Pocong Berjaket Kuning

Kingdenie
Chapter #35

Retakan di dalam Pengulangan

Gema dari kesadaran terakhir Mei-Mei, "Ini neraka yang sesungguhnya, Bim-Bim. Bukan api. Tapi pengulangan." terasa memadat di udara steril kantin itu, mengubah keheningan menjadi sesuatu yang solid dan menyesakkan. Hipotesis Bima yang mengerikan telah terbukti benar. Mereka adalah dua kaset rusak yang ditakdirkan untuk diputar selamanya di dalam sebuah pemutar kaset yang rusak, di sebuah ruangan kosong yang tak berujung.

Keputusasaan yang mengikuti kesadaran ini adalah jenis yang berbeda. Bukan lagi duka yang tajam karena kehilangan, atau amarah yang membara karena ketidakadilan. Ini adalah keputusasaan yang dingin, logis, dan filosofis. Keputusasaan seorang ilmuwan yang menemukan bahwa alam semesta ternyata adalah sebuah sistem tertutup yang kejam. Keputusasaan seorang penyair yang menyadari bahwa semua sajak di dunia telah ditulis dan ia hanya ditakdirkan untuk membacanya berulang-ulang.

Selama waktu yang terasa seperti bertahun-tahun di dalam keabadian mereka yang tanpa waktu, mereka dilumpuhkan oleh penemuan ini. Mereka melayang di dalam kantin tak kasat mata itu, dua sosok yang pasrah pada nasib. Apa gunanya bergerak? Apa gunanya berpikir? Setiap jalan setapak kenangan hanya akan membawa mereka kembali ke titik awal.

Mereka mencoba menguji kembali penjara mereka, hanya untuk membuktikan betapa absolutnya aturan itu. Bima mencoba membayangkan secangkir kopi di atas meja, berharap bisa mengubah satu detail kecil. Meja itu tetap kosong. Mei-Mei mencoba menganalisis dinding putih di luar jendela, mencari sebuah kode atau pola. Yang ia temukan hanyalah ketiadaan yang sempurna.

Mei-Mei, sang logikawan, adalah yang paling terpukul. Seluruh hidupnya didasarkan pada pemahaman tentang pikiran manusia, sebuah entitas yang dinamis, subjektif, dan mampu berubah. Kini, ia dan Bima adalah bukti hidup atau bukti mati dari sebuah kesadaran yang direduksi menjadi artefak statis. Auranya yang merah padam total, menyisakan sosok kuntilanak yang tampak pucat dan lelah, energinya terkuras bukan oleh pertempuran, tapi oleh kengerian filosofis.

Justru Bima, sang pemimpi, yang pertama kali menemukan secercah harapan di tengah keputusasaan absolut itu. Mungkin karena pikirannya tidak terlalu terikat pada logika yang kaku, ia bisa melihat dari sudut yang berbeda.

"Sebuah cerita yang sempurna enggak punya lubang, Mei," katanya, seperti sebuah bisikan lirih di tengah keheningan mental mereka. "Sebuah penjara yang sempurna enggak punya celah. Tapi penjara kita ... tidak sempurna."

Mei-Mei menatapnya, tidak mengerti.

"Rekaman kita ... rusak," lanjut Bima, semangat mulai kembali ke dalam suaranya. "Ingatan kita tentang hari terakhir itu korup. Ada retakan. Dan setiap retakan adalah sebuah celah di dinding penjara. Sebuah anomali. Sesuatu yang seharusnya tidak ada di sana. Mungkin ... itu adalah petunjuk kita."

Ide itu seperti sebuah percikan api kecil di dalam kegelapan pikiran Mei-Mei. Ia langsung tersentak dari apatisnya. Tentu saja. Ia telah begitu fokus pada implikasi dari penjara ini hingga ia melupakan satu data krusial, sistem ini tidak sempurna. Dan jika sistemnya tidak sempurna, maka ia bisa dieksploitasi. Semangatnya sebagai peneliti kembali menyala.

Misi mereka kini berevolusi untuk ketiga kalinya. Bukan lagi balas dendam. Bukan lagi mencari tahu aturan penjara. Misi mereka sekarang adalah menjadi pemburu keretakan. Mereka akan menjadi auditor gaib dari masa lalu mereka sendiri, mencari setiap keanehan, setiap pengulangan, setiap gambar yang buram, karena di dalam ketidaksempurnaan itulah mungkin tersembunyi kunci untuk keluar.

Perasaan terjebak dalam sebuah sistem yang repetitif dan tampaknya tak ada jalan keluar ini terasa begitu familier bagi Bima, mengingatkannya pada sebuah siksaan yang sangat khas Jakarta.

Deru klakson terdengar dari segala arah, menciptakan sebuah simfoni kemarahan yang memekakkan telinga. Mobil Kijang tua milik Bima terjebak, tak bisa bergerak maju ataupun mundur, di tengah lautan logam yang membeku di Jalan Gatot Subroto. Hujan deras yang tiba-tiba turun beberapa jam yang lalu telah melumpuhkan sebagian besar kota.

Lihat selengkapnya