Bangun tidur, suamiku sudah tidak ada di sebelahku, sudah menjadi kebiasaan antara kami, suamiku selalu bangun lebih awal di banding aku, diam-diam ku intip dia dari pintu kamar, mencari keberadaanya, sepi, tak ada tanda-tanda ia ada di rumah.
Aku kembali masuk ke dalam kamar, ku ambil ponsel suamiku, Andra, yang masih tergeletak begitu saja di tempat tidur kami. Cepat-cepat ku buka aplikasi pesan, kemudian whatsapp, facebook juga panggilan, tak lupa pula aku periksa kontak ponselnya, membayangkan kelakuanku yang seperti ini seakan-akan aku sudah menjadi maling di dalam rumahku sendiri.
Sebatas ini, yang akun perhatikan aman, tak ada yang mencurigakan, setelah semua selesai, aku letakkan lagi ponselnya pada posisi semula. Sebenarnya, Andra tidak pernah keberatan jika aku memeriksa ponselnya, hanya saja aku harus jaga image, jangan sampai dia ke GR'an dan mikir aku terlalu takut dan curiga juga cemburu yang berlebihan, karena sampai saat ini, tak nampak di mataku jika suamiku itu cemburuan, itu juga yang membuatku bertanya-tanya tentang perasaannya, apakah benar atau tidak ia menyayangiku.
Dari dalam kamar ku dengar suara deru sepeda motor milik suamiku, ohh, rupannya tadi dia pergi ke pasar, Andra memang selalu rajin pergi ke pasar, ia kerap kali beebelanja sendiri, membeli bahan masakan dan lain-lainya, aku memang wanita beruntung yang bisa mendapatkan pria seperti Andra, ia tak pernah berprilaku bak raja di rumah, ia pun tidak pernah mengatakan jika pekerjaan rumah adalah tugasku saja, ia malah dengan semangat membantuku menyelesaikan tugas rumah jika dia tidak lelah.
Trap... Trap... Trap... Beberapa menit terdengar langkah kaki suamiku berjalan menuju ke arah dapur, aku keluar dari kamar berlagak seperti orang yang baru saja bangun tidur. Mengusap-usap wajahku pelan.
"Ayah dari mana? beli apa?" Tanyaku padanya berlagak tidak tahu apa-apa dan tidak terjadi apa-apa.
"Dari pasar sayang. Ayah sudah beli masakan matang ini, bunda tidak usah masak ya. Mau mandi atau mau sarapan dulu?" Ucapnya, ku raih apa yang dia bawa, kemudian ku buka lalu ku tempatkan pada wadah, ku lirik magicom, ternyata, suami juga sudah masak nasi, piring-piring kotor juga sudah ia cuci, aku lanjutkan dengan bersih-bersih rumah.
"Ayah hari ini kerja?" Tanyaku padanya, suamiku bekerja sebagai abdi negara, polisi, kami merantau jauh dari mertua dan keluarga yang lain karena tugasnya di luar pulau asal kami. Papua.
"Kerja dong bun, mana ada polisi libur." Ucapnya, tangannya sudah kembali memegang ponsel barunya, kadang aku berfikir, siapa sih sebenarnya yang ia hubungi setiap saat, padahal kalau aku cek malah kosong, ga ada yang di ajak chat ataupun telponan, apa iya cuma tengok-tengok laman facebook?
"Pegang hp terus." Sindirku, suamiku langsung meletakkan ponselnya lagi, ia masuk ke dalam kamar mandi, melakukan ritual paginya sebelum berangkat bekerja.
Ku pastikan ia sudah mengunci pintu kamar mandi rapat, ku lirik sekilas ke arah kamar mandi, tanganku sudah gatal merogoh ponselnya, segera ku buka semua aplikasi yang selalu ku curigai.
Apa? Tidak ada pesan whatsapp? Perasaan tadi tanganya lancar sekali ngetik sesuatu, dia berbalas pesan sama siap? Kok tidak ada pesannya? Emosiku mulai lagi membludak di dada, beragam pertanyaan mulai mengusik fikiranku, beragamam tebakan-tebakan serta selidik akan suamiku mulai berkeliaran di otakku, dalam deru nafas yang tak karoan, ku lanjutkan pekerjaanku beberes rumah. Dari ujung belakang sampai ujung depan, ku sapu, lalu ku pel sampai semua mengkilat.