Popisdead

D. Hardi
Chapter #18

Outro

Hidup seumpama sekumpulan lagu dalam sebuah album band yang kau sukai.

Kau menantikannya. Menyisihkan uang jajan untuk membelinya. Lalu kau putar di sebuah tape, walkman, komputer, CD player, gramofon, atau turntable. Beberapa lagu terdengar begitu menghentak dengan tempo yang cepat. Beberapa lainnya terdengar moderat, melankolis, positif, gelap, muram, seperti terbakar amarah, atau bahkan membuatmu mengantuk. Namun lebih kerap lagi membuat kita mengingat.

Keterkaitan menjadi lebur dalam kisah dan narasi. Seperti putaran pita atau piringan hitam. Kadang kau akan terus memutarnya; mengulanginya kembali pada intro. Dan seolah tak pernah ingin lewat, hidup menyimpan sekian langgam introduksi sebagai misteri.

Ia tak pernah menyangka akan berada pada titik sekarang. Semuanya berawal dari sesuatu yang lain. Penyuka fotografi, main band, menjadi sales keliling, penjual asuransi, telemarketing, agen properti, pegawai bank, makelar apa pun yang bisa menghasilkan uang, sampai singgah di dunia pengisah. Menulis cerita.

Dulunya bangunan ini tempat mereka sering berkumpul, sekadar menongkrong, meributkan remeh-temeh omong kosong sebagai upaya membunuh suntuk. Belia masa lalu. Dindingnya tua dan kokoh. Arsitekturnya cantik, bagai nyonya-nyonya di zaman kolonial. Beberapa kursi dan meja ditata menghadap satu arah. Membentuk huruf 'U' yang lebar. Mencipta spotlight. Sebuah band tamu menampilkan suguhan akustik manis, musik-musik band Inggris era 90'an yang pernah jaya di tangga lagu radio. Sesuai dengan tema acara launching novelnya. 

Setelah band turun, namanya dipanggil dengan riuh tepuk tangan. Agak aneh rasanya harus kembali ke tempat ini. Di antara meja-meja kayu, rerumput hijau di taman kecil pekarangan kafe yang mengawali masa lalu, batinnya. Ini bukan panggung kampus, GOR, atau gigs-gigs mikro. Di meja utama sudah tersusun novel-novel karyanya. Orang-orang menyapa, mengajak berbincang, meminta kalimat khusus di bawah tandatangannya. Hadiah untuk pacar, kawan, atau dirinya sendiri. Baru kali ini tandatangannya berguna bukan untuk transaksi. 

"Mas, boleh foto bareng ya?"

Buat apa?

"Oh, tentu boleh," katanya berusaha ramah.

Lihat selengkapnya