Portal-Portal Menuju Patah

Firdhaniaty Rachmania
Chapter #25

24 - Iri, Revisi, dan Lubang

Sudah banyak hari yang berlalu dengan kehampaan.

Ravaka masih membisu, dan aku masih tidak tahu harus apa selain berusaha menjalani hari meskipun seperti zombie yang setengah mati. Aku harus hidup hari ini demi mengajukan draft laporan magang untuk diperiksa oleh dosen pembimbing. Kurang dari seminggu, laporan itu harus sudah dikumpulkan. Aku dan Slafi berangkat bersama dari kos, sedangkan Malva berangkat dari rumahnya. Kami bertemu di depan pintu masuk universitas.

“Mari kita berharap-harap cemas laporannya udah nggak ada revisi ya, gengs,” celetuk Malva saat kami melewati area taman kampus.

“Iya, sumpah gua udah nggak sabar pengen cepet-cepet beres magang,” timpal Slafi. Dia membawa hasil cetak laporan kami yang tebal dan berlapis mika ungu.

Aku sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan jika harus ada yang diperbaiki, tapi aku harap masih ada bagian-bagian yang bisa diselamatkan. Aku menanggapi, “Kalo pun ada revisi, semoga nggak banyak ya.”

Dari gerbang masuk, cukup panjang jarak yang perlu kami tempuh untuk mencapai gedung tujuan. Jalanan yang agak menanjak, ditambah terik siang yang mulai memuncak, membuat perjalanan ini kurang menyenangkan. Khusus untukku, tingkat tidak menyenangkannya lebih tinggi, karena kejengkelan mulai menyembul setiap kali aku mendeteksi keberadaan pasangan-pasangan. Pasangan yang sedang mengunyah sembari bersenda gurau di depan kedai makanan, pasangan yang menyusuri jalanan sambil berpegangan tangan dan bertukar tatap mendalam, bahkan dua ekor kucing yang sedang tidur dengan kepala yang berdekatan.

Bisakan dunia mengurangi keromantisannya saat ini?

Bisakah gestur-gestur kasih sayang dihentikan untuk sementara saja, supaya aku tidak merasa terbuang?

Aku ingin berteriak kepada para muda-mudi yang dimabuk cinta ini untuk berhenti menebar kemesraan di ruang publik. Apa yang mereka lakukan memperbesar lubang di dalam sanubariku. Mereka membuat lebih jelas apa yang hilang dariku.

Setelah dipikir-pikir lagi, ya, mereka tidak salah apa-apa. Mereka hanya merayakan indahnya menjalin ikatan. Masa ketika dunia dengan segala morat-maritnya berubah menjadi hunian paling indah, karena ada satu orang itu. Orang yang bisa disebut milikmu, yang melihatmu sebagai dunianya. Masa ketika semua ujian hidup bisa dihadapi dengan senyuman, asalkan bersamanya.

Aku dan Ravaka pernah ada di masa itu, beberapa waktu yang lalu.

Akan kulakukan apapun untuk bisa merasakannya lagi.

Aku ingin merasakannya lagi.

Dalam setiap momen yang terlewati di kampus, aku terpenjara oleh rasa-rasa remuk. Aku remuk ketika melewati kantin Fakultas Olahraga, karena tim kami pernah berdiskusi tentang perbekalan KKN di sana. Aku remuk saat melewati lapangan Aula Serba Guna Kampus, sebab di situ lah kami melakukan upacara pelepasan KKN bersama ratusan mahasiswa lainnya. Aku remuk lagi saat melewati Fakultas Sosial, tempat Ravaka belajar jika dia ada di sini. Aku dan Ravaka juga pernah melalui jalanan ini dalam suka cita dan keyakinan bahwa kami akan selalu seindah itu di masa depan.

Tempat-tempat ini sama seperti sebelumnya, namun versi masa depan diriku yang mengingat berbagai momen itu—diriku yang sekarang—dengan berat hati menyatakan bahwa kami tidak sama seperti dulu. Kontrasnya perbedaan dulu dan sekarang menciptakan lubang yang semakin lama semakin membesar. Lubang yang menelanku setiap malam. Dan aku takut, sangat takut, lubang itu akan melumatku sampai habis.

Namun sisi baiknya, lubang di dalam diriku membuat revisi laporan magang jadi tidak begitu mengganggu. Saat hidupmu sudah gelap, satu tambahan hal gelap lain tidak membuat banyak perbedaan. Tetap saja hanya ada gelap.

“Hmm, dapet revisinya lumayan nih,” keluh Slafi dengan rona wajah yang tampak memudar. Tangannya sibuk membuka-buka lagi laporan magang kami.

“Iya, tapi masih kekejar sih kalo menurut aku.” Malva menyeruput es teh manisnya menggunakan sedotan.

Sekarang kami bertiga sedang beristirahat di kantin fakultas, selepas sesi diskusi dengan pembimbing magang yang menghasilkan beberapa poin revisi. Slafi menutup sekaligus laporan kami. “Pokoknya berarti kita harus kirim hasil revisi maksimal minggu depan tanggal 20, soalnya tanggal 22 Desember udah harus dikumpulin finalnya.”

Lihat selengkapnya