Terkadang, tidur bisa jadi sangat ditunggu-tunggu bukan hanya karena akhirnya kita dapat melepas penat dan lelah setelah seharian beraktifitas, tetapi juga penasaran akan mimpi yang sedang menunggu kita. Hidup dalam mimpi dan khayalan memang indah. Namun, adakah seseorang yang lebih bahagia hidup dalam khayalan dan mimpi belaka dalam lelapnya dibandingkan harus bangun dari mimpi indahnya dan kembali menjalani hidup dalam realita yang menyedihkan? Adakah seseorang yang selalu senang bermimpi saat malam, atau berangan-angan saat siang, namun tidak tahu apa mimpi dan angannya untuk masa depan di kehidupan yang sesungguhnya?
Yang Bintang tahu hanyalah Bintang sendiri. Gadis yang memiliki banyak angan semu, yang mencoba melakukan semua hal yang diminatinya, namun tak tahu apa yang diinginkannya untuk masa depan. Bintang benar-benar tidak tahu apabila ditanya akan jadi apa ia dalam 5 atau 10 tahun ke depan.
Sejak kecil, Bintang sangat suka menggambar. Semasa sekolah, sepertinya Bintang lebih sering menggambar daripada mendengarkan guru, atau benar-benar belajar. Bintang sangat suka menggambar orang di sekitarnya, walaupun lebih sering lagi menggambar sosok-sosok yang hanya ada dalam khayalannya. Banyak orang yang memuji karyanya, bahkan tak jarang pula Bintang meraih juara dalam lomba menggambar atau melukis. Tidak heran Bintang selalu meraih nilai yang nyaris sempurna dalam mata pelajaran kesenian. Bintang pun memanfaatkan kesempatan ini dengan sesekali menjadi joki tugas kesenian bagi teman-temannya yang malas—atau tidak punya bakat—menggambar.
Selain menggambar atau melukis, Bintang juga suka menulis. Beberapa kali pula Bintang meraih juara dalam lomba menulis cerita pendek. Bintang suka menulis karena ia suka menciptakan tokoh khayalannya sendiri—lagi-lagi tokoh khayalan—tak hanya dalam bentuk gambar, namun Bintang ingin tokoh khayalannya tersebut punya cerita tersendiri. Dengan begitu, Bintang jadi merasa punya teman untuk mengisi harinya yang sepi. Karena hobi menggambar dan menulisnya ini, Bintang terkadang iseng membuat komik strip di saat sedang bosan belajar di kelas, sampai pernah seorang guru memergokinya dan menghukumnya dengan memajang komik stripnya tersebut di mading kelas.
Untuk dapat sedikit kembali ke realita dunia nyata setelah tenggelam dalam khayalannya, Bintang mengimbanginya dengan hobi fotografinya. Ia tergabung dalam klub fotografi di sekolahnya dan bahkan juga terpilih menjadi ketua. Hobi fotografi ini terkadang juga terasosiasi dengan hobi menggambarnya, foto yang telah ia ambil terkadang dapat menjadi referensinya untuk menggambarkan kembali apa yang telah ia potret.
Meskipun demikian, Bintang tak pernah gagal dalam bidang akademis. Ia selalu meraih nilai yang terbaik dan menjadi juara kelas. Padahal tak seperti juara kelas pada umumnya yang ambisius dan duduk paling depan, Bintang selalu duduk di bangku paling belakang dan tidur, atau (pura-pura) menyimak guru sambil makan makanan ringan diam-diam, atau seperti yang kita semua tahu, menggambar atau mencoret-coret buku catatannya. Mengapa Bintang bisa jadi juara kelas? Tak ada yang tahu, bahkan Bintang pun juga tidak tahu. Mendengarkan guru tidak, les juga tidak, belajar pun hanya semalam sebelum ujian. Meski demikian, Bintang akui bahwa dia memang belajar dengan keras walaupun hanya dengan Sistem Kebut Semalam (SKS).
Cita-cita Bintang? Bintang juga tidak tahu. Kalau semua orang ingin menjadi dokter, Bintang tidak. Bintang hanya suka menyelam dalam mimpi dan angannya serta berharap dapat membagikan khayalannya tersebut, atau melakukan semua hal yang diinginkan atau dapat dilakukannya. Bintang sungguh-sungguh tidak punya ide untuk masa depannya. Selama ini, ia hanya menjalani, mempelajari, dan mencoba segala sesuatu untuk saat ini saja. Tak pernah ia berpikir akan jadi apa hari depannya, yang penting ia masih bisa terus makan dan bernapas.
Akan tetapi, tidak halnya dengan orang-orang lain di sekitarnya. Orang-orang ambisius yang selalu ingin menjadi orang hebat di muka bumi ini. Orang-orang selalu bilang, “Mengapa tidak menciptakan sesuatu yang berguna bagi orang lain dengan kreativitas sekaligus otakmu?” Berangkat dari dorongan orang-orang di sekitarnya, terutama wali kelasnya, Bintang pun mencoba peruntungannya dengan mengikuti seleksi masuk universitas favorit yang memiliki jurusan arsitektur terbaik di negeri ini dengan jalur undangan yang menggunakan nilai rapor dan juga prestasi.
Satu-satunya motivasi Bintang mempelajari arsitektur—selain karena perkataan teman-temannya bahwa ia berbakat—yaitu adalah untuk merenovasi total rumah ini suatu saat nanti dengan desainnya sendiri. Rumah yang setiap sudutnya memiliki banyak kenangan pilu yang ingin dilupakannya saja, yang juga penuh tawa dan juga tawar. Kenangan bersama orang-orang yang pernah singgah di rumah ini. Yang kini sudah tiada. Ayah dan ibunya.
***
Bintang tidak pernah lupa hari itu, saat ia baru saja bangun tidur karena mendengar suara tangisan yang tak tahu darimana asalnya. Pilu hatinya dan ngilu telinganya mendengar suara tangis tersebut. Setelah Bintang mencari-cari dari mana suara tangis itu, Bintang akhirnya mendapat bahwa ternyata tangisan tersebut adalah tangis ayahnya yang sedang terduduk di kamarnya.
“Ayah kenapa..?” tanya Bintang, yang belum sepenuhnya sadar dari tidurnya sekaligus kaget akan pemandangan pertama yang dilihatnya saat bangun tidur, pemandangan yang jelas sangat tidak ingin dilihatnya. Pemandangan yang membuat hati Bintang rasanya seperti tersayat-sayat karena ia sangat menyayangi ayah dan ibunya.
Dengan tergagap-gagap, ayahnya susah payah menjelaskan semua yang terjadi. Ternyata, ibunya beserta sebagian besar barangnya sudah menghilang tanpa jejak pagi itu. Padahal, malam sebelumnya tidak ada hal yang janggal, bahkan ibunya sempat membacakan dongeng untuk Bintang—waktu itu Bintang masih berusia tujuh tahun dan masih butuh asupan dongeng sebelum tidur. Ternyata, masih ada yang lebih menyayat hati dibandingkan melihat ayahnya menangis, yaitu ibunya yang meninggalkannya tanpa pamit. Padahal, malam sebelumnya, saat membacakan dongeng Cinderella yang membuat Bintang bersedih karena Cinderella tidak punya ibu, kemudian ditambah ayahnya yang juga meninggal, dan hanya tersisa ibu tiri dan saudara tiri yang menyebalkan, ibunya berkata bahwa orangtuanya tidak akan pernah meninggalkan dirinya.
“Jangan sedih Dian, Dian tidak akan menjadi seperti Cinderella, kan Dian masih ada Ayah.”