Pohon Keramat

Bulan Separuh
Chapter #5

Kedatangan Para Mahasiswa

“Huaa… Segarnya. Udahlah sejuk, ga berisik dan aroma rumput dipotong ini lho… Gila sih, udah lama gua ga merasakan semua ini,” ucap salah seorang pemuda sambil merentangkan kedua tangannya ke atas kemudian bertolak pinggang dengan sumringah.

Sementara pemuda lainnya terlihat sedang menjalinkan beberapa jarinya membentuk celah yang ia intip seperti sedang membidik sesuatu dan berputar ke sekelilingnya. “Kalau gua rencananya mau buat barbeque-an di sebelah sini, terus ada tenda di sini, terus di sini cocok banget buat gelar tikar untuk gitar-gitaran…”

“Lu mau camping, Bray?”

“Yo’i. Seru kan?”

Sementara dua pemudi terdengar sedang mengeluh. “Capek banget, anying! Rumah segede ini, belum lagi tiap hari harus masak, nyapu…”

“Kita patungan nyewa pembantu sementara aja ga sih? Bisa kali kan? Ya, kalau bisanya cuma kerjanya pagi doang atau sore doang ga apa-apalah. Yang penting kita semua terurus di sini.”

“Iya, masa iya sebulan kita harus ganti-gantian ngebabu? Males amat! Apalagi harus ngebabuin si Antipati itu. Ogah gua!” Pemuda yang dibicarakan sebagai si Antipati oleh pemudi ini sedang sibuk menekan-nekan ponselnya sambil duduk. Tadi pemuda itu minta izin untuk beristirahat sebentar di sela-sela aktivitas mereka.

Nita pun menengok ke arah pohon besar itu. Menurutnya ini adalah kesempatannya bisa dengan leluasa berada di dalam halaman rumah ini. Nita pikir ia bisa bekerja paruh waktu sepulang sekolah. Neneknya selalu mengajarkan tentang pentingnya bekerja keras dan hidup mandiri, sehingga Nita optimis pasti neneknya pun mendukung pekerjaan ini.

Nita pun melangkah cepat mendekati pintu pagar.

“PERMISI… SELAMAT SORE…” teriak Nita.

Beberapa di antara muda-mudi itu menoleh dan meminta salah satu di antara mereka untuk menemui Nita.

Dari balik pagar, Nita dan salah seorang pemudi itu pun berbicara. “Perkenalkan, nama saya Nita, Kak. Saya dengar tadi Kakak-Kakak sedang butuh seorang pembantu untuk beres-beres rumah dan memasak selama sebulan? Saya berminat untuk bekerja dengan Kakak-Kakak. Tempat tinggal saya tidak jauh dari sini, Kak,” ucap Nita yang masih menggunakan pakaian seragam sekolah itu.

“Wah, kebetulan banget. Ayo masuk! Kita bicarakan di dalam saja,” ucap pemudi ini sambil membukakan pintu pagar yang sangat tinggi ini untuk Nita.

Semua pemuda dan pemudi itu pun berkumpul. Mereka bersedia menerima Nita bekerja paruh waktu di sini. Mereka memperkenalkan diri. Ternyata kelima orang ini adalah para mahasiswa dan mahasiswi yang sedang melakukan praktek umum di daerah ini. Tempat tinggal yang mereka tempati sekarang adalah rekomendasi dari RT setempat. Selain harga sewa yang terjangkau, pemilik kediaman ini pun berharap tempat ini ada yang menghuni dan merawatnya walau itu hanya berlangsung selama satu bulan saja.

Nita kembali ke tempat tinggalnya dengan perasaan yang gembira. Akhirnya ia diberi kesempatan untuk berada di lingkungan yang selama ini ia sukai, terlepas dari kesan mengerikan yang pernah ia rasakan sendiri beberapa minggu silam.

Malam itu, Nita sedang duduk bersama neneknya untuk menyantap makan malam bersama.

“Nek, Nenek tahu ga kalau sekarang rumah besar di dekat simpang jalan sana sudah dihuni orang-orang?” Nita mengawali pembahasan.

“Rumah besar mana? Rumah yang jadi tempat orang gantung diri itu?”

“Iya, Nek. Eh, bukan!”

Lihat selengkapnya