Politician Influencer

Silvarani
Chapter #2

Hanya Lima Anak Muda Biasa

"Kami berlima akan mempresentasikan kegiatan kepemudaan selama tahun 2023 di kecamatan sini!" Seperti biasa, Raka si ketua terlalu antusias membuka rapat presentasi sosialisasi kegiatan organisasinya.

"Tunggu sebentar!" Seorang bapak berseragam mengangkat tangan. Tiga orang kawannya yang tidak berseragam refleks menoleh. "Kamu bilang apa barusan? Berlima? Saya hitung kalian sekarang hanya empat."

Ada rasa malu mencuat dalam diri Raka. Dia paling benci ketidaksempurnaan. "Si Kanta udah sampai mana?" Bisiknya kepada Kai, si tampan bersepatu Adidas yang kelihatannya ditaksir oleh beberapa ibu-ibu dan wanita di ruangan rapat ini.

"Katanya di jalan, Ketua," Mulut Kai berbisik ke telinga Raka, tetapi matanya melirik wanita muda berkacamata yang tertangkap basah sedang memperhatikan Kai. Disapa satu atau dua kalimat, kelihatannya Kai akan berhasil melobi kepentingan organisasinya kepada kecamatan melalui wanita itu.

Mengajak si wanita bermain golf bersama mungkin dapat menjadi satu pilihan.

"Yaaa gue juga tahu pasti Kanta di jalan!" Teriakan Kai dalam bisik, mengganggu rasa berbunga-bunga Kai sedikit. "Tapi, jalan di mana? Belokan kutub utara juga disebut jalan!"

"Yaaa habis gimana?" Kai menaikkan alis dan bahunya. Gesturnya tentu saja sekalian menarik perhatian wanita. Kalau kata Descartes, seorang filsuf Prancis, Cogito ergo sum, "aku berpikir maka aku ada". Beda hal jika Kai. Dia mempunyai The Way of Life: "Aku bercinta maka aku ada". 7 hari 24 jam, hatinya tak boleh kosong. Dia harus menyapa, berkenalan, berinteraksi, menggoda, tebar pesona, hang out atau berkencan dengan wanita. Hanya satu wanita yang menolaknya berkencan dan akhirnya dipinang orang lain. Siapa lagi kalau bukan Jessi si cantik penguasa preman pelabuhan Jakarta Utara?

"Nanti juga datang," ucap Deryl santai sambil mengetik sesuatu di ponsel. Orang akan mengira dia sedang membalas chat seseorang. Padahal, dia sedang bermain game.

Sebuah motor mengerem tiba-tiba di lobi kantor kecamatan. Tak lama setelah itu, dibukanyalah helm dan jaket kulit miliknya. "Hai! Hai! Hai!" Lalu, turunlah seorang wanita berkuncir kuda, bersyal batik Cirebon dan bersepatu boots.

"Eh, Mbak Kanta!" Seorang petugas keamanan menghampiri.

"Maaf! Bisa minta tolong parkirin? Saya buru-buru," pintanya sambil menurunkan ipad, segelas es kopi dan tas jinjing, Kanta berteriak tak karuan.

"Baik, Mbak," seorang tukang parkir langsung menurut. Hal ini dikarenakan, Kanta selalu meninggalkan harta karun di kunci mobilnya bagi yang membantu memparkirkan.

"Ongkos parkirnya ada di kunci mobil saya, di balik STNK," baru saja si tukang parkir melirik kunci mobil, Kanta sudah memintanya merogoh kuncinya.

"Lima.... puluh ribu?" Betapa terkejutnya si tukang parkir saat mendapati selembar uang biru bergambar Ir Djuanda Kartawidjaja.

Banyak sekali.

Lihat selengkapnya