Portal-Portal Menuju Patah

Firdhaniaty Rachmania
Chapter #2

1 - Halo

“KKN bisa menjadi salah satu pengalaman paling berkesan selama berkuliah.” Itu yang diucapkan dosen dalam sesi pengarahan tadi pagi.

Aku mengingatnya karena aku setuju.

Sudah banyak aku mendengar hal menarik seputar Kuliah Kerja Nyata. Bayangkan saja, para mahasiswa yang awalnya asing, berubah menjadi keluarga dan membawa dampak positif bagi masyarakat. Banyak jalinan hubungan dan kisah unik yang dapat tercipta dalam pengalaman sekali seumur hidup. Ada bagian dari diriku yang menunggu-nunggu momen ini datang.

Hari ini, 20 Juli 2023, menandai titik awal perjalanan istimewa itu. Setelah sesi pengarahan dari pihak kampus, sekarang saatnya pertemuan khusus untuk tim kami saja. Aku bersama sepuluh mahasiswa semester enam (menuju tujuh) lainnya duduk melingkar di serambi masjid Universitas Insan Pelita yang sejuk dan tenang. Seminggu lagi KKN dilaksanakan, tidak mungkin kami memulainya tanpa tahu nama masing-masing dan tanpa memiliki struktur organisasi. Pertemuan ini merupakan langkah awal kami untuk menjadi tidak asing.

“Halo semuanya, aku Rashma Frisanti dari jurusan psikologi,” sapaku di tengah tatapan semua orang.

Harus kuakui, menghadapi banyak orang yang belum dikenal bukanlah kegiatan favoritku. Aku lebih memilih berdiam diri di kamar untuk membaca novel realisme magis, menonton film romansa, atau mendengar lagu sedih. Tetapi karena aku dilatih untuk bisa menghadapi manusia, aku tersenyum dan menjinakkan degup jantung.

Kabar baiknya, mereka semua terlihat ramah. Berada di tengah-tengah para mahasiswa ini memercikkan harapan baik untuk kebersamaan kami selama satu bulan ke depan. Ketika mendaftar, kami hanya bisa memperebutkan daerah, tanpa tahu akan sekelompok dengan siapa. Takdir berperan besar dalam terbentuknya kami sebagai kelompok KKN di Desa Cijaya.

Di sebelah kiriku ada Caila, mahasiswi dari jurusan MIPA yang sebelumnya mengajakku jajan bakso bersama. Sama sepertiku, bibirnya masih merah akibat kepedasan.

“Nah, siapa nih yang mau jadi ketua?” tanya seorang cowok yang menggunakan lanyard merah di lehernya. Dia duduk berjarak tiga orang di sebelah kananku.

Pertanyaan cowok itu justru dijawab oleh beberapa mahasiswa lain dengan menyerukan namanya. Dari cara dia membuka diskusi dan menjadi yang paling mengarahkan alur percakapan, aku bisa paham mengapa banyak yang melihatnya cocok sebagai pemimpin.

Tah bener, cocok lah,” ujar Dinar. Dia mahasiswa jurusan pendidikan olahraga, satu fakultas dengan Tiara dan Nala.

Risya, yang banyak belajar tentang anak PAUD ikut menyetujui. “Iya ih, udah kamu we.”

Seraya meluruskan kaca mata, cowok itu menjawab, “Kalo jadi ketua aku nggak bisa. Soalnya sambil KKN aku juga perlu ngurusin hal penting lain. Bisa bikin nggak optimal kalo jadi ketua. Tapi aku sanggup jadi koordinator PDD, lebih fleksibel dan pengalamanku cukup banyak di situ.”

Sesuatu dari penampilannya—kemeja marun sebagai luaran dengan lengan yang dilipat ke atas—memberikan kesan bahwa dia seseorang yang tahu banyak tentang estetika. Atau, aku hanya sedang terpapar halo effect.

“Mau urusin apa atuh?” tanya cowok berkacamata lain yang duduk di sampingnya. Seingatku namanya Haqi dan asalnya dari teknik mesin. Dia satu jurusan dengan Ezar, cowok berambut lurus sebahu yang sedari tadi menyimak percakapan kami tanpa banyak bersuara.

“ISEP,” jawab cowok berkemeja marun itu dengan santai.

Decak kagum banyak berkumandang. Semua mahasiswa di sini pasti tahu seberapa keren ucapan cowok itu. ISEP, atau International Student Exchange Program, adalah beasiswa prestisius untuk berkuliah selama satu semester di universitas luar negeri yang menjadi rebutan para mahasiswa di seantero Indonesia. Seleksinya ketat, perlu lebih dari sekadar keberuntungan untuk bisa terpilih. Dia pasti salah satu dari mahasiswa-mahasiswa cemerlang itu.

Kuberikan bertepuk tangan untuknya. Kurang lebih aku tahu sebesar apa perjuangan yang perlu dikerahkan untuk ada di posisinya saat ini. Posisi yang pernah kudambakan juga beberapa waktu ke belakang.

Setelah negosiasi yang alot, akhirnya diputuskan bahwa cowok itu bisa menjadi koordinator divisi publikasi dan dokumentasi, sedangkan posisi ketua diterima oleh Haqi.

***

Perjalanan setelah mencari rumah untuk dijadikan posko KKN menandai percakapan pertama yang hanya melibatkan aku dan dia. Tanpa direncanakan, di antara mahasiswa yang bergerombol menuju tempat parkiran, kami jalan bersebelahan.

Entah mengapa aku merasa perlu untuk bertanya, “Kamu kenal Arsad?”

Dia menoleh padaku. “Oh Arsad, iya aku kenal. Dia temen kamu juga?”

Sebenarnya kami punya riwayat hubungan yang tidak sesederhana itu, tapi … “Iya, dia temen SMP aku. Pas liat story foto kita waktu diskusi minggu lalu, katanya dia kenal kamu.”

“Kayaknya semua orang di Pemetaan tahu dia sih, dia gampang berbaur sama semua orang kan?”

Lihat selengkapnya