"Ayah" Seorang gadis kecil yang begitu manis dan cantik turun dari tangga, berjalan menuju Sang Ayah.
Devano yang sedang menonton televisi bersama istrinya itu menoleh. "Kenapa, sayang?"
Acha duduk di pangkuan ayahnya. Menyandarkan kepalanya di dada itu. Devano mengelus rambutnya pelan.
"Acha kenapa? Disana ngapain aja?" Tanya Zella, ia melihat wajah putri kecilnya itu murung.
"Noval cuekin Acha, katanya di gak mau jadi jodoh Acha"
Kedua orang dewasa itu saling melempar pandangan. "Acha masih kecil, ngapain bahas begitu?"
"Ck! Acha kan sayang sama Noval. Pokoknya kalo udah gede, Acha harus sama Noval titik" ucap gadis itu kukuh.
Zella menatap Devano horor. "Sifat posessive kamu nurun ke dia"
Devano justru tertawa bangga. Ia menepuk-nepuk punggung putri kecilnya. "Ya iyalah, dia itu anak aku. Udah jelas sifatku ada di dia"
"Nih, Acha.. ayah bilangin. Kalo kamu mau sesuatu itu harus kamu kejar sampai dapat. Perjuangin, jangan nyerah, oke little girl?"
Acha mendongakkan kepalanya, ia mengangguk antusias. "Iya, makasih ayah. Acha sayang ayah" Gadis kecil itu memeluk Devano erat.
"Jadi Acha udah gak sayang bunda?" Ucap Zella, sedih. Acha menatap Zella, kemudian beralih memeluknya.
"Sayang bunda banget banget"
"WAHH ASIK NIH PADA PELUKAN" pekik seseorang yang baru saja turun.
"Arvin, udah bunda bilangin jangan suka teriak-teriak" tegur Zella.
"Udah buang aja itu, lagi pun dia bukan anak kita" Devano ketus.
Arvin hanya menjulurkan lidahnya, lalu duduk disamping bundanya, dan memeluknya erat tanpa peduli tatapan tajam yang diberikan ayahnya.
"Bang Arvin, anak pungut ya?" Tanya Acha dengan tampang watados nya. Kedua orang dewasa itu tergelak puas, sedangkan satu remaja lelaki itu cemberut.
"Iya, dia itu anak pungut. Kamu tau dulu ayah mungutnya dimana?"
Acha menggeleng polos. "Di deket tong sampah, dia cuma di sarapin kardus, sama baju-baju dekilnya"
Zella tertawa sembari memukul lengan suaminya. "Hush! Ngawur kamu"