**
đźŤ
Polly melangkah masuk, pelan, seperti dalam film horor. Melewati ruang tamu, menyusuri lorong, dan—saat tiba di dapur—hatinya seperti ingin meloncat dari tenggorokan.
Di sana.
Pria balkon itu.
Sedang menodongkan pistol ke arah si wanita.
"HEY!" teriak Polly, membuat semuanya terkejut.
Pria itu menoleh—marah, bingung, mungkin juga geli.
"Letakkan itu!"
Hening. Tidak ada respon dari lawan bicara yang dituju. Hanya tatapan menelisik.
"Itu! Yang di tanganmu! Yang bisa buat seseorang terbunuh!"
Wanita itu membeku. Si pria mengerutkan alis. "Bagaimana kau bisa—"
"Tidak penting!" potong Polly cepat. "Kau tahu tidak, betapa tidak sopan membunuh orang di dapurnya sendiri? Di mana etikamu? Di mana tata krama?"
Polly maju dan mengulurkan tangan. "Come on, Give me that." (Ayo, berikan padaku.)
"You joking?" (Kau bercanda?) Ucap pria itu dengan tatapan tajam yang sedikit terkejut.
"Berikan padaku atau aku teriak 'ADA PEMBUNUH' dan polisi akan datang dengan helikopter. I'm f*ckin serious."(Aku benar-benar serius.) Kilat matanya tak padam sedikitpun.
Setelah beberapa detik yang canggung—dan entah karena tekanan psikologis atau karena pria itu betul-betul tidak bisa memproses manusia seperti Polly—ia menyerahkan pistol itu.
Polly menyelipkannya ke dalam tote bag bertuliskan Bee Kind, Bee Positive.
"Kau bisa lebih baik dari ini," katanya kepada pria itu, seperti sedang menegur anak kecil yang menumpahkan susu. "Ambil kelas yoga atau kesibukan lainnya. Aku Serius."
Ia menoleh ke wanita yang masih gemetar. "See, I told you," (Lihat, sudah kubilang.)
katanya sambil menyeringai bangga. "Tapi kamu malah ngusir aku."
Wanita itu hanya bisa mengangguk. "T-terima kasih. Aku... aku tidak tahu harus bilang apa."
"Bilang aja 'you are my hero', atau 'maukah kau jadi pengasuh kucingku', bebas. Aku tidak pilih-pilih."
Dan dengan gaya seperti habis menyelamatkan dunia, Polly meninggalkan mereka berdua. Begitu saja.
Just like that.
(Begitu saja.)
đźŤ
—POV: the Hitman—
Dia datang seperti kebiasaan buruk.
Tidak diundang, tapi selalu muncul disaat yang paling tidak ideal—persis seperti batuk saat harus diam atau pikiran aneh saat kau mencoba tidur.
Langkah kakinya ringan, tapi aku sudah hafal polanya.
Lalu suara itu datang—nyaring, tinggi, dan tidak kenal takut:
|"HEY!"
Dan di sanalah dia.
Berdiri di tengah dapur seperti tokoh kartun yang tersasar ke dalam film kriminal.