Prahara di Istanbul

Dizzman
Chapter #1

Malam Terakhir di Taksim

Waktu menunjukkan pukul 20.30 malam waktu Istanbul kala mentari baru saja tenggelam di peraduannya. Azan maghrib menggema tanda waktu sholat telah tiba, sementara burung-burung merpati masih beterbangan mengelilingi Taksim Square. Beberapa orang tampak berselfie ria di belakang Republic Monument yang dibuat oleh seniman asal Italia bernama Pietro Canonica tahun 1928 untuk memperingati lima tahun berdirinya Republik Turki setelah tumbangnya kekhalifahan Ottoman pasca Perang Dunia I.

Aku baru saja keluar dari stasiun Furnicular Taksim kembali ke hotel tempat transit sementara sebelum menuju bandara Sabiha Gokcen dinihari nanti. Furnicular ini merupakan kereta bawah tanah yang bentuknya unik. Gerbongnya disusun seperti anak tangga dan hanya ada dua jalur dari bawah di stasiun Kabatas naik ke stasiun Taksim yang berada sekitar 60 meter di atasnya. Posisinya diagonal berjarak hanya sekitar setengah kilometer saja menghubungkan kedua stasiun tersebut.

Angin sepoi-sepoi langsung menerpa wajah sesaat setelah keluar stasiun. Cuaca memang sedang panas-panasnya, maklum musim panas baru saja bersemi di Turki. Siang hari suhu bisa mencapai 37-38 derajat celcius, sementara petang turun sedikit di kisaran 31-32 derajat celsius. Terpaan angin cukup membantu tubuh menyesuaikan suhunya dari ruang berpendingin udara ke area terbuka dengan perbedaan suhu yang cukup ekstrem.

Dari stasiun aku berjalan santai menikmati musim panas melintasi Republic Monument menuju hotel yang letaknya di sebuah gang sebelah barat taman Taksim Square. Taman ini begitu luas seperti Tian An Men di Tiongkok atau Monas. Di tempat inilah biasanya warga Turki khususnya Istanbul berkumpul menikmati ruang terbuka di pusat kota. Kadang juga dipakai sebagai tempat berdemo menyampaikan aspirasi warga kepada pemerintah setempat.

Tak sampai sepuluh menit aku sudah tiba di depan hotel. Suasana di sekitar hotel yang terletak tak jauh dari Taksim Square ini cukup ramai. Tak ada tanda-tanda aneh selain suara orang-orang sedang bercengkerama sambil nangkring di kedai samping hotel menikmati secangkir cay (teh khas Turki) dan sepotong Baklava di atas mejanya. Di jalanan masih banyak orang berlalu lalang dengan santai tanpa beban.

Setelah rebahan sejenak, akupun keluar hotel menuju halte parkiran bus bandara sekaligus untuk menandai jalan yang akan dilalui dinihari nanti agar tidak kesasar mengingat banyak sekali gang-gang di daerah Taksim. Tak jauh dari halte tampak sepasang muda mudi membawa koper dorong baru turun dari bis bandara menuju hotel dan bercakap dengan bahasa Indonesia. Ingin rasanya menyapa, tapi biarlah mereka berdua menikmati dunia yang baru saja akan disinggahinya.

Merekapun berlalu menuju tempat peraduannya, sementara langkah kaki kuhentikan sejenak untuk bertanya pada pak supir yang sedang duduk santai menikmati sebatang rokok.

Lihat selengkapnya