Mendengar Tari mengatakan kata “tapi” Nek Tari pun memicingkan mata. Seolah ia tak setuju dengan respon cucunya itu. Sudah sejauh itu ia bercerita, tapi kesannya cucunya itu hendak kembali membantahnya.
“Em!” Nek Tari mengacungkan telunjuk di depan wajahnya. Ia mencegah Nita untuk meneruskan kata-katanya. Nek Nita pun kembali lupa kalau mereka harus melanjutkan aktivitas makan mereka.
“Ada satu lagi cerita. Biar kamu tahu bukan cuma kuntilanak yang ada di sana,” lanjut Nek Tari.
“Ba-baiklah, Nek,” jawab Nita lemas.
“Tiga tahun lalu si Ngadirin diminta oleh pemilik rumah besar itu untuk membersihkan halaman sampai ke pohon keramat itu. Pemilik rumah itu kan kita semua tahu bahwa mereka tinggal di luar daerah, jadi sekali datang dia bayar oranglah untuk bersih-bersih.”
Nita mengangguk.
“Si Ngadirin itu bersih-bersihnya kan pakai mesin pemotong rumput. Ada satu bagian yang banyak semaknya, mengganggu sekali. Tidak tinggi sih, hanya sepinggang. Jadi, ditebasnya pangkal semak itu. Srereret… Srereret…”
Nita menyimak dengan saksama.
“Harusnya semak yang ditebas itu kan semakin lama semakin habis, tapi menurut si Ngadirin itu kok semaknya semakin tebal ke belakangnya dan semakin meninggi. Dia lanjutlah menebas, dia ikuti pangkal semak itu sampai akhirnya dia melihat di belakang semak yang sudah dia bersihkan itu ada semak setinggi dia. Perasaan tadi semaknya tidak ada setebal dan setinggi ini, begitu katanya.”
Nita mengangguk.
“Pelan-pelan si Ngadirin memperhatikan dari bawah, dari pangkal terus ke tengah sampai ke pucuk semak itu. Warnanya semakin berubah menjadi gelap! Warna daun dan cabang-cabang tumbuhan tidak ada yang warna hitam kan? Tapi itu hitam!”
Nita mengangguk lagi dengan sorot mata yang penasaran.
“Tiba-tiba begitu sampai di bagian atas muncullah sepasang bulatan merah menyala yang ternyata itu adalah sepasang mata! GENDERUWO!” Nek Tari berteriak memeragakan apa yang sedang diceritakannya.
Nita terkejut oleh suara meninggi neneknya itu.
“Itu Genderuwo, Nita! Makhluk berbulu, mulutnya bertaring, begitu menganga isinya darah semua seperti habis memangsa sesuatu yang berdarah.”
Wajah Nek Tari seakan mengerikan sekali, ia memeragakan bagaimana sosok yang diceritakannya itu melotot dan membuka mulutnya.