Popisdead

D. Hardi
Chapter #4

Song IV

Oktober yang jernih kian mengudara. Setelah hari-hari inagurasi, hajatan puncak yang selalu ditunggu para penggerak senior adalah panggung musik. Setiap fakultas berlomba-lomba merancang acara band paling meriah di kampus. Ini adalah ujian awal sekaligus batu loncatan pengurus himpunan terpilih menjalani eksistensinya. Prosesi penyelenggaraan negara memang harus dirintis sejak dini. Civitas academica yang terdiri atas berbagai ekosistem intelektual seolah lebur sejenak selama dua hari, memalis perhatian dari jadwal-jadwal kelas menuju suatu perayaan. Mungkin kader-kader anyar calon pengisi antrean di bursa-bursa kerja ini memang layak merayakannya di depan, seakan menebus ketidakpastian lolos tes masuk universitas—akibat gagal tes masuk universitas lain yang lebih bergengsi—dan hari-hari feodal sedikit menyebalkan yang mereka terima selama ospek membuat panggung ini resmi didaulat secara tradisi sebagai ajang ekspresi. Membikin setiap peserta terlihat sangat berniat melampiaskannya dengan cara paling keren.

Oktober siang yang cerah. Seolah hari esok yang masih kabur akan ditulis hari ini. Seolah gelora, dan kepalan jari tengah enteng menertawakan hantu-hantu sejarah.

Jiwa-jiwa muda hidup, untuk menghidupi hari ini!

Sebelum akhir jam pertama kelas pagi yang masih ada, suara bising sudah terdengar memprovokasi. Feedback akibat kelebihan frekuensi rendah atau tinggi dari mikrofon berkali-kali membikin kuping nyelekit. Sisakan gema lamat-lamat lafal saru ‘tes tes tis’ bercampur cekikik. Pelataran depan yang biasa dipakai eksklusif untuk jatah parkir pejabat kampus, dibuat makar sementara. Panggung utama sudah berdiri. Orang-orang berkerumun. Para penjual jajanan sumringah. Inilah saatnya menikmati karnaval orang-orang ganjil; dengan tampilan kostum ganjil, musik ganjil, aksi teaterikal panggung yang ganjil, dan segalanya akan terdengar lebih ganjil lagi bagi siapa pun yang belum mengetahui bahwa keganjilan-keganjilan di dunia ini hanyalah ilusi pengetahuan, seperti kata filsuf bijak: sisakanlah ruang untuk keyakinan. Bagi anak-anak band, ini lebih mendekati kultus.

Setiap peserta yang naik panggung jadi epigon musisi idola. Tidak hanya soal musik, sampai tatanan rambut dan gaya berjalan pun sedapat mungkin dibuat mirip perangainya. Puncak dari kejamakan band cover version adalah pemujaan. Namun ini hanya sebatas pemujaan garis wajar. Tidak dibutuhkan pengalaman tidur dan hidup di jalanan untuk menjadi seorang punker. Tidak harus menjalani ritual sex, drugs, & rock n roll untuk mencintai musik rock. Tidak ada acara banting-banting gitar, memanjat tiang, atau menenteng kepala binatang lalu menggigitnya secara rakus bagai kelaparan akibat belum mendapat transferan.

Untuk level kampus, cukup menjadi macan dan punya band, maka kau menjadi bintang. Tak peduli musikmu memainkan punk, garage rock, emo, grunge, death metal, jazz, pop melayu atau orkesan, untuk meraih kepopuleran, cukuplah menjadi seorang Rama Gardian.

Setelah sebuah band emo garing gagal menyelesaikan lagu terakhir karena sang vokalis tiba-tiba tumbang, pembawa acara yang sempat kebingungan lantas memanggil satu nama yang membikin kerumunan senior di pojokan timur berteriak heboh, lalu merangsek hingga ke tubir panggung.

Loudersif! Loudersif! Loudersif!

Bila momen ini terekam bagai sinetron, lima pemuda kakak-kakak tingkat itu kini sedang berjalan menaiki panggung dengan dramatis, layaknya slow motion menggelikan. Setidaknya itu yang sekarang berputar di kepala Dev.

Lima formasi, termasuk seorang kibordis yang membawa sendiri instrumennya. Cukup menjanjikan.

Tak menunggu lama, sebuah intro ikonik pun mengentak. “Faint” dari Linkin Park bergaung. Begitu mirip aslinya. Boleh juga, gumam Dev, yang sedari tadi memanggul kamera lensa tunggal di pinggiran tangga. Kali ini ia turut maju, melebur ke sisi penonton yang masih bercelah. Orang-orang lentuk bergoyang, tak kuasa menahan irama-irama cepat pemacu adrenalin.

Sang vokalis, satu dan hanya Rama Gardian seorang, meneriakkan refrain dengan hampir sempurna:

Lihat selengkapnya