"Ahhh jadi tuan orang itu yaa. Itu pengalaman yang menakutkan. Saya takut bagaimana jadinya jika pistol itu ditembakkan ke saya. Sejujurnya saat itu saya ingin lari saja dari situ. Tapi entah kenapa kaki saya justru menghampiri tuan," kata Nissa formal mengingat laki-laki yang ada di depannya akan menjadi bosnya dalam waktu dekat.
"Nah saya tak ingin melanjutkan cerita yang membuat saya seperti orang gila ini lagi. Sudah cukup alasan agar saya bisa menjaga Nissa. Neneknya saya anggap kelurga saya sendiri, tentu cucunya juga demikian. Apalagi Nissa menyelamatkan hidup saya dari tindakan bodoh. Saya punya cukup banyak ruangan untuk dia tinggal. Ekonomi saya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhanya," terang Antonie menutup diskusi.
Lantaran sudah ada keputusan dan Nissa juga telah mempersiapkan barangnya untuk pindah, keluarga Latief pun memutuskan untuk pulang ke rumahnya.
Sebelum keluarga Latief pamit, Antonie menghampiri keluarga tersebut.
"Maaf Pak Nur saya dengar tadi Pak Nur terkena PHK. Di tempat saya kerja ada lowonngan untuk bagian HRD. Jika Pak Nur berminat, Bapak bisa kerja mulai besok," kata Antonie menjelaskan.
"Terima kasih, Nak. Saya sungguh terbantu oleh tawarin Nak Antonie.... maksud saya, Pak Antonie.." kata Pak Nur sembari menjabat tangan Antonie.
Sebelum meninggalkan Nissa, Latief sengaja menemui Nissa untuk menyampaikan beberapa hal. Ia ingin menunjukkan sisi dirinya sebagai seorang pria yang dewasa.
Latief kemudian menggenggam tangan Nissa. Nissa yang sedari tadi dikagetkan dengan sikap Latief yang jauh dari sikap biasanya. Muka Nissa kini berubah bersemu merah lantaran hal yang tak biasa itu.
"Nissa Aku akan menjadi dewasa terlebih dahulu, akan kuselesaikan studiku lebih cepat, agar saat kamu lulus, aku sudah bisa menjadi penopang dan siap menjadi kepala rumah tangga. Aku akan menjadikanmu pengantinku, bagian dari hidupku." kata Latief tegas.
"Emm... Kak... bukankan kata-kata itu sangat memalukan. Bagaimana kamu bisa mengucapkanya tanpa beban? Apa hari ini urat malumu sudah putus?" kata Nissa sambil menundukkan kepala sangking malunya lantaran masih ada keluarga Latief dan yang lainnya didekat situ.
"Bocah ini..." kepala Nissa kemudian kena jitakan sayang khas Latief. "Kata-katamu yang membuatku mejadi lebih malu sialan. Kata-katamu seakan mengejek dan mempermalukanku. Kamu sengaja ya!" kata Latief.
"Ehh.. ehh.. ehh.. bukan begitu maksudku.." kata Nissa bingung sambil tersipu malu.
Di dekat mereka, Antonie yang melihat kedekatan yang mesra dari dua sejoli yang masih remaja tersebut entah kenapa dadanya terasa bergolak dan sesak. Ia merasa tidak senang ada Laki-laki lain yang memegang tangan Nissa seperti itu. Namun ia hanya bisa memandang keduanya dari jauh ia pun lantas marah tanpa sebab serta menggerutu.
Di sisi lain Latief sedari tadi bahkan sejak awal merasa tidak nyaman dengan keberadaan Antonie. Terlebih Antonie adalah seorang pria yang punya segalanya ketampanan-kemapanan dan lain sebaginya. ,
Maka dari itu, entah karena insting atau apapun tiba-tiba Latief menjadi berani mengungkapkan perasaanya yang selama ini ia simpan didalam dada. Apalagi mendengar penuturan Antonie bahwa Nissa menyelamatkan hidupnya. Membuat Latief seakan semakin menaruh curiga dan prasangka.
Sedari tadi, Latief memperhatikan gerak-gerik Antonie ia akhirnya menemukan kejanggalan saat ia memegang tangan Nissa. Disaat terakhir ia dapat melihat Antonie terlihat marah melihat mereka berdua. Latief tahu bagaimana gerak-gerik seseorang yang menyukai dan memendam rasa. Karena ia sendiri merasakannya.
setelah itu, keluarga Latiefpun pergi meningalkan Nissa. "Ehem Nak kau tahu" Kata Pak Nur sembari melirik anaknya. "Kata-kata serta janjimu pada Nak Nissa tadi sangat keren Menurut Bapak. Bapak saja dulu tak sanggub bilang begitu ke Ibumu waktu seusia dirimu" ujar Pak Nur sembari tersenyum.
"Sudah ahh jangan mengejek ayo pulang" terang Latief pulang dengan terburu sebab tak-kuasa menanggung malu.
Disisi lain, Nissa yang baru saja sampai dirumah Antonie cukup kagum dengan tempat tinggal barunya. Rumah tersebut tak terlihat terlalu mewah. Namun tata letak taman terlihat sangat pas ditempatnya. Rumah tersebut seperti menawarkan kenyamanan bagi penghuninya.Ia menenteng barang bawaannya dibantu oleh Jono, memasuki ruang tamu yang sederhana namun tampak menyenangkan.
Saat Jono sibuk dengan hal lain Antonie memberitahu Nissa soal kamarnya" Itu kamar kamu lantai dua dari kanan tangga. Mulai saat ini itu kamarmu sampai kamu dewasa dan mandiri" jelas Antonie sembari menunjuk.
"Terima kasih Tuan" kata Nissa sambil sedikit menunduk.
"Silakan Kamu bisa beristirahat atau langsung menata barang-barangmu. Nanti kunci kamarnya akan diserahkan Jono" kata Antonie sedikit canggung. Nissa kemudian menaiki tangga satu-persatu. Tanpa sadar Antonie mengamati gadis tersebut saat naik tangga. Ia berfikir gadis kecil yang dulu menyelamatkan nyawanya kini telah tumbuh menjadi gadis yang menarik. Namun pikiran tersebut ia usir dari lamunannya.
Kali ini Antonie cukup kikuk lantaran sudah lama tidak ada perempuan yang tinggal di rumahnya. Mungkin saja karena itu ia tertarik pada gadis berusia belasan.
Meski ia dikaruniai banyak kelebihan dan banyak wanita mengejarnya dalam beberapa tahun ini. Ataupun ketika ia masih remaja. Nyatanya tak banyak yang membuatnya cukup serius untuk melanjutkan hubungan ke jenjang berikutnya.
Kebanyakan hanya berakhir dalam sekali pertemuan atau berakhir satu malam. Namun demikian, hingga saat ini hanya ada satu Wanita yang masih mengisi relung hatinya. Yaitu cinta pertamaanya saat remaja. Awalmula dan barangkali juga sebab dari segalanya.
~~~~
Nissa yang berbaring di kamar sambil memikirkan banyak hal. Pintu kamarnya sedikit terbuka. Ia dapat melihat Tuan pemilik rumah yang juga majikan almarhum Neneknya berjalan melewati pintu kamarnya. Tampaknya kamar tidur sang tuan berada di lantai yang sama namun terletak di sisi paling kiri atau tepatnya di sudut ruangan.
Ia kembali mengingat-ingat kata-kata sang Nenek. Tentang bagaimana majikannya tersebut. Nenek pernah bilang kalau majikannya adalah seorang pemuda gagah nan tampan serta baik hati. Seorang pemuda gentelment. Menurut Nissa neneknya terlalu melebih-lebihkan sang Tuan, “Huh Beda sekali saat kutemui waktu kecil, waktu dia mau bunuh diri." kata Nissa dalam hati.
Namun Nissa sepertinya lupa dengan kebiasaan buruk sang tuan yang juga pernah diceritakan Neneknya. Nissa jelas melupakan hal yang paling penting. Sore itu, setelah menata ruanganya, merapikan serta menata semua yang ia bawa dari rumah lamanya. Kemudian ia tertidur dengan lelap karena kecapean. Bingung dengan banyak hal yang dipikirkan.
Matahari telah tergelelincir ke barat. Jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Karena saat pagi hanya sarapan seadanya. Perutnya yang keroncongan seakan memanggilnya untuk bangun.
Saat bangun ia baru sadar ia lupa menutup pintunya. Sedari awal ia biarkan pintu kamarnya setengah terbuka. Sebelumnya, sang tuan telah melewati kamar Nissa yang letaknya bersebelahan dengan kamarnya sendiri. Selama beberapa menit sang tuan memandangi saat gadis tersebut tertidur. Ia ingin menutup kamar tersebut. Namun sampai akhirpun ia tak berani melakukanya. ia takut ada salah paham. Jadi Antoniepun pergi begitu saja.
Nissa yang merasa lapar keluar kamar. Menuruni tangga dan mencari dapur untuk melihat apa yang bisa ia masak atau makan saat itu. Namun dir uang tamu yang terhubung dengan dapur ia dapat melihat seseorang tenggah duduk di sofa. Orang itu terlihat anggun saat membaca buku jika dilihat Nissa dari belakang. Sadar sedang diperhatikan seseorang, Antonie menoleh ke belakang. Kemudian ia melihat gadis yang menurutnya sangat manis setelah bangun tidur. Untuk sesaat Antonie tertegun dengan pemandangan yang dilihatnya. Namun segera ia menguasai perasaanya.
"Kamu laparkan?" tanya Antonie. "Tentu kamu lapar. Sejak siang saat kita pindah sampai kamu bangun kamu belum makan apapun?" ulang Antonie sekali lagi.
"Aku sudah memesankan makanan untukmu dua jam yang lalu. Aku pesankan yang sangat standar nasi goreng karena aku tidak tahu apa yang kamu sukai. Tapi tentu saja. Karena sudah beberapa jam tentu sudah dingin. Kamu bisa memanaskannya di microwave" jelas Antonie sembari menunjukkan letak microwave. Antonie kemudian menyembunyikan perasaan kekagumanya dengan wajah datar. Ia tak ingin dipandang aneh oleh gadis kecil tersebut.
"Terima kasih. Nasi gorengpun sudah cukup Tuan" kata Nissa dengan canggung.
"Untuk sekolah, bilang saja semua kebutuhanmu. Itu sudah janjiku jangan menahan diri tak perlu ragu" kata Antonie tegas.
Setelah sedikit berbincang kemudian keduanya kembali ke kamar masing-masing.
Paginya Antonie bangun dan mendapati sarapan pagi telah tersedia di meja. Rasa yang sangat familiar di lidahnya. Masakan pagi tersebut seperti yang biasa ia makan saat Nenek Warsih masih hidup. Antonie berfikir Nissa setrampil neneknya soal masakan.
Penasaran ia sedikir menengok ke arah dapur Nissa cucu Nenek Warsih telah menyiapkan masakan pagi. Entah bagaimana dadanya cukup berdesir melihat seorang perempuan muda yang cantik menyiapkan sarapan untuknya. Padahal ini bukan pertama kalinya seorang perempuan cantik menyiapkan masakan untuknya. Sejenak Antonie kembali memandangi gadis tersebut. Saat Nissa telah menyelesaikan urusanya di dapur ia pun mendatangi Antonie untuk menyapa sang tuan.
"Maaf saya menyiapkannya terlebih dahulu tanpa bertanya pada tuan karena tuan masih belum keluar dari kamar. Jadi, saya menyiapkan masakan dengan bahan seadanya. Saya hanya mengingat-ingat bahwa Nenek pernah bilang bahwa tuan menyukai masakan tradisional. Seperti yang saya bilang saya akan menyiapkan masakan sebagai ganti telah menampung dan membiayai sekolah saya" terang Nissa.