Siang ini atau tepatnya di jam istirahat, seorang anak remaja duduk disebelah gadis yang ia anggap sebagai babu.
"Cewej belagu! Siniin hp lo." Baru saja gadis itu hendak membantah, ponsel yang tadi ada di tangannya sudah berpindah tempat.
"Ish! Buat apaan sih!"
Cowok itu kini mengotak-atik ponsel milik Sang Gadis, setelah selesai, ia kembalikan ponsel itu pada pemiliknya. Gadis tadi mengambil dengan asar. Ia mengecek riwayat apa saja yang barusan dibuka oleh cowok angkuh itu. Siapa lagi, kalau bukan Arvin, yang terkenal dengan kesombongan dan keangkuhan nya.
Sementara Arvin hanya santai, meminum kembali jus yang tadi ia pesan. Inara melirik cowok itu sekilas sebelum ia meneruskan acara makan yang sempat tertunda.
Arvin menatap Inara yang memakan mie ayam dengan lahap. Tangan kanannya terulur menyentuh ujung bibir gadis itu. Mengusap noda saus yang menempel. Inara seketika bergeming, dengan tingkah Arvin yang mendadak manis. Astaga, kenapa disaat seperti ini jantungnya berdetak kuat. Apakah ia gugup hanya karena cowok angkuh ini menyentuhnya?
Mata mereka kini saling mengunci pandangan dan Inara langsung mengalihkan tatapannya saat seseorang menggebrak meja kantin dengan keras.
"Woi! Di cariin malah berduaan aja lo berdua," papar Awan yang kesal.
"Iya lo, kita nyariin lo dari tadi, eh malah enak-enakan makan berdua begini." Caka ikut mencetus.
Awan memandang wajah Caka dengan alis terangkat. "Kita? Lo aja kali"
Caka mendengus kesal, ia langsung duduk didepan Arvin sedangkan Awan duduk di sampingnya.
"Romantis banget sih tadi ... ulangin lagi dong," ujar Caka, bertopang dagu menatap dua anak manusia antara majikan dan babu itu bergantian.
Inara merotasikan matanya jengah. Sementara Arvin melempar wajah Caka menggunakan sedotan. "Ganggu banget!"
"Idih, Wan, kita dikira ganggu."
"Kita? Lo aja kali. Gue mah enggak," jawab Awan mengulang jawaban tadi. Lagi dan lagi, Caka mendengus malas.
"Gue ke kelas."
"Bentar."
Inara menoleh, menatap Arvin yang mencekal pergelangan tangannya. "Gue anterin."