung!" ejek salah satu dari mereka. "Pocong zaman sekarang ikutin mode, ya? Besok-besok pakai celana jins Levi's!"

Cemoohan itu membuatnya semakin terisolasi. Ia tidak lagi bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang halusinasi. Setiap bayangan adalah ancaman, setiap bisikan angin adalah tuduhan.

Setelah seminggu tersiksa, di puncak keputusasaannya, ia sampai pada satu-satunya kesimpulan yang bisa diterima oleh logikanya yang sederhana, ia sedang disantet. Seseorang telah mengirim hantu untuk menyiksanya. Didorong oleh saran setengah bercanda dari temannya, ia memutuskan untuk mencari bantuan profesional. Bukan polisi atau psikolog, melainkan seorang "orang pintar".

Perjalanannya mencari perlindungan adalah sebuah pemandangan yang menyedihkan. Ia menyusuri gang-gang becek di sebuah kawasan kumuh di belakang pasar, bertanya pada beberapa orang, hingga akhirnya tiba di depan sebuah rumah petak kecil yang pengap. Di depannya tergantung sebuah papan kayu usang bertuliskan: "Mbah Gareng - Solusi Semua Masalah Gaib & Duniawi".

Bima dan Mei-Mei mengikutinya masuk, dua arwah yang penasaran dengan metode pertahanan musuh mereka. Interiornya adalah sebuah pertunjukan kemistisan yang murah. Ruangan itu remang-remang, dipenuhi asap dupa yang menyesakkan. Di dinding tergantung kaligrafi-kaligrafi yang Bima ragu artinya, dan di sudut ruangan ada sebuah kandang kecil berisi ayam hitam. Sang dukun, Mbah Gareng, adalah seorang pria tambun yang hanya mengenakan sarung dan kaus singlet yang ternoda, sedang mengipas-ngipasi dirinya dengan kipas sate.

Si Jangkung menceritakan masalahnya dengan terbata-bata. Mbah Gareng mendengarkan dengan ekspresi yang dibuat-buat serius, sesekali mengangguk-angguk dengan bijaksana.

"Ini kiriman berat," kata Mbah Gareng akhirnya, suaranya serak. "Arwahnya kuat. Ada dua, satu perempuan, penuh amarah. Satu lagi laki-laki, arwahnya terikat ... aneh, arwahnya berwarna kuning."

Bima dan Mei-Mei "tertegun". Dukun palsu ini ternyata memiliki sedikit kepekaan, atau mungkin hanya tebakan yang beruntung.

Lihat selengkapnya