Deru motor ninja sudah beradu di tengah malam dengan jalanan yang sudah ramai oleh penonton itu. Balapan antara Alvino dan Rival dengan Ana sebagai taruhannya. What? Masa iya si Alvino tega jadiin Ana sebagai taruhan balapan.
“Lo inget kan apa taruhannya kalo gue menang?” Rival menunjukan smirk nya.
“Kalo cewek yang jadi taruhannya, gue nggak bisa.”
“Banci lo, murid baru yang belagu dan songong ini takut? Hahaha.” Rival mulai memancing amarah Alvino.
“Oke gue setuju, ucap Alvino yakin.
Lagi-lagi Rival mengeluarkan smirk nya. Kali ini Rival yakin akan memenangkan balapan melawan Alvino. Motor mereka sudah berdiri di garis start. Tinggal menunggu hitungan saja kedua motor itu akan melesat kencang. Satu! Dua! Tiga!
Brum, brum, brum.
Motor Alvino dan Rival melesat kencang. Alvino yang terus memimpin membuat Rival kesal dan terus menambah kecepatannya.
“Lo nggak akan bisa kalahin gue dasar anjing!” umpat Rival jauh di belakang.
Alvino tak menanggapi perkataan Rival dan terus menambah kecepatannya. Pikiran Alvino saat ini adalah Ana. Bagaimanapun caranya, Avino harus menang demi menyelamatkan Ana.
Detik-detik terakhir Alvino terus menambah kecepatannya saat Rival hendak menyalipnya. Rival tertinggal jauh di belakang sana. Dan! Ya! Alvino menjadi pemenangnya. Suara riuh tepukan tangan menggema di hari yang sudah larut.
“Gue menang, dan lo nggak usah lagi gangguin Ana! Camkan itu!” Alvino langsung pergi meninggalkan area balap.
“Akhh sial!” Rival melempar helm fullface nya itu.
Selesai Alvino balap tadi, sekarang ia sedang menuju ke rumahnya. Rumah kediaman keluarga Neldrick sekilas dapat dilihat betapa mewahnya rumah ini. Alvino turun dari motornya sambil mencopot helm nya itu.
Sampai di ambang pintu, tatapan elang Alvino langsung tertuju pada cowok yang duduk di sofa. Ya! Itu kakak kandung Alvino yang barusaja pulang dari London karena libur kuliah. Alvino langsung menghampirinya.
“Lo udah pulang kak?” tanya Alvino datar tapi, sorot matanya memancarkan betapa rindunya dia kepada kakaknya (Garin).
“Eh iya lah mumpung libur. Lo nggak ada berubahnya ya muka lo flat terus, mana ngomongnya kayak nggak ada ekspresi,” ucap Garin.
“Up to me.” Alvino beranjak pergi ke dapur untuk mengambil minum.
Dilihatnya Mamah Alvino (Rani) sedang membuatkan kopi. Alvino duduk di kursi meja makan sambil melihat Mamahnya. Satu gerakan tak terlewat dari sorot mata Alvino.
“Alvino, ngapain liatin Mamah mulu?” tanya Mamah Alvino.
“Lagi ngebayangin Mah kalo Alvino udah punya istri,” ucap Alvino seraya melihat ke atas seolah terhanyut dalam bayangannya itu.
Rani yang mendengarnya langsung melemparkan kain lap dan tepat terjatuh di wajah Alvino.
“Mamah apaan sih.”
“Kamu tuh ya, orang sekolah aja belum kelar udah bayangin punya istri, emang udah punya calonnya? Kenalin ke Mamah dong," goda Rani.
“Alvino Mah? Hahaha." Garin tertawa lepas kala mendengar ucapan Rani.
“Gaada yang bilang kekgitu,” ucap Alvino dengan wajah andalannya itu.
“Udah deh Ga, adek kamu itu gengsi nya tinggi jadi nggak mau ngakuin kalo barusan habis ngomong,” tutur Rani.
“Ya emang nggak ngomong.”
Tak lama, Bagas Papah Alvino pulang. Mereka berempat pun duduk di meja makan untuk menikmati kopi yang dibuat oleh Rani.
“Garin, kamu libur berapa hari?” tanya Bagas.
“Emm satu minggu Pah, kenapa emang?”
“Gapapa.”
***
Seperti biasa, Ana sudah memulai aktivitas pagi harinya. Sekarang dia sedang berada di perjalanan menuju ke sekolahnya. Saat sedang santai menikmati pemandangan gedung tinggi yang berjejer, tiba-tiba...
Duarr
“Aduh non." hampir saja mobilnya tergelincir.
“Eh kenapa mang?” tanya Ana terkejut.
“Bentar ya non, saya cek dulu.”
“Iya, hati-hati ya mang.”
Setelah dilihat, ternyata ban mobil depan Ana pecah.
“Aduh non ban mobilnya pecah, lebih baik non pesen taksi aja yaa biar nggak telat.”
Diliriknya jam tangan Ana sudah menunjukan pukul 06.35.
Masih lumayan lama. Batin Ana.
“Oh yaudah kalo gitu biar Ana aja yang pesen taksi,” ujar Ana beranjak pergi.