Ana termenung menatap jendela sambil berbaring di brankarnya. 3 hari di Rumah Sakit rasanya sangat membosankan. Ana ingin sekali berlari-lari di taman setelah dia pulang dari Rumah Sakit.
“Mamah mana ya? Kok lama banget sih nggak datang-datang,” racau Ana sambil menatap pintu ruangan.
Pasalnya sekarang Ana sendirian karena Roy dan Alvino sedang di sekolahnya masing-masing dan Elina pulang ke rumah untuk membersihkan badannya.
Ceklek
“Mamah?”
“Ini gue,” ucap Alvino.
“Kok lo di sini? Kan lo sekolah, ngapain pake acara bolos-bolosan segala, hm?” tanya Ana kesal.
“Nggak bolos kok, orang lagi istirahat. Ya udah gue pergi ke sini,” balas Alvino santai.
“Ntar kalo telat masuk gimana?”
“Diem lah, gue ke sini juga karena lo. Nih gue bawain lo buah sama cokelat.”
“Makasih, sini cokelatnya mau gue makan,” ucap Ana antusias.
“Soal cokelat semangat, lah gue ke sini malah diusir,” kesal Alvino.
“Bodo,” Ana pun langsung menyantap cokelatnya.
Alvino menatap lekat Ana yang sedang melahap cokelatnya hingga mulutnya belepotan. Alvino belum siap jika nanti Ana kehilangan senyumnya ketika mengatahui kebenaranya.
“Oh iya Papah mana ya? Perasaan dari kemarin nggak jengukin gue,” ucap Ana.
“Sibuk mungkin,” alibi Alvino.
“Emm gue telepon aja lah,” seru Ana mengambil ponselnya.
“Eh bentar, itu mulutnya dilap dulu. Udah belepotan kayak anak kecil,” Alvino berusah mengalihkan Ana agar batal menelepon Arga.
Jika Ana menelepon Arga, Arga pasti akan menceritakan semuanya dan pastinya Ana akan merasa sedih. Alvino mengelap mulut Ana dengan menggunakan tisu.
“Udah kan? Gue mau telepon Papah dulu.”
“Eh Sya, mendingan nanti aja deh pasti Om Arga lagi sibuk,” cegah Alvino.
“Tau dari mana lo?”
“Anu dari,”
“Anu anu apaan sih, udah pokoknya gue mau telepon Papah sekarang. Titik!” sentak Ana.
Ana mulai mendial nomor Arga dan sedang menunggu panggilannya diangkat. Alvino memilih duduk dan menangkup wajahnya menunggu Ana berbincang dengan Arga.
“Hallo Pah, Papah kok nggak ke sini sih? Tasya lagi sakit di rumah sakit. Lagian Papah kenapa udah lama nggak pulang ke rumah?” cerocos Ana panjang lebar.
Deg
Jantung Alvino berdetak kencang, bersamaan dengan pintu terbuka dan menampilkan Elina. Alvino pun langsung menghampiri Elina dan menceritakan semuanya.
“Tasya?”
Mata Ana sudah berkaca-kaca sambil masih mendengarkan sambungan telepon dari Arga. Tak lama Ana mematikan panggilannya sepihak dan langsung memejamkan matanya seiring dengan air matanya yang mulai turun.
“Kenapa Mamah nggak cerita?” tanya Ana masih meneteskan air matanya.
Elina juga tak kuasa menahan air matanya dan langsung memeluk Ana.
“Jadi kemarin Mamah nangis karena ini? Mamah jahat, kenapa nggak cerita!” kesal Ana sambil meremas selimut.
“Mamah bisa jelasin Sya,” ucap Elina terisak.
“Telat Mah telat!” Ana melepas pelukan Elina.
“Mamah minta maaf Sya,” ucap Elina.
“Tinggalin Tasya sendiri, Tasya pengin sendiri. Kalian pergi!” sentak Tasya sambil memukuk kasurnya.
“Tapi Tasya.”
“Lo keluar Al, ajak Mamah juga. Gue pengin tenangin diri dulu.”