“Dunia sudah diatur mekanis. Ketidaksempurnaan justru puzzle penggenap hidup tetap berjalan, terus berputar, enggak terlihat seperti seharusnya tetapi nyata. Ini di depan mata. Bukan fantasi.”
“Mungkin sistem enggak bisa diubah walau kepala membatu. Tapi satu, kau masih berpeluang jadi diri sendiri.”
“Di telinga gue kedengaran naif.”
“Apa maksud lu kita nyemplung aja, ikut arus?”
“Tergila-gila amat kemurnian. Macam fasis kau.”
“Kalian berdua ngoceh apa sih, bawa-bawa Pak Sis segala?” potong Cunk dengan tampang seserius ujian akhir semester, di persilangan antara pilon dan lawakan kering.
“Fasis itu membenamkan liyan, memenggal setiap kekhasan individu yang membuatnya terpaksa jadi manusia.”
“Lu main musik buat apa?”
“Buat ngasih orang pilihan.”
“Kalau enggak ada yang dengar?”
“Mengubah selera butuh waktu. Dan enggak ada yang tahu berapa lama. Bisa singkat, bisa bertahun-tahun.”