Alan bangkit, mencengkeram kuat bahu laki-laki berkulit legam yang berdiri angkuh sambil mengepalkan kedua tangan lalu mengentak-entakkan ke meja. “Tahan emosimu, Randu!” ucapnya menenangkan.
Namun, sikap Randu semakin tak terkendali. Rasa muak dan jijik meluap dari bibir birunya. Tidak ada ketakutan sama sekali menghadapi sosok bertampang penjilat dan haus kekayaan yang sedang mengisap cerutu itu.
“Kalian jangan seenaknya merebut lahan kami dengan dalih pembelian. Pembelian macam apa yang hanya menguntungkan sebelah pihak. Kami belum setuju dan tidak akan pernah setuju. Ini lahan kami, mata pencaharian kami, tanah leluhur kami, cam kan itu!” Mata Randu membeliak tajam.
“Terserah kalian! Kami tidak akan memaksa. Tapi akibatnya tanggung sendiri!” balas Alionk berbangga. Laki-laki berperawakan ceking itu menghisap dalam-dalam cerobong cerutunya, sesaat kemudian mengembuskan ke wajah Randu. Dua orang kepercayaan yang berdiri di samping Alionk menyeringai. Salah satunya bahkan menatap liar ke arahku.