Potret

Sinar Shinta Emilisa
Chapter #7

Pixel 7

Harum melihat Indira yang pergi meninggalkan Bima begitu saja. Entah apa yang membuat perempuan itu menolak pengusaha muda seperti Bima bahkan sebelum lelaki itu menyematkan cincin di jari manisnya untuk melamarnya. Harum tidak tahu hubungan yang terjalin diantara mereka, entah ada orang ketiga atau sebenarnya mereka hanya dua orang asing yang dipaksa jatuh cinta.

Suasana kafe yang sudah disewa Bima malam itu semakin sepi, tidak ada siapapun kecuali Harum dan pegawai lainnya. Tidak ada juga alunan petikan harpa yang seharusnya ia mainkan mengiringi romantisme yang terjalin antara si pengacara dan pengusaha muda.

"Are you okay?" tanya Harum sambil membawakan minum. Ia tahu itu pertanyaan yang bodoh yang seharusnya tidak ia lontarkan. You're lonely, empty and miserable.

“Apa salah untuk mendapatkan orang yang kita suka?"

Harum tidak memberikan jawaban dari pertanyaan Bima. Ia tidak tahu. Ia juga tidak mau menghakimi Bima di tengah kondisinya yang sedang kalut.

"She didn't know, he's just a coward."

“A coward?” tanya Harum, sepertinya ada orang ketiga dalam hubungan mereka. You're a coward. You don't know wasting your time to feed your own ego.

Bima meneguk minumannya, segelas whisky berharap bisa membantunya. Harum masih duduk dihadapannya dan mendengar keluh kesahnya. Sang penyendiri yang terpaksa menjadi eksekutif muda, Harum dapat melihat jelas itu dari sosok Bima. Kekayaan, jabatan dan kemewahan yang dimilikinya tidak membuat ia bisa terlepas dari kesendirian.

"One-sided love is not love. It's painful and what you get just nothing."

"I'm a fool in love," ujar pengusaha muda itu.

"You were born a fool."

Entah gelas ke berapa yang sudah dihabiskan oleh Bima. Minuman fermentasi yang diminumnya mulai mereduksi kemampuannya berpikir dan mengeluarkan sedikit dopamin. Sepertinya itu cukup membuat emosi Bima terlihat lebih baik.

"Kamu cantik, Harum."

Harum tidak peduli dengan perkataan Bima, meskipun perempuan itu sedikit tekejut dengan kalimat yang menyerangnya secara tiba-tiba. Harum tidak mau lagi dibodohi oleh pujian yang dilontarkan Bima. Ia percaya saat keadaan mabuk, seseorang memang bisa melihat orang lain lebih menarik daripada aslinya.

***

Bima terbangun dengan kepalanya yang sedikit pengar. Ia memijat pelipisnya berusaha mencari kesadaran. Ia segera bangun dan mengambil minum. Ia masih berusaha mengingat kejadian semalam bagaimana ia bisa berakhir di kasur apartemennya. Bima mencuci mukanya di westafel dan berjalam menuju ruang makan.

Konsep ruang makannya itu berdesain klasik dengan berbagai macam lukisan yang menghiasi dinding. Terdapat salah satu lukisan yang menarik perhatiannya, ia cukup sulit untuk bisa mendapatkan karya seni mahal itu. Butuh perjuangan hingga Bima berhasil membeli lukisan Napoleon Bonaparte 'Crossing the Saint-Bernard Pass' karya Jacques-Louis David di acara lelang musim panas tahun lalu yang diselenggarakan di Sotheby London.

Kecantikan kamu seperti Josephine.

Kalimat yang terlintas di benaknya membuat Bima seketika menyemburkan air yang sedang diminumnya. Melihat lukisan Napoleon membuat Bima mulai sedikit mengingat kejadian semalam.

"Siapa Josephine?" tanya Harum. “Perempuan selain Indira yang ingin kamu lamar juga?”

Harum tidak aneh jika orang seperti Bima memiliki banyak perempuan di hidupnya. Deretan kisah cinta yang hanya satu malam atau yang berjalan hingga satu tahun mungkin sudah banyak dilalui eksekutif muda itu.

Untung Bima tidak muntah atau joget tanpa kendali yang dapat mempermalukan dirinya saat sedang mabuk, tapi ia memiliki kebiasaan aneh. Saat ia dalam kendali alkohol, ia bisa berbicara lancar tentang Revolusi Perancis.

"Bagiku Perancis, pasukan, panglima dan Josephine. Itu kalimat yang diucapkan Napoleon sebelum meninggal," jelas Bima sambil meneguk minuman di gelasnya.

"Tapi kisah cinta mereka tidak berakhir bahagia, Harum. Napoleon dan Josephine bercerai, karena ia tidak bisa memberikan keturunan sebagai penerus tahta kekaisaran Napoleon. Meskipun begitu, Napoleon tidak pernah bisa melupakan Josephine hingga akhir hayatnya."

Saat sedang mabuk, Bima mampu menjelaskan bagaimana borjuasi dan Monarki Louis di Perancis akhirnya runtuh. Ia pun dapat bercerita panjang tentang kehebatan sekaligus kekejaman diktaktor Perancis seperti Napoleon.

"Cinta memang bisa membutakan dan mempengaruhi otakmu bekerja. Napoleon yang dikenal sebagai kaisar terkuat Perancis dan pernah menguasai hampir seluruh daratan Eropa itu tetap saja luluh oleh seorang wanita. "

***

"Maaf membuatmu menunggu lebih lama."

Indira menoleh, tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh Candra. Lelaki itu tiba-tiba datang ke rumahnya pagi-pagi, padahal mereka tidak pernah janjian untuk bertemu hari ini. Indira juga tidak sedang menunggu kehadirannya. Ia seharusnya bisa tidur lebih lama, namun terpaksa harus bangun karena kedatangan Candra.

"Maaf selama ini aku tidak bisa menjanjikanmu masa depan. Bima sudah ceritakan semuanya."

Candra tidak mau memberitahu Indira bahwa sebenarnya malam kemarin juga ia sudah menyiapkan kejutan spesial untuk melamar Indira. Sayangnya gadis itu memilih untuk menemui Bima dan Arman, karena alasan pekerjaan

"Aku tidak mau membahas itu."

Seharusnya Indira memilih untuk bertemu dengan Candra malam kemarin, sesalnya dalam hati. Seharusnya ia juga yang meminta maaf pagi ini.

"Aku mungkin ga bisa kasih apa-apa buat kamu, tapi aku ingin menunjukan keseriusanku padamu."

Saat Bima mampu memberikan gadis itu samudra, seniman itu hanya mampu memberikan oase untuk Indira. Tapi apa gunanya samudra jika oase di tengah gurun lebih berguna? Indira adalah pengelana yang buruk, tapi Candra mampu memberikannya penyejuk. Lelaki itu hadir di tengah perjalanan hatinya yang gersang.

"Candra kamu mau melamar saat aku lagi pake baju tidur kaya gini."

"Kamu yakin banget aku mau melamar?"

"Kalau bukan ngelamar, kamu mau langsung ajak aku ke KUA?"

"Oke, oke. Kamu boleh mandi dulu, aku tunggu."

"Kalau mandi yang kamu maksud badan yang bersih dan harum, aku udah wangi dan bersih."

Jika Candra alergi betermu matahari pagi, Indira sepertinya alergi bertemu air untuk mandi. Ia selalu berkilah kalau hari libur cukup mandi sehari sekali, hemat air.

"Jujur aku bingung, masih banyak hal yang ingin aku raih tanpa harus terikat pada komitmen yang legal di mata hukum. Aku tidak siap memiliki komitmen seumur hidup."

Candra terdiam, mungkin itu hanya alasan atau cara halus Indira untuk menolaknya.

"Aku tidak pernah mengerti pernikahan. Pernikahan orangtuaku berakhir karena ibuku meninggal. Sejak saat itu aku tidak pernah mengerti romantisme sepasang suami istri atau sepasang kekasih, yang aku tahu ayahku masih tulus mencintai ibuku meskipun ibuku sudah tidak ada. Jadi menurutku selama kita masih mencintai--"

"Komitmen itu tidak penting? Apa yang membuatmu begitu takut Indira?"

"Aku tidak tahu. Aku butuh waktu."

"Aku tidak akan memaksakanmu, tapi aku akan meyakinkanmu sampai kamu siap."

Lihat selengkapnya