Potongan Hujan

Dyah Ayu Ratna Hapsari
Chapter #2

Potongan Hujan Kedua

Sedari tadi awan melukis bayangan hujan di luar jendela kantor, menggelap dan menutup rapat matahari yang sejak pagi terbangun malu-malu.

Pasti hujan, sebentar lagi. Dan kantor sedang sepi, lima belas menit yang lalu waktu istirahat, sementara aku memilih melewatkan berbagai ajakan makan siang. Aku ingn menikmati hujan, aku tau ia akan datang. Lagipula persetujuan puluhan transaksi keuangan baru saja kubereskan lima menit yang lalu. Aku malas menunda, tentu karena aku malas mendengar amukan supplier.

-----

Bulir gerimis mulai melukis kaca jendela layaknya kanvas yang diwarna, mengetuk-ngetuk pelan memanggilku. Kuletakkan mangkok mie instan yang isinya masih bersisa kuah berasap, aku berjinjit ke arah jendela, mencipta decit kecil pada lantai. Hujan mulai merapatkan tirai beningnya, dan aku seperti biasa, menikmati setiap detiknya. Mulai terhanyut di dalamnya. Aku bertanya-tanya potongan apa yang dibawa hujan kali ini untukku? Kaukah?

Di tepi jalan di bawah gedung kantor, samar-samar terlihat seorang pria tergopoh-gopoh berlari ke arah warung, berteduh, ia terlihat merutuki hujan dengan ekspresi gusar.

Aku tersenyum kecil, mengapa ia begitu mirip denganmu.

-----

Februari 2007. Hari itu, Jumat dan sedari pagi hujan telah mengucap salam, tapi lebih dari itu aku tak menyangka hujan membawamu sebagai hadiah bagiku, tujuh tahun yang lalu.

Bagiku menikmati hujan itu butuh seni, dan seni yang kupilih hari itu adalah menikmatinya di warung pinggir jalan, dekat kampus bersama semangkok mie instan mengepul dan teh hangat. Baru habis setengah porsi, ketika sesosok laki-laki masuk dalam keadaan kuyup, rambutnya berantakan dan wajah yang masam, ha! Kau tak sadar betapa lucu raut wajahmu saat itu.

Kau datang dan merutuki hujan, membersihkan rambut dan tas ransel besar yang tadinya tersampir di punggungmu, tanpa memedulikan Bang Sholeh yang sedari tadi bingung memperhatikanmu. Bang sholeh menatapmu dengan pandangan bertanya-tanya apakah kau akan seharian marah-marah di warungnya atau memutuskan untuk segera memesan sesuatu.

Lihat selengkapnya