Pocong Berjaket Kuning

Kingdenie
Chapter #32

Halaman-Halaman yang Terbuka

Keajaiban dari satu kata yang terukir di halaman kosong itu membuat Bima dan Mei-Mei terdiam untuk waktu yang sangat lama. Kantin, sebuah kata sederhana, namun ia adalah bukti pertama bahwa mereka tidak sepenuhnya tak berdaya di dalam penjara putih ini. Ia adalah jangkar, sebuah titik referensi di tengah lautan ketiadaan yang anomali. Kata itu adalah sebuah kemenangan kecil yang terasa begitu monumental.

"Satu kata," pikiran Mei-Mei terproyeksi, kini nadanya dipenuhi oleh semangat seorang peneliti yang baru saja berhasil dalam eksperimen pertamanya. Getaran ketakutan dan kebingungan di dalam dirinya telah surut, digantikan oleh rasa ingin tahu yang tajam dan analitis.

"Hanya butuh satu kata kunci dari sebuah lokasi untuk membuka halaman pertama. Pertanyaannya sekarang, kata kunci seperti apa yang bisa membuka halaman berikutnya?"

Bima melayang mendekati buku itu, menatap pada halaman kedua yang masih kosong dan menunggu. Ia merasakan hal yang sama. Mereka telah diberi sebuah alat, sebuah antarmuka untuk berinteraksi dengan realitas aneh ini. Kini mereka harus mempelajari cara kerjanya.

"Bagaimana jika ... bukan lagi sebuah tempat?" usul Bima, sebuah ide terbentuk di benaknya, lahir dari perpaduan antara logika dan intuisinya sebagai seorang pencerita. "Bagaimana jika kita mencoba sesuatu yang lebih fundamental? Sesuatu yang menjadi pusat dari semua kenangan ini. Bukan 'di mana'-nya, tapi 'siapa'-nya."

Ia mengalihkan pandangannya pada Mei-Mei. Kuntilanak Merah itu langsung menangkap maksudnya. Tentu saja. Jika buku ini adalah kitab kenangan mereka, maka identitas mereka adalah pilar utamanya. Sebuah hipotesis yang logis dan perlu diuji. Tapi siapa yang akan mereka coba lebih dulu?

"Kamu," ujar Bima dengan lembut. "Semua ini ... perjalananku, pencarianku ... selalu tentang kamu. Mari kita mulai denganmu."

Bima bisa merasakan gelombang keraguan sesaat dari Mei-Mei. Menjadi objek dari sebuah eksperimen gaib yang aturannya tidak mereka ketahui adalah hal yang menakutkan. Namun, keberanian analitisnya mengalahkan rasa takutnya. Ia setuju.

Prosesnya kali ini terasa lebih intim dan jauh lebih sulit daripada saat mereka memikirkan sebuah tempat. Bagaimana cara menulis nama seseorang hanya dengan menggunakan pikiran? Mereka harus memfokuskan esensi dari siapa orang itu.

Mereka memposisikan diri di atas halaman kedua yang masih kosong, menyatukan kesadaran mereka. Bima memejamkan matanya, memanggil semua citra dan perasaan yang terhubung dengan nama "Mei-Mei". Ia tidak hanya memikirkan wajahnya, tapi juga getaran dari tawanya yang renyah. Ia mengingat matanya yang sipit dan tajam saat sedang serius menganalisis sesuatu, lalu berubah menjadi lembut dan hangat saat menatapnya. Ia mengingat keberaniannya di panggung orasi, kerapuhannya saat badai petir, dan kehangatan tangannya di dalam genggamannya. Ia memproyeksikan sebuah mozaik dari cinta, kekaguman, dan kerinduan yang begitu kuat.

Di sisinya, Mei-Mei melakukan hal yang lebih sulit lagi: sebuah tindakan introspeksi total. Ia harus mendefinisikan dirinya sendiri. Siapakah ia? Ia adalah Meilani Wijaya. Seorang putri yang berbakti. Seorang mahasiswi psikologi yang ambisius. Seorang sahabat yang setia. Seorang aktivis yang berani. Seorang kekasih yang tulus. Ia mengumpulkan semua kepingan identitasnya yang hancur, semua peran yang pernah ia mainkan di panggung kehidupan, dan memadatkannya menjadi sebuah konsep tunggal, aku.

Lihat selengkapnya