Possesive Classmate

Eki Kurni Sari
Chapter #11

SEPULUH

Malam harinya, perut Ana terasa sakit. Mungkin karena efek satu suap seblak level 10 itu. Ana tidak bisa makan pedas karena perutnya pasti akan mulas memakan segala makanan yang berbau pedas. Ana sudah bolak-balik toilet beberapa kali namun, sakit di perutnya tetap tak hilang. 

“Aduh, seblak sialan!” umpat Ana. 

Kebetulan Elina melewati kamar Ana, dia mendengar suara rintihan dari kamar Ana. Elina yang penasaran pun akhirnya masuk ke dalam karena khawatir. 

“Tasya! Kamu kenapa kok keringetan gini?” tanya Elina panik. 

“Perut aku sakit Mah, ishh.” 

“Emang kamu habis makan apa?” 

“Seblak Mah tapi, salah level.” 

“ Ya udah bentar Mamah ambil obat dulu.” 

Elina pun bergegas keluar kamar untuk mengambil obat sementara Ana masih merintih kesakitan sambil memegang perutnya yang sakit. 

“Cemen banget sih perut gue, cuman satu suapan juga,” gumam Ana di tengah rintihannya. 

Elina datang membawa obat di tangannya dan langsung memberikannya ke Ana. Setelah meminum obat, Elina juga menemani Ana hingga terlelap. Ana sudah terlelap dan rasa sakitnya mungkin sudah berkurang. Elina pun menarik selimut untuk menutupi Ana sampai sebatas leher. 

***

Sinar matahari memasuki kamar Ana melalui celah-celah gorden. Ana pun mengerjap beberapa kali dan mendapati Elina yang sudah duduk di pinggir ranjang. 

“Mamah,” ucap Ana serak khas bangun tidur. 

“Gimana? Masih sakit?” 

“Lumayan sih Mah.” 

“Ya udah kamu hari ini istirahat aja ya, nggak usah masuk sekolah dulu. Nanti Mamah izin ke wali kelas kamu.” 

Ana pun hanya mengangguk, memang Ana perlu istirahat terlebih dahulu karena sakit di perutnya juga masih terasa walaupun tak seperti tadi malam. Ana pun masih berbaring sambil mencari posisi yang nyaman untuk perutnya. 

Di Sekolah... 

“Eh, Ana mana? Nggak biasanya dia berangkat siang. Mana ini udah mau bel,” ujar Cindy. 

“Iya juga ya, nggak biasanya,” balas Kayla. 

“Atau mungkin Ana sakit ya?” pikir Tiara sambil mengetukan jarinya di dagu. 

Iya juga, biasanya nih bocah udah berangkat. Masa iya dia sakit tapi, karena apa?ya udah ntar pulang sekolah gue mampir, batin Alvino bingung. 

Bel sekolah berbunyi nyaring, siswa pun duduk di kursi masing-masing. Ternyata benar, Ana tak masuk ke sekolah jadilah Cindy duduk sendirian. Pulang sekolah, Alvino langsung melesat ke rumah Ana. 

Tok tok tok 

“Assalamualaikum,” sapa Alvino. 

“Waalaikumsalam, eh Alvino mari masuk,” ucap Elina mempersilahkan Alvino masuk. 

“Tante, Tasya ada?” tanya Alvino ramah. 

“Iya ada, dia lagi sakit perut soalnya. Katanya kemarin makan seblak salah level,” jelas Elina. 

Alvino memggaruk tengkuknya yang tiba-tiba gatal. Dia merasa bersalah karena telah memberikan seblak pedas ke Ana. Alvino tak tahu jika kejadiannya akan seperti ini. 

“Ya udah kalo mau jenguk Tasya naik aja ke atas. Kamar Tasya ada tulisannya di pintu.” 

“Owh iya tante, permisi.” 

Alvino pun langsung naik ke atas. Benar saja, di sana terdapat kamar dengan pintu yang ditulis. 

“Kamar Tasya yang cantiknya melebihi bidadari ditambah lagi cantiknya nggak akan habis tujuh turunan,” gumam Alvino terkekeh melihat tulisan yang berada di pintu. 

Tok tok tok 

“Masuk aja Mah pintunya nggak Tasya kunci kok,” jawab Ana dari dalam. 

Alvino pun langsung masuk ke dalam, benar saja Ana sedang berbaring memunggungi pintu hingga tak sadar Alvino yang datang. Alvino pun mendekat dan duduk di bibir ranjang. 

“Maafin gue ya, gara-gara gue lo jadi sakit kayakgini,” ucap Alvino. 

Ana sontak membuka matanya kala mendengar suara berat dari seseorang yang sepertinya tidak asing di telinga. Ana pun menoleh ke sumber suara. 

“Alvino? Kok lo bisa di sini?” tanya Ana sambil duduk setengah berbaring. 

“Iya, gue nggak liat lo di sekolah dan kata guru lo sakit ya udah gue jenguk ke sini.” 

“Makasih,” balas Ana tersenyum. 

“Sumpah Sya, gue nggak tahu kejadiannya bakal kayakgini,” ucap Alvino merasa bersalah. 

“Iya ini semua salah lo!” sentak Ana sambil menahan tawanya. 

Ini hanya akal-akalan Ana agar dia bisa melihat Alvino merasa bersalah. Demi apapun wajah Alvino sekarang seperti anak kecil yang ketahuan mencuri di kamar ibunya. 

“Iya gue ngaku gue salah.” 

“Udah-udah lagian gue udah nggak sakit lagi kok, lo nggak usah ngerasa bersalah gitu.” 

“Tapi tadi?” 

Lihat selengkapnya